Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Mewaspadai Runtuhnya Rupiah!

NILAI tukar rupiah atas dolar AS menyentuh rekor pelemahan tertinggi sejak 1998. Di pasar spot, data Bloomberg menunjukkan pada Kamis (4/6) berada di kisaran Rp13.249/dolar AS, melemah 5,9% year to date (YTD) sejak awal 2015. Pelemahan rupiah itu diikuti IHSG, tembus ke bawah Rp5.100 (Kompas.com, 4/6).

Rontoknya rupiah terakhir akibat membaiknya data kesempatan kerja di AS—cermin ekonomi membaik—mendorong The Fed menaikkan suku bunganya dari acuan nyaris nol selama ini. Membaiknya ekonomi AS diikuti naiknya suku bunga akan menarik dolar pulang kampung. Itu akan memukul ekonomi negara-negara tempat dolar berburu rente saat ekonomi negeri mereka kurang baik. 

Dampak kepulangan dolar itu jika terjadi lebih cepat bisa telak memukul ekonomi Indonesia. Ekonom Nanyang Business School Singapura, Lee Boon Keng, dalam Indonesia Financial and Economic Conference di Jakarta, akhir Mei (28/5), memprediksi nilai tukar rupiah akan runtuh hingga Rp25 ribu/dolar AS, jika The Fed mulai melakukan normalisasinya (Fastnews, 3/6). Dirut BCA Jahja Setiaatmadja membantah prediksi Lee itu. Menurut dia, kalau orang Singapura yang menyebut kita gawat, itu bisa saja agar orang kita memindahkan uangnya ke Singapura. 

Nyatanya, kata dia, ekonomi dan perbankan Indonesia saat ini cukup kuat. Stress test yang dilakukan OJK dan BI hingga ke level Rp15 ribu/dolar AS menggambarkan daya tahan perekonomian dan stabilitas keuangan Indonesia saat ini. Namun, Lee menilai level Rp25 ribu itu tidak jauh dari Rp13 ribuan. Seharusnya stress test dilakukan pada level Rp25 ribu. 

Seberapa besar pukulan normalisasi The Fed belum bisa ditebak. Salah satu kekuatan terukur dalam ekonomi nasional adalah cadangan devisa. Gubernur BI Agus Martowardojo berterus terang, penurunan cadangan devisa karena digunakan mengatasi volatilitas rupiah (tempo.co, 10/5) . Besarnya penurunan itu, dari 115,5 miliar dolar AS pada 27 Februari 2015, menjadi 110,9 miliar dolar AS pada 30 April 2015. Jadi, dua bulan berkurang 4,6 miliar dolar. Itu guncangan belum signifikan. Kalau serius, jebolnya bisa jauh lebih besar. 

Sementara kelemahan terukur pada inflasi. Menurut data BI, setelah 31 Desember 2013 inflasi tahunan (yoy) sebesar 8,38%. Kemudian, 31 Desember 2014 sebesar 8,36%, dan pada 31 Mei 2015 sudah mencapai 7,15%. Ke depan masih tujuh bulan lagi: inflasi bisa lebih besar. Dari dua hal itu, layak kita mewaspadai runtuhnya nilai tukar rupiah. Prediksi Lee Boon Keng bisa jadi peringatan dini. ***

0 komentar: