SEPEKAN terakhir ini banyak orang yang gemas pada prestasi kontingen Indonesia di South East Asia (SEA) Games 2015 Singapura.
Dari hari awal peringkat 4 pengumpulan medali, hari berikutnya justru terperosok lebih dalam ke peringkat 5 dan tak kunjung meloncat ke atas.
Ini jelas kemerosotan prestasi olahraga nasional yang luar biasa dibanding posisi sebagai juara umum pada SEA Games 2011.
Lebih lagi dibanding prestasi sepanjang sejarah SEA Games sejak 1977, Indonesia mendominasi gelar juara umum sejak 1979 sampai 1993 yang hanya sekali diselai Thailand pada 1985. Bahkan, di Singapura 12—20 Juni 1993, Indonesia tampil sebagai juara umum dengan meraih total 253 medali. Sehingga, tak kepalang Ketua Dewan Federasi SEA Games 1993 Yeo Ning Hong dalam pidato penutupan berkata, "Selamat kepada Indonesia yang menjadi juara umum dengan meraih 88 medali emas, 81 perak, dan 84 perunggu..." Kala itu, prestasi olahraga benat-benar menjadikan Indonesia macan Asia! (Kompas.com, 5/6) Tapi kini, harap-harap cemas apa bisa mencapai separuhnya saja pun! Itu yang membuat banyak orang jadi gemas!
Apa pun alasannya, hal pertama yang harus dilakukan mereka yang semestinya bertanggung jawab atas keterpurukan prestasi olahraga nasional itu memeriksa ke dalam dirinya, untuk melihat kelemahan dan kekurangannya sendiri. Kenapa para pendahulu bisa mencapai prestasi demikian baik, sedang dirinya kini jeblok! Untuk introspeksi itu diperlukan kejujuran melihat realitas kemampuan diri sendiri, dengan tidak buru-buru mencari kambing hitam untuk tempat melontarkan atau mengalihkan kesalahan dan kekurangan dirinya.
Awali prosesnya dengan mengukur, apakah kesombongan dirinya tidak overdosis—merasa dirinya paling pintar dan paling jujur, sedang orang-orang yang dia jadikan kambing hitam lewat penggunaan kekuasaan supernya cuma bodoh, serba tak jujur, bahkan jahat! Jangan-jangan, kesombongan itulah batu sandungan terpenting yang nembuat prestasi olahraga nasional tersungkur! Sebab, oleh kesombongan itu, mereka yang tengah bekerja dengan baik dan benar disingkirkan, lantas diisi dengan kesombongan yang serbasalah! Keberanian mengoreksi kesombongan diri dan kelompok para pengelola olahraga nasional menjadi kunci perbaikan prestasi bangsa! Kesombongan yang tetap ditonjolkan bisa membuka balut rasa sayang pada kegemasan menjadi tinggal amarah massa yang tersisa! ***
Lebih lagi dibanding prestasi sepanjang sejarah SEA Games sejak 1977, Indonesia mendominasi gelar juara umum sejak 1979 sampai 1993 yang hanya sekali diselai Thailand pada 1985. Bahkan, di Singapura 12—20 Juni 1993, Indonesia tampil sebagai juara umum dengan meraih total 253 medali. Sehingga, tak kepalang Ketua Dewan Federasi SEA Games 1993 Yeo Ning Hong dalam pidato penutupan berkata, "Selamat kepada Indonesia yang menjadi juara umum dengan meraih 88 medali emas, 81 perak, dan 84 perunggu..." Kala itu, prestasi olahraga benat-benar menjadikan Indonesia macan Asia! (Kompas.com, 5/6) Tapi kini, harap-harap cemas apa bisa mencapai separuhnya saja pun! Itu yang membuat banyak orang jadi gemas!
Apa pun alasannya, hal pertama yang harus dilakukan mereka yang semestinya bertanggung jawab atas keterpurukan prestasi olahraga nasional itu memeriksa ke dalam dirinya, untuk melihat kelemahan dan kekurangannya sendiri. Kenapa para pendahulu bisa mencapai prestasi demikian baik, sedang dirinya kini jeblok! Untuk introspeksi itu diperlukan kejujuran melihat realitas kemampuan diri sendiri, dengan tidak buru-buru mencari kambing hitam untuk tempat melontarkan atau mengalihkan kesalahan dan kekurangan dirinya.
Awali prosesnya dengan mengukur, apakah kesombongan dirinya tidak overdosis—merasa dirinya paling pintar dan paling jujur, sedang orang-orang yang dia jadikan kambing hitam lewat penggunaan kekuasaan supernya cuma bodoh, serba tak jujur, bahkan jahat! Jangan-jangan, kesombongan itulah batu sandungan terpenting yang nembuat prestasi olahraga nasional tersungkur! Sebab, oleh kesombongan itu, mereka yang tengah bekerja dengan baik dan benar disingkirkan, lantas diisi dengan kesombongan yang serbasalah! Keberanian mengoreksi kesombongan diri dan kelompok para pengelola olahraga nasional menjadi kunci perbaikan prestasi bangsa! Kesombongan yang tetap ditonjolkan bisa membuka balut rasa sayang pada kegemasan menjadi tinggal amarah massa yang tersisa! ***
0 komentar:
Posting Komentar