Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Mengaktualkan Kesalehan Sosial!

SETIAP Ramadan tiba selalu didengungkan agar umat Islam mengaktualisasikan kesalehan sosial.
Banyak orang beranggapan kalau orang-orang sudah mengamalkan kesalehan pribadinya, lengkap amalan ibadah ritual dan simbolis vertikalnya, salat, puasa, salat malam, dan lainnya, akan dengan sendirinya telah menjadi kesalehan sosial.

 Makmun Murod dari Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PP Muhammadiyah mengoreksi anggapan umum tersebut. Menurut dia, kesalehan sosial itu kesalehan yang berdimensi horizontal, sosial, dan kemanusiaan. Munculnya istilah kesalehan sosial sebenarnya sebagai kritik atas mereka yang bangga dengan kesalehan pribadi—dengan ibadah vertikalnya, tapi melupakan dimensi horizontalnya.

 (ROL, 21/6) Dengan demikian, bisa disimpulkan yang dimaksud dengan mengaktualkan kesalehan sosial adalah setelah orang-orang yang berhasil mewujudkan kesalehan pribadinya dengan ibadah vertikal, meningkatkan kesalehannya dengan mengaktifkan diri pada kegiatan ibadah horizontal, terutama di bidang sosial dan kemanusiaan. Arti peningkatan itu bisa juga yang terkait dengan ibadah vertikal semisal zakat. 

Kalau sebelumnya merasa sudah lepas kewajiban cukup dengan membayar zakat fitrah, untuk mencapai kesalehan sosial bisa dengan menggelitik kejujuran diri sendiri menyimak jumlah penghasilan atau pendapatan selama setahun, apakah jumlahnya sudah mencapai wajib zakat, yakni setara harga 80 gram emas setahun. Kalau 1 gram emas Rp500 ribu, berarti kalau total pendapatan lebih dari Rp40 juta setahun, harus dikeluarkan zakatnya 2,5%. Hitung sendiri, antar sendiri ke amil zakat terdekat yang dipercaya.

 Atau kirim ke sanak keluarga terdekat di kampung! Itu hanya salah satu contoh menyublimasikan diri dari kesalehan pribadi untuk mencapai kesalehan sosial. Ruang kegiatan ibadah horizontal untuk kesalehan sosial itu luas sekali. Misalnya dalam lingkungan hidup, bersama teman-teman menanam pohon buah-buahan di kampung, yang buahnya menjadi harapan bagi generasi berikutnya, sebuah amalan horizontal yang cukup baik.

 Atau menanam bakau di pantai, hingga nantinya bisa berkembang menjadi tempat pembiakan ikan dan biota laut lainnya, alangkah baiknya. Bayangkan, dengan mengaktualnya kesalehan sosial umat cukup banyak aspek kehidupan masyarakat secara sosial dan kemanusiaan maupun dalam kemaslahatan lainnya yang akan berkembang menjadi lebih baik. Ramadan sebagai peluang mengaktualkan kesalehan sosial, sudah semestinya! ***

0 komentar: