Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Begal Sepeda Mulai Marak di Jakarta!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Sabtu 31-10-2020
Begal Sepeda Mulai Marak di Jakarta!
H. Bambang Eka Wijaya

MEMPRIHATINKAN. Begal terhadap pesepeda mulai marak di Jakarta. MetroTV Selasa (27/10) melaporkan, korban terakhir seorang perwira angkatan laut yang mengalami luka-luka jatuh dari sepeda hingga perlu dirawat. Pembegalan disertai kekerasan.
Menurut kepolisian, selama bulan terakhir telah terjadi tujuh kali pembegalan di jalanan Ibu Kota. Tiga pelakunya berhasil ditangkap polisi.
Selama pandemi Covid-19 cenderung makin ramai pengguna sepeda memenuhi jalan-jalan utama Jakarta. Pemprov DKI membangun fasilitas dengan memberi jalur hijau buat pengemudi sepeda seperti di sepanjang Jalan Sudirman, Jalan Thamrin dan sekitarnya.
Untuk keselamatan pengendara sepeda, polisi mengingatkan masyarakat agar jika bersepeda tidak membawa barang berharga, seperti telefon genggam. Juga tas yang talinya digantung di leher, pembegal yang memakai motor akan menarik tas tersebut sampai pesepeda jatuh dan melepaskan tasnya.
Tentu saja kepolisian langsung membangun jaringan pengamanan pengemudi sepeda dari begal di jalanan Ibu Kota. Tapi yang namanya penjahat, tak henti mencari kesempatan. Kian sulit kesempatan didapat, akan semakin ngawur kejahatan dilakukan.
Contohnya korban terakhir, pasti orangnya kekar dan berotot. Tapi karena sempitnya kesempatan, mereka tak sempat mengamati secara teliti lebih dahulu korbannya. Asal main gasak saja.
Kejahatan yang dilakukan secara nekat di tempat terbuka di jalanan Ibu Kota yang sehari-hari relatif ramai, bisa diduga dilakukan karena dorongan keterpaksaan oleh kondisi yang amat terdesak. Kesulitan akibat pandemi dan dampak ekonominya bisa jadi alasan.
Namun di sisi lain bisa diasumsikan, jaring pengaman sosial yang telah dilakukan secara berlapis dan bersilang itu, rupanya tetap masih menyisakan lubang-lubang yang tak tertutup kemerataan segala jenis bansos. Atau kemungkinan lain, sebenarnya keluarganya telah menerima bansos, tapi jumlahnya yang jauh dari mencukupi. Akibatnya, terpaksa mencari tambahan.
Untuk itu, sejalan dengan para pesepeda yang harus semakin hati-hati dan waspada terhadap kejahatan yang bisa menyasar dirinya, polisi terus memperkuat perlindungan kepada warga pesepeda, jaringan pengaman sosial perlu diperkuat dengan sebaran yang lebih merata lagi.
Syukur kalau ada kreativitas mobilisasi massa kurang mampu mengikuti kegiatan yang bisa memberi tambahan penghasilan, seperti padat karya tunai. Diharapkan, disiapkan pilihan jalan keluar dari impitan kesulitan ekonomi.***
Selanjutnya.....

Virus Covid Brilian, Penipu Tak Terduga!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Jumat 30-10-2020
Virus Covid Brilian, Penipu Tak Terduga!
H. Bambang Eka Wijaya

VIRUS SAR-Cov2 yang kemudian diberi nama Covid-19 ternyata makhluk brilian, penipu ulung yang pintar membuat hal-hal tak terduga.
Pada awal infeksi, virus ini menipu tubuh. Sistem pertahanan tubuh dia bajak hingga sulit mengenali infeksi yang menyerangnya. Saat virus corona memasuki organ paru dan saluran pernapasan, sistem kekebalan menganggapnya semua baik-baik saja.
"Virus ini brilian, memungkinkan terbentuknya sebuah pabrik virus di hidung Anda, tapi Anda merasa benar-benar sehat," kata Prof. Paul Lehner dari University of Cambridge, dikutip BBC (24/10/2020).
Selanjutnya, saat infeksi terjadi sel-sel tubuh kita melepaskan bahan kimia yang disebut interferon.
Begitu sel ini dibajak oleh virus, semestinya reaksi kimiawi mereka menjadi sinyal peringatan ke seluruh tubuh dan sistem kekebalan. Namun, kemampuan luar biasa virus corona ini mematikan peringatan kimiawi tersebut.
"Virus corona melakukannya dengan sangat baik, sehingga Anda bahkan tidak tahu bahwa Anda sakit," kata Prof. Lehner.
Saat melihat sel yang terinfeksi di laboratorium, kata Lehner Anda tidak mengira sel itu telah terinfeksi. Tapi anehnya, hasil tes menunjukkan sel itu "sangat terinfeksi". Ini hanyalah salah satu tipuan virus Covid-19.
Covid-19 menyerang saluran pernapasan memulainya sebagai penyakit paru-paru. Dalam organ utama pernapasan ini, virus melakukan hal-hal aneh dan tidak biasa yang bisa memengaruhi tubuh.
Prof. Mauro Giacca dari King's College London mengatakan banyak aspek Covid-19 yang unik yang memang berbeda dengan penyakit virus lain pada umumnya. Virus ini tidak hanya membunuh sel paru-paru, tapi juga merusaknya.
Sel terlihat menyatu menjadi sel masif dan tidak berfungsi yang disebut syncytia. Dalam kasus penyakit paru, biasanya tubuh akan melakukan regenerasi secara utuh untuk memulihkan paru-paru setelah Anda  menderita flu parah.
"Tetapi ini tidak terjadi dengan Covid. Ini adalah infeksi yang sangat aneh," kata Prof. GIacca.
Gumpalan darah di banyak organ juga ditemukan pada sejumlah pasien Covid-19 yang menyebabkan darah begitu lengket.
"Sejujurnya, dalam karir saya yang sangat oanjang belum pernah melihat sekelompok pasien dengan darah lengket seperti itu," kata Prof. Beverly Hunt dari King College London. (Kompas.com, 24/10)
Virus Covid-19 bisa menyebabkan pandangan tak terkendali pada beberapa pasien, membuat sistem kekebalan bertindak terlalu agresif, dengan konsekuensi merusak bagi seluruh tubuh. ***



Selanjutnya.....

Pergeseran Paradigma Pembangunan?

Artikel Halaman 8, Lampung Post Selasa 27-10-2020
Pergeseran Paradigma Pembangunan?
H. Bambang Eka Wijaya

TANPA disadari, kini sedang terjadi gejala pergeseran paradigma dari "pembangunan Indonesia" ke "pembangunan di Indonesia". Itu dua hal yang berbeda, bahkan kontras.
Terminologi "pembangunan Indonesia" di sini adalah idealisasi reformasi sebagai antitesis dari sistem Orde Baru yang sentralistik, otoriter, dan korup. 
Untuk itu, reformasi bukan hanya membalikkan sentralisme ke desentralisasi dengan otonomi daerah yang seluas-luasnya, tapi juga mengembalikan kedaulatan (kekuasaan tertinggi negara) ke tangan rakyat, sesuai konstitusi.
Dengan itu, segala dimensi "pembangunan Indonesia" diorienrtasikan pada pemuliaan dan kemuliaan manusia Indonesia. 
Sementara "pembangunan di Indonesia" mirip yang dilakukan Daendels. Ia bangun jalan raya 1.000 km dari Anyer (pantai barat Banten) ke Panarukan (Situbondo, pantai timur Jawa Timur), dengan memperbudak warga pribumi Indonesia untuk kerja paksa. 
Diperbudak dalam arti sesunguhnya, orang yang dipaksa bekerja tanpa digaji jika terlihat bermalasan dicambuk.
Pembangunan jalan itu untuk memperlancar bisnis perusahaan konglomerat negeri penjajah, VOC. Untuk memfasilitasi VOC ini pula, Daendels memberlakukan Tanam Paksa kepada para petani Indonesia. Tanam paksa dilakukan untuk produk ekspor seperti rempah (lada, cengkeh, pala), kopi dan lainnya.
Hasil panen petani lewat tanam paksa itu dibeli Belanda dengan harga amat murah, padahal di Eropa harganya semahal emas; hanya bisa dinikmati orang-orang kaya. Keuntungan VOC dari memeras tenaga kerja yang diperbudak dan mengeruk hasil bumi Tanah Air lewat tanam paksa itu, sepenuhnya ditransfer ke negerinya, tak sedikit pun buat rakyat yang diperas tenaga dan sumber daya alamnya.
Model pembangunan seperti itulah yang cenderung dipaksakan "di Indonesia" menyusul selesainya pembangunan jalan tol 1.000 km dari Merak (pantai barat Banten) ke Banyuwangi (pantai timur Jawa Timur). Yakni dengan memfasilitasi dalam segala hal buat konglomerat asing untuk investasi "di Indonesia" mengisi peran VOC.
Mendukung "pembangunan di Indonesia" itu, menggantikan kerja paksa dan tanam paksa di masa lalu, kini diisi dengan aturan pemaksa, yang memperluas pemerasan bukan hanya pada manusia dan kekayaan alam negerinya, tapi juga mengkooptasi pola hidup dari demokrasi hingga budaya masyarakat adat.
Namun, karena pergeseran ke "pembangunan di Indonesia" itu baru gejala, pengembaliannya ke paradigma "pembangunan Indonesia" yang benar, masih mungkin. ***
 




Selanjutnya.....

Bangsa Kehilangan Rasa Percaya Diri!


Artikel Halaman 8, Lampung Post Senin 26-10-2020
Bangsa Kehilangan Rasa Percaya Diri!
H. Bambang Eka Wijaya

BANGSA ini bangkit berkat rasa percaya diri para pejuang generasi Dr.Wahidin Sudiro Husodo, Tjokroaminoto, Dr. Sutomo, Ki Hadjar Dewantoro dan kawan-kawan yang yakin untuk mampu berdiri sebagai bangsa merdeka.
Rasa percaya diri itu dilanjutkan dan diperkuat dengan perjuangan generasi Bung Karno, Bung Hatta dan kawan-kawan hingga mencapai Indonesia merdeka.
Tak hanya sampai di situ. Rasa percaya diri itu bahkan membara di setiap dada warga bangsa Indonesia saat mempertahankan kemerdakaan negaranya dari kedatangan tentara Belanda untuk kembali menjajah Tanah Air dengan  bantuan serdadu Inggris dan Amerika Serikat. Hanya dengan bersenjata bambu runcing, berkat rasa percaya diri itu bangsa Indonesia berhasil mengusir kaum penjajah dengan mesin  perang modern yang menang Perang Dunia II.
Namun sayang, rasa percaya diri sebagai modal utama perjuangan bangsa Indonesia ini luntur, bahkan cenderung hilang dari ingatan para elite pemimpin masa kini bangsa.
Akibat ketiadaan rasa percaya diri bahwa bangsa ini manpu mengisi kemerdekaan dengan sepenuhnya atas dasar kemampuan bangsa sendiri, para elite bangsa tenggelam dalam impian instannya untuk menyerahkan pembangunan bangsanya kepada pemodal atau investor bangsa lain.
Tak kepalang, sekaligus menyerahkan kepada investor asing kekayaan alam yang oleh para pendiri bangsa diyakini bisa memakmurkan sebesar-besarnya rakyat Indonesia.
Betapa malang nasib bangsa yang elite pemimpinnya bermimpi instan menyerahkan segala kekayaan alam negeri warisan leluhurnya kepada investor asing dan hanya menjadikan rakyatnya semata sebagai buruh murah, kuli dari bangsa-bangsa lain dengan perlindungan hak-hak kemanusiaan amat rendah. Bahkan membiarkan rakyat dalam modern slavery (perbudakan modern).
Para elite pemimpin bangsa itu bermimpi instan hidup ongkang-ongkang menyaksikan nikmatnya kapitalisme global yang mereka beri fasilitas mengeruk kekayaan alam negerinya dengan royalti Nol Persen.
Semua itu terjadi ketika rakyat tak berdaya di bawah tekanan apa yang disebut Azyumardi Azra sebagai "tirani mayoritas politik" (Kompas, 15/10/2020). Maka, muluslah apa yang diinginkan elite pemimipin.
Namun, untung semangat rasa percaya diri bangsa itu tidak padam total. Masih ada nyala  meski relatif kecil di cakrawala keindonesiaan yang luas, yang terekspresi dalam demonstrasi buruh dan mahasiswa. Karena itu, kita kutuk perusuh yang mencemarkan kemurnian perjuangan buruh dan mahasiswa. ***


Selanjutnya.....

PP Muhammadiyah Menemui Jokowi!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Sabtu 24-10-2020
PP Muhammadiyah Menemui Jokowi!
H. Bambang Eka Wijaya

PENGURUS Pusat (PP) Muhammadiyah Rabu (21/10/2020) menemui Presiden Joko Widodo di Istana, Jakarta, meminta pelaksanaan UU Cipta Kerja ditunda. Jokowi mengatakan terbuka menerima masukan dari berbagai pihak dan akan mengkajinya secara seksama.
PP Muhammadiyah terdiri dari Ketua Umum Muhammadiyah Haedar Nashir, Sekretaris Umum Abdul Mu'ti, Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Sutrisno Raharjo.
"Dalam pertemuan tersebut, Presiden Jokowi menjelaskan secara panjang lebar terkait latar belakang, materi, dan peran strategis dalam peningkatan ekonomi di Indoesia. Presiden juga menegaskan sikap dan pandangan terkait banyaknya kritik dari masyarakat," kata Abdul Mu'ti. (detiknews, 21/10)
"Terhadap kritik tersebut Presiden menegaskan posisinya yang tidak akan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu), tetapi membuka diri terhadap masukan dari berbagai pihak, termasuk kemungkinan merevisi UU Cipta Kerja yang bermasalah. Presiden mengakui komunikasi politik antara pemerintah dengan masyarakat terkait UU Cipta Kerja memang kurang dan perlu diperbaiki," kata Mu'ti.
Muhammadiyah mengapresiasi sikap Jokowi yang terbuka untuk berdialog dengan berbagai elemen masyarakat. Demi menciptakan situasi yang tenang, Muhammadiyah menyarankan agar Jokowi menunda pelaksanaan UU Cipta Kerja.
"Terkait UU Cipta Kerja, PP Muhammadiyah menyampaikan catatan dan masukan tertulis yang diserahkan langsung kepada Presiden. Untuk menciptakan situasi yang tenang dan kemungkinan perbaikan, PP Muhammadiyah mengusulkan agar Presiden menunda pelaksanaan UU Cipta Kerja sesuai peraturan yang berlaku. Di Indonesia terdapat beberapa UU yang ditunda pelaksanaannya karena berbagai alasan. Misalnya, kesiapan, penolakan dari masyarakat, dan sebagainya. Terhadap masukam tersebut, Presiden menyatakan akan mengkaji dengan seksama," ujar Mu'ti.
Mensesneg Pratikno sebelumnya menyampaikan pesan Presiden Jokowi dan naskah UU Cipta Kerja ke PP Muhammadiyah, PB NU dan MUI. Namun saat itu Pratikno tak bisa bertemu Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir karena sedang berada di luar kota.
"Pak Mensesneg mendatangi langsung Ketua Umum NU KH Said Agil Siradj di rumah beliau. Kemudian menuju kediaman Wakil Ketua Umum MUI Muhyiddin Junaidi," ujar Bey Machmudin, Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden.
Pemerintah sedang menjaring masukan pemangku kepentingan untuk menyusun berbagai peraturan turunan UU Cipta Kerja. ***



Selanjutnya.....

Upah Minimum 2021 Mungkin Turun!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Jumat 23-10-2020
Upah Minimum 2021 Mungkin Turun!
H. Bambang Eka Wijaya

BANTAHAN pemerintah terhadap hoaks yang menyebut Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dihapus di UU Cipta Kerja, tapi tetap seperti biasa, hanya  upah minimum sektoral yang dihapus, maka dipredilsi UMK 2021akan turun atau lebih rendah dari tahun 2020.
Menurut Wakil Ketua Dewan Penguapahan Nasional (Depenas) Adi Mahfudz, prediksi itu mempertimbangkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang masih terkontraksi minus akibat pandemi Covid-19.
"Bisa turun jika inflasi dan pertumbuhan ekonomi masih negatif, jika masih memberlakukan Peraturan Pemerintah (PP) 78 Tahun 2015," kata Adi.
Berdasar PP 78/2015, upah minimum tahun depan sebesar upah minimum tahun berjalan ditambah persentase pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Jika pertumbuhan ekonomi 5% dan inflasi tahun berjalan 3%, maka UMK naik 8%.
Sebaliknya, jika pertumbuhan ekonomi minus 2% dan deflasi 1,6%, maka UMK tahun berjalan justru dikurangi 3,6%.
Namun, realitasnya baik pertumbuhan ekonomi maupun indeks harga konsumen (IHK) yang mencatat inflasi/deflasi tidak seragam di semua kabupaten/kota. Dengan demikian para dewan pengupahan daerah harus jeli menetapkan UMK sesuai hasil survei biaya hidup layak setempat.
Jadi, kemungkinan UMK antardaerah akan bervariasi besarannya. Selaim itu, juga tidak semua perusahaan mengalami disrupsi, atau kesulitan. Tapi, ada juga perusahaan yang  justru selama pandemi ekspornya gemilang. Tentu, kemampuan perusahaan juga menjadi penentu kesepakatan UMK secara bipartite.
Untuk itu, menurut Adi, Depenas telah mengusulkan kepada Menteri Ketenagakerjaan untuk membuat peraturan menteri mengenai upah minimum 2021 dengan membuat tiga kriteria UMK, yakni pekerja yang terdampak Covid-19 dan yang tidak terdampak, serta yang ditetapkan berdasar kesepakatan bipartite.
Di sisi lain, Presiden Konfederasi Serokat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menuntut agar upah minimum 2021 tetap naik. Jika,upah minimum tidak naik pada 2021, KSPI menyebut aksi buruh akan semakin besar, selain memperjuangkan penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja. (Kompas.com, 20/10/2020)
Said Iqbal menilai pertumbuhan ekonomi yang minus selama Covid-19 tidak tepat dijadikan alasan. Sebab, bila upah minimum tidak naik, maka daya beli masyarakat akan semakin turun. Akibatnya, tingkat konsumsi anjlok. Ujungnya berdampak negatif terhadap perekonomian.
KSPI mengingatkan, tidak semua perusahaan mengalami kesulitan. Karena itu, kenaikan upah minimum dilakukan secara proporsipnal. ***



Selanjutnya.....

Defisit.APBN Melebar, Rp682 Triliun!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Kamis 22-10-2020
Defisit APBN Melebar, Rp682 Triliun!
H. Bambang Eka Wijaya

MENTERI Keuangan Sri Mulyani mengatakan, defisit APBN kian melebar. Akhir September 2020 mencapai Rp682,1 triliun atau setara 4,16% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Pemerintah memperkirakan kinerja pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun bakal mengalami kontraksi di kisaran minus 1,7% hingga minus 0,6%.
Tahun ini pemerintah sudah merevisi dua kali target defisit anggaran, dari yang sebelumnya 1,7% terhadap PDB dalam APBN 2020, menjadi 5,07% pada Perpres 54/2020. Kemudian berdasar Perpres 72/2020 target defisit direvisi menjadi 6,34%. Tahun depan defisit diperkirakan mencapsi 5,7%.
Untuk membiayai defisit itu dilakukan melalui peningkatan utang. Utang luar negeri Indonesia terhadap PDB sampai akhir Agustus 2020 mencapsi 38,5% dari PDB. Padahal sejak 2009 hingga bulan sebelumnya pada level 37%.
Defisit APBN pada akhir September itu setara dengan 65,6% dari target APBN dalam Perpres 72/2020 sebesar Rp1.039,2 triliun. Defisit APBN terjadi karena realisasi belanja negara lebih tinggi dibanding pendapatan negara.
Secara lebih rinci dalam paparannya Sri Mulyani menjelaskan, hingga akhir September pendapatan negara tercatat mencapai Rp1.159 triliun, turun 13,7% dibanding realisasi pada priode yang sama tahun lalu yakni Rp1.342,25 triliun.
Dalam Perpres 72 pemerintah merancang pendapatan negara bakal mencapai Rp1.699,9 triliun di akhir tahun. Realisasi pendapatan hingga akhir September itu setara 68,2% dari yang dirancang pemerintah.
Selain itu, Sri Mulyani mengungkap pemerintah telah menambah pembiayaan atau utang baru sebesar Rp810,8 triliun hingga akhir September 2020. Kenaikan pembiayaan tersebut mencapai 155,1% dibanding priode sama tahun lalu yang hanya Rp317,9 triliun.
Nilai pembiayaan utang tersebut mencapai 66,4% dari target dalam Perprea 72 sebesar Rp1.220 triliun. (Kompas.com, 19/10/2020)
Penarikan utang baru itu terdiri dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp790,6 triliun atau naik 139%. Selain itu ada juga pinjaman Rp20,1 triliun atau turun 259,5% dari priode sama tahun lalu.
Dari SBN yang diterbitkan pemerintah, yang telah dibeli Bank Indonesia (BI) dalam SKB I mencapai Rp61,63 triliun.
Sedangkan dalam SKB II atau burden sharing sebesar Rp320,81 triliun untuk public good, dan non-public good Rp91,13 triliun.
Total pembiayaan anggaran sampai akhir September Rp784,7 triliun atau naik 154,9% dari priode sama tahun lalu, 75,7% dari target Perpres 72 sebesar Rp1.039,2 triliun. ***









 
Selanjutnya.....

Mungkinkah MK Merilis 'Bom Waktu'?

Artikel Halaman 8, Lampung Post Rabu 21-10-2020
Mungkinkah MK Merilis 'Bom Waktu'?
H. Bambang Eka Wijaya

UU Nomor 19/2019 tentang KPK berusia satu tahun. Proses Uji Formil yang diajukan banyak pihak ke MK, belum satu pun mencapai tahap putusan. MK cermat dan komprehensif sekali, apa mungkin karena MK akan merilis 'bom waktu' putusan uji formil UU19/2019?
Tentu begitulah harapan para pemohon uji formil. Hal itu terungkap dalam diskusi bertajuk Refleksi Satu Tahun UU KPK Baru, di Jakarta, Sabtu.
Dalam diskusi itu mamtan komisioner KPK Laode M. Syarif mengatakan, "Kepada hakim-hakim konstitusi yang mulia, saya berharap mendengarkan hati nurani, mendengarkan pendapat masyarakat yang banyak dan tentunya melihat bukti-bukti yang telah kita sampaikan ke pengadilan." (Kompas.com, 17/10/2020)
Laode salah satu dari kelompok pemohon uji formil dan uji materi UU KPK. Kelompok Laode terdiri dari mantan  pimpinan  KPK, Agus Rahardjo dan Saut Situmorang.
Selain itu, gugatan juga dimohonkan 10 pegiat antikorupsi antara lain mantan pimpinan KPK Erry Riyana Hardjapamekas, Mochamad Jasin serta beberapa nama lain, Betty Alisjahbana, Ismid Hadad, dan Tini Hadad.
Uji formil UU No.19/2019 penting, karena UU ini merupakan langkah pertama pemerintah dan DPR membuat UU secara tertutup, mengesampingkan partisipasi publik. Jangankan kepada publik, bahkan kepada pemangku kepentingan langsung saja tidak dilibatkan sama sekali.
Seperti diungkap Laode, pimpinan KPK saat itu telah bersurat ke Presiden Joko Widodo untuk menjelaskan siksp, namun tidak digubris.
Pimpinan KPK juga sudah bertemu dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk memberikan masukan terkait draf revisi UU KPK. Namun, pimpinan KPK pulang dengan tangan hampa.
Selain itu, KPK juga tidak pernah diundang oleh DPR untuk diminta pendapstnya dalam proses pembahasan.
"Jadi betul-betul prosesnya sangat tertutup. Ketertutupannya itu sangat-sangat tertutup karena KPK sendiri tidsk mengerahui pasal mana yang diubah, semuanys yang kita ketahui hanya berdasarkan informadi media massa," kata Laode.
Jadi, apa pun hasilnya, uji formil terhadap UU No.19/2019 amat penting sebagai standar legalitas pembuatan UU dengan cara tertutup. Sebagai atandar, ia akan menentukan nasib sejumlah UU yang dibuat sesudahnya dengan cara yang sama.
Maka itu, apa pun putusan sembilan Hakim Konstitusi akan menjadi 'bom waktu' yang bisa membuat shock salah satu pihak. Kalau permohonan uji formil ditolak, para pemohon yang shock. Kalau permohonan dikabulkan dan UU dibatalkan, tebak siapa yang shock. ***



Selanjutnya.....

Tanpa Membaca Tolak UU Cipta Kerja!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Selasa 20-10-2020
Tanpa Membaca Tolak UU Cipta Kerja!
H. Bambang Eka Wijaya

DENGAN wajah kesal, Menko Matitim dan Investasi Luhut Panjaitan di layar televisi minta para pemrotes membaca Omnibus Law UU Cipta Kerja. "Jangan tanpa baca substansinya, tapi menolak UU Cipta Kerja," ujar Luhut.
Luhut dan para menteri menyebut isi UU Cipta Kerja baik untuk investasi, membuka lapangan kerja dan memberantas korupsi. Bahkan Bank Dunia juga memuji, UU Cipta Kerja membuat Indonesia kompetitif. Namun, buruh, mahasiswa, akademisi, pengurus MUI, dan aktifis lainnya tetap menolak UU Cipta Kerja.
Luhut benar, banyak penolak itu tanpa membaca substansi UU Cipta Kerja. Kalau disimak postingan kalangan penolak itu, saat RUU dalam pembahasan DPR, fokus mereka memang substansinya. Namun setelah 5 Oktober UU Cipta Kerja disahkan, fokus mereka beralih ke proses pembentukan UU-nya.
Salah satu contohnya penolakan dari Pusat Studi Hukum Tata Negara FH UI (14/10). Berdasarkan UU No.12 tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan UU No.15 tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3), secara tegas disebutkan dalam judul rilis, "RUU Cipta Kerja proses legislasi yang ugal-ugalan."
Selanjutnya PHST FH-UI menguraikan detail prosesnya dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan UU Cipta kerja yang tak sesuai dengan UU P3.
Pernyataan senada datang dari Dekan FH Unand, Busyra Azheri (Semangatnews, 13/10). Busyra menempatkan di tempat pertama dari tujuh masalah UU Cipta Kerja menurut dia. Yakni Law Making Process, pembentukannya banyak persoalan yang tidak sejalan dengan UU No.12 tahun 2011 jo. UU No.15 Tahun 2019, yang harus disertai naskah akademik (NA), proses transparan dan memperhatikan aspirasi publik.
Jadi, bagi para penolak UU Cipta Kerja, masalah utama bukan pada substansinya seperti waktu masih dalam pembahasan. Tapi setelah disahkan, fokusnya pada cara pembuatannya. Bisa saja isi dan tujuan UU-nya baik, tapi mereka fokus pada cara pembuatannya.
Tujuan yang baik harus dicapai dengan cara yang baik. Tujuan tidak menghalalkan cara. Itu prinsip yang dipegang teguh para akademisi serta pimpinan ormas seperti NU dan Muhammadiyah.
Penolakan UU Cipta Kerja bisa jadi sebagai puncak sikap kalangan akademisi menolak kecenderungan pemerintah dan DPR untuk jadi terbiasa menghalalkan cara dalam mencapai tujuan.
Harapan para penolak bukan lagi hanya membatalkan UU Cipta Kerja, tapi lebih jauh, agar pemerintah dan DPR menghentikan kebiasaan menghalalkan cara dalam mencapai tujuan. ***

Selanjutnya.....

Indonesia 10 Besar Dunia, Utangnya!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Senin 19-10-2020
Indonesia10 Besar Dunia, Utangnya!
H. Bambang Eka Wijaya

BANK Dunia pekan lalu merilis International Debt Statistik (IDS) 2021 yang menempatkan utang luar negeri Indonesia masuk 10 terbesar dunia negara berpendapatan rendah-menengah.
Dari laporan Bank Dunia (13/10/2020), Indonesia menempati posisi ke-7 daftar 10 negara berpendapatan rendah-menengah dengan utang luar negeri terbesar di dunia.
Posisi pertama ditempati RRT, ke-2 Brasil, 3. India, 4. Rusia, 5. Meksiko, 6. Turki, 8. Argentina, 9. Afrika Selatan, 10. Thailand. Posisi utang luar negeri yang dicatat Bank Dunia dalam IDS 2021 itu utang sampai tahun  2019.
Dalam catatan Bank Dunia, posisi utang luar negeri Insonesia pada 2019 mencapai 402,08 miliar dolar AS atau sekitar Rp5.940 triliun pada kurs Rp14.775.
Angka tersebut naik tipis (5,9%) dari posisi 2018 yakni 379,58 miliar dolar AS dengan nominal nilai tukar yang sama.
Namun, bila posisi utang luar negeri Indonesia 2019 dibandingkan 10 tahun sebelumnya yakni 2009 ada peringatan hingga 124%. Adapun posisi utang luar negeri pada 2009 sebesar 179,40 miliar dolar AS atau sekitar Rp2.605 triliun (dengan kurs saat ini).
Bank Dunia mencatat rasio utang luar negeri Indonesia tahun 2019 terhadap ekspor 194%. Sementara, rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 37%. Rasio utang luar negeri Indonesia terhadap PDB dari tahun ke tahun memang di sekitar level tersebut, yakni 2009 34%, 2015 37%, 2016 35%, 2017 36%, dan 2018 37%.
Dari total utang luar negeri Indonesia tahun 2019 lebih didominasi oleh utang jangka panjang yakni mencapai 354,54 miliar dolar AS atau Rp5.238 triliun. Sementara utang luar negeri jangka pendek hanya 44,79 miliar dolar AS atau Rp661 triliun.
Secara keseluruhan utang luar negeri ke 10 negara itu di luar RRT sebesar 3,6 triliun dolar AS atau sekitar Rp53.284 triliun. Ini, 60% dari total utang luar negeri seluruh negara berpendapatan rendah-menengah.
Daftar 10 negara pendapatan rendah-menengah dengan utang sebesar:
1. RTT 2,1 triliun dolar AS, 2. Brasil 569,39 miliar dolar, 3. India 560,03 miliar dolar, 4. Rusia 490,72 miliar dolar, 5. Meksiko  469,72 miliar dolar, 6. Turki 440,78 miliar dolar, 7. Indonesia 42,08 miliar dolar, 8. Argentina 279,30 miliar dolar, 9. Afrika Selatan, 268,10 miliar dolar,10. Thailand 180,23 miliar dolar. (detikfinance, 14/10)
Sementara BI melaporkan, total utang luar negeri Indonesia sampai akhir Juli 2020 sebesar 409,7 miliar dolar AS atau Rp6.063,56 triliun dengan kurs Rp14.800 per dolar AS. ***
,



Selanjutnya.....

2 Penemu 'Gunting Gen' Raih Hadian Nobel Kimia!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Minggu 18-10-2020
2 Penemu 'Gunting Gen'
Raih Hadiah Nobel Kimia!
H. Bambang Eka Wijaya

DUA ilmuwan perempuan penemu "gunting gen (DNA)" meraih Hadiah Nobel bidang Kimia 2020. Mereka, Emmanuelle Charpentier dari Max Planck Unit for the Science of Pathogens, Berlin, Jerman, dan Jennifer A. Doudna dari University of California, Berkeley, AS.
Keduanya tokoh di balik teknologi modifikasi gen termaju saat ini, CRISPR/Cas9.
CRISPR juga disebut "gunting gen" atau gunting kode kehidupan. Teknologi ini membantu para ilmuwan mengubah DNA hewan, tanaman, dan mikroorganisme dengan presisi yang sangat tinggi dan hanya dalam hitungan minggu.
Gen adalah satu unit keturunan pada semua makhluk yang merupakan suatu segmen DNA pembawa informasi yang mengatur berbagai fungsi biokimia fisiologis pembentuk karakter organisme.
Temuan gunting gen ini juga membuka peluang bagi terapi kanker, HIV, dan penyakit-penyakit genetik lainnya.
DNA itu seperti buku petunjuk untuk menelusuri kehidupan 'planet' (tubuh kita). Sedangkan CRISPR/Cas9 membantu menentukan wilayah dalam materi genetik.
Penentuan wilayah materi genetik membantu para ilmuwan mengubah dan melumpuhkan gen tertentu atau memasukkan materi genetik baru di wilayah yang telah ditentukan tersebut.
Cas9 itu sejenis protein yang dimodifikasi, bertindak seperti gunting yang bisa memotong bagian untai DNA.
CRISPR adalah singkatan dari clustered regularly interspaced short palindromic repests, yakni urutan DNA berulang dalam gen.
"Doudna dan Charpentier menunjukkan CRISPR bekerja seperti gunting yang dapat ditargetkan untuk memotong urutan DNA tertentu," kata Andrew Holland, asisten profesor di Departemen Biologi Molekuler dan Genetika di sekolah kedokteran Johns Hopkins.
"Setelah pemotongan dilakukan, kode DNA memungkinkan untuk diubah. Ini memungkinkan para ilmuwan  mengubsh kode DNA dengan menargetkannya sehingga bisa memahami dan mengobati penyakit genetik," jelas Andrew. (SainsKompas, 8/10/2020)
CRISPR/Cas9 telah dilakukan di hampir semua organisne, termasuk tumbuhan, mikroba, hewan, dan manusia.
"Apa yang dilakukan sistem adalah dapat mengenali gen spesifik tertentu dan memperbaiki mutasi. Kita bisa melakukan copy paste atau beberapa pengeditan seperti mengedit teks. Sistem bisa mengedit genom dan mengubah properti gen," ujar Charpentier.
Tak berlebihan, teknologi yang muncul dari temuan Doudna dan Charpentier telah merevolusi bidang kedokteran klinis, kata Jessica Downs, wakil kepala Divisi Biologi Kanker di Institute of Cancer Resesrch, Inggris. ***

Selanjutnya.....

Semua Bilang, Silahkan ke MK! Ada Apa?

Artikel Halaman 8, Lampung Post Sabtu 17-10-2020
Semua Bilang, Silahkan ke MK! Ada Apa?
H. Bambang Eka Wijaya

"SEMUA pejabat tinggi, dari presiden, menko polhukam, menko perekonomian, pimpinan DPR, senada berkata, "Kalau tak puas dengan UU ini silahkan judicial review ke MK!" tukas Umar. "Ada apa, terkesan para pejabat itu amat percaya diri saat menyebut MK?"
"Mungkin karena pemerintah dan DPR baru selesai merevisi UU MK, disahkan 1 September di sela pembahasan Omnibus Law," jawab Amir. "Dalam revisi UU MK itu, masa jabatan hakim MK diperpanjang tiga kali lipat dari lima tahun menjadi 15 tahun atau maksimum usia 70 tahun."
"Pantas pemerintah dan DPR amat percaya diri MK mereka jadikan andalan dalam menghadapi judicial review UU yang mereka buat secara kilat dan kontroveraial, mulai Revisi UU KPK, UU Minerba, UU Dana Covid, hingga terakhir Omnibus," timpal Umar.
"Tapi aku tak yakin, moralitas para hakim MK semurahan itu. Hanya dengan perpanjangan masa jabatan siap menjadi benteng penghadang mementahkan judicial review segala UU kontroversial," timpal Amir.
"Atau mungkin ada hal lain lebih telak dalam revisi UU MK itu, hingga pemerintah dan DPR begitu yakin mengesahkan UU yang belum diketik naskah finalnya," kejar Umar.
"Kayaknya itu terkait perubahan pasal 59 ayat (2) UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang MK, yang setelah direvisi menjadi UU Nomor 7 Tahun 2020, ayat (2) tersebut dihapus," jawab Amir.
"Bagaimana bunyi ayat (2) itu?" kejar Umar.
"Bunyi ayat yang dihapus itu, 'Jika diperlukan perubahan terhadap undang-undang yang telah diuji, DPR atau Presiden segera menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan peraturan perundang-undangan," ujar Amir.
"Itu dia!" entak Umar. "Pemerintah dan DPR dalam merevisi UU MK telah mengunci meski judicial review disetujui MK, DPR dan pemerintah tak ada lagi kewajiban untuk menindaklanjutinya. Akibatnya, orang yang euforia gugatannya dikabulkan MK, ujungnya terkecoh tak ada jaminan putusannya dilaksanakan."
"Sepintas begitu," timpal Amir. "Tapi kalau pemerintah dan DPR jadi percaya diri dengan revisi UU MK yang dilakukannya bisa mengunci putusan MK tak perlu mereka tindaklanjuti, jelas mereka keliru," tegas Amir. "Karena putusan MK final dan mengikat."
"Apa arti final dan mengikat itu?" potong Umar.
"Putusan MK itu final dan mengikat berarti putusan MK itu yang berlaku menjadi pasal atau ayat baru UU menggantikan yang di-judicial review," jelas Amir. "Sehingga, perubahan bunyi UU bukan berdasar tindak lanjut pemerintah dan DPR!" ***

Selanjutnya.....

Membuat UU Ibadah, Ada Rukunnya!

Artikel Halaman 8. Lampung Post Kamis 15-10-2020
 Membuat UU Ibadah, Ada Rukunnya!
H. Bambang Eka Wijaya
"APAKAH membuat UU itu bisa sesuka-suka pemerintah dan DPR, sehingga substansinya tak sesuai dengan harapan masyarakat dan menuai banyak penolakan?" tanya Umar.
"Membuat UU itu ibadah, bahkan ibadah berjamaah yang prosesnya wajib melibatkan jemaah, dan hasilnya juga untuk kemaslahatan semua jemaah," jawab Amir. "Sebagai ibadah, tentu ada rukunnya."
"Salah satu rukun itu bentuknya mungkin seperti orang mau salat, harus bersuci atau berwudhu, mengambil air sembahyang. Kalau tak ada wudhu atau wudhunya batal, salatnya tidak sah?" kejar Umar.
"Betul. Wudhu itu prasyarat sahnya salat! Dalam membuat UU, prasyarat atau rukunnya harus mengikuti ketentuan UU nomor 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perindang-undangan," jawab Amir. "Kalau tidak dilakukan sesuai rukunnya, karena tidak memenuhi prasyarat yang sifatnya mutlak, maka secara prinsip UU yang dibuat batal demi hukum."
"Bagaimana kalau faktanya pembuat UU memaksakan kehendak bahwa UU-nya yang tak sempurna rukunnnya itu harus dipatuhi, adanya penolakan dan perbedaaan pendapat dinyatakan sebagai hal wajar." kejar Umar.
"Kalau membuat UU itu sebagai ibadah, seperti orang salat ketika batal wudhunya ia dengan jujur menyadarinya dan memperbaiki wudhunya," jelas Amir. "Apalagi kalau ia imam, saat batal ngotot melanjutkan salatnya, salat seluruh jemaah jadi korban. Akibatnya upaya yang dilakukan dengan UU itu akan sia-sia."
"Berarti tetap lebih baik imam itu jujur, kalau batal lakukan yang semestinya. Honesty is the best policy," timpal Umar. "Bagaimana dengan pernyataan perbedaan itu hal wajar?"
"Harus dilihat dengan jujur pula, perbedaan seperti apa?" sambut Amir. "Kalau sekadar perbedaan tafsir, berbeda sisi pandang, tapi relatif tolerabel dan tidak merugikan sesuatu pihak secara permanen, perbedaannya wajar. Tapi kalau perbedaannya bersifat prinsip, bahkan berpotensi merugikan sesuatu pihak secara permanen turun-temurun, demi pemaksaan kehendak perbedaan itu dinyatakan wajar, jelas itu klise."
"Bahkan selain kesesuaian pendapat semua pihak dalam bentuk suatu permufakatan, keselarasan jiwa sebuah UU dengan konstitusi, merupakan syarat mutlak juga," timpal Umar.
"Memang, harus sesuai konstitusi yang berasaskan Pancasila. Berkemanusiaan yang adil dan beradab, tidak merendahkan martabat bangsa sendiri untuk berlutut dan bertuan pada bangsa lain yang didaulat sebagai tuan besar pemodal," tegas Amir. "Yang terbaik, semua ibadah dilakukan sesuai rukunnya." ***



Selanjutnya.....

Membuat UU Ibadah, Ada Rukunnya!

Artikel Halaman 8. Lampung Post Kamis 15-10-2020
 Membuat UU Ibadah, Ada Rukunnya!
H. Bambang Eka Wijaya

"APAKAH membuat UU itu bisa sesuka-suka pemerintah dan DPR, sehingga substansinya tak sesuai dengan harapan masyarakat dan menuai banyak penolakan?" tanya Umar.
"Membuat UU itu ibadah, bahkan ibadah berjamaah yang prosesnya wajib melibatkan jemaah, dan hasilnya juga untuk kemaslahatan semua jemaah," jawab Amir. "Sebagai ibadah, tentu ada rukunnya."
"Salah satu rukun itu bentuknya mungkin seperti orang mau salat, harus bersuci atau berwudhu, mengambil air sembahyang. Kalau tak ada wudhu atau wudhunya batal, salatnya tidak sah?" kejar Umar.
"Betul. Wudhu itu prasyarat sahnya salat! Dalam membuat UU, prasyarat atau rukunnya harus mengikuti ketentuan UU nomor 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perindang-undangan," jawab Amir. "Kalau tidak dilakukan sesuai rukunnya, karena tidak memenuhi prasyarat yang sifatnya mutlak, maka secara prinsip UU yang dibuat batal demi hukum."
"Bagaimana kalau faktanya pembuat UU memaksakan kehendak bahwa UU-nya yang tak sempurna rukunnnya itu harus dipatuhi, adanya penolakan dan perbedaaan pendapat dinyatakan sebagai hal wajar." kejar Umar.
"Kalau membuat UU itu sebagai ibadah, seperti orang salat ketika batal wudhunya ia dengan jujur menyadarinya dan memperbaiki wudhunya," jelas Amir. "Apalagi kalau ia imam, saat batal ngotot melanjutkan salatnya, salat seluruh jemaah jadi korban. Akibatnya upaya yang dilakukan dengan UU itu akan sia-sia."
"Berarti tetap lebih baik imam itu jujur, kalau batal lakukan yang semestinya. Honesty is the best policy," timpal Umar. "Bagaimana dengan pernyataan perbedaan itu hal wajar?"
"Harus dilihat dengan jujur pula, perbedaan seperti apa?" sambut Amir. "Kalau sekadar perbedaan tafsir, berbeda sisi pandang, tapi relatif tolerabel dan tidak merugikan sesuatu pihak secara permanen, perbedaannya wajar. Tapi kalau perbedaannya bersifat prinsip, bahkan berpotensi merugikan sesuatu pihak secara permanen turun-temurun, demi pemaksaan kehendak perbedaan itu dinyatakan wajar, jelas itu klise."
"Bahkan selain kesesuaian pendapat semua pihak dalam bentuk suatu permufakatan, keselarasan jiwa sebuah UU dengan konstitusi, merupakan syarat mutlak juga," timpal Umar.
"Memang, harus sesuai konstitusi yang berasaskan Pancasila. Berkemanusiaan yang adil dan beradab, tidak merendahkan martabat bangsa sendiri untuk berlutut dan bertuan pada bangsa lain yang didaulat sebagai tuan besar pemodal," tegas Amir. "Yang terbaik, semua ibadah dilakukan sesuai rukunnya." ***



Selanjutnya.....

Sistem Daring Bisa Mencegah Korupsi?

Artikel Halaman 8, Lampung Post Rabu 14-10-2020
Sistem Daring Bisa Mencegah Korupsi?
H. Bambang Eka Wijaya

"BUNG Amir, belakangan ini para pejabat ramai menyatakan sistem daring (online) dalam implementasi suatu undang-undang akan mencegah korupsi. Menurut Anda bagaimana?" tanya Umar.
"Menurut saya tergantung moral manusianya terkait undang-undang maupun teknologinya," jawab Amir. "Kalau moral manusianya baik, tanpa undang-undang maupun teknologi yang canggih itu, ia tidak akan korupsi. Tapi kalau moral manusianya buruk, ada undang-undang yang sanksinya berat dengan teknologi canggih pun, akan tetap cari cara untuk korupsi."
"Berarti Anda menyatakan para pejabat yang berkoar-koar bahwa hadirnya UU itu dengan peranti teknologi online-nya menjamin bebas korupsi itu bohong belaka?" kejar Umar.
"Soal bohong atau tidak, itu urusan sejarah yang akan membuktikannya," jawab Amir. "Apalagi kalau pernyataan itu diberitakan media online, jejak digitalnya bisa hadir lebih cepat. Seperti pernyataan pejabat sebelumnya, bisa dicari jejak digitalnya, betul atau dusta."
"Terlalu lama menunggu jejak digitalnya," sela Umar. "Contoh kasus sebagai pembuktian, mungkin bisa memberi gambaran."
"Kalau pembuktian lewat contoh kasus, tak usah berputar jauh-jauh sudah tersedia," jawab Amir. "Baik itu dalam tender maupun perencanaan pakai sistem online."
"Huahaha..., aku jadi ingat," sambut Umar terbahak. "Untuk perencanaan anggaran kasus lem aibon yang ditemukan Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta, yang setelah didalami ICW nilai anggaran lem aibon yang dianggarkan mencapai sebesar Rp126 miliar."
"Itu dia, perencanaan sistem online masih bisa menyelundupkan lem aibon sampai Rp126 miliar, mau mengelem apa mereka pakai lem sebanyak itu?" tukas Amir. Sedangkan korupsi lewat tender online, ditemukan pada proyek pengadaan UPS, cadangan daya komputer di sekian ratus sekolah DKI Jakarta."
"Betul, waktu itu yang membongkar Gubernur Ahok sendiri," timpal Umar.
"UPS di pasar seharga Rp200 juta per unit, lewat tender online jadi Rp4 miliar per unit. Total korupsinya sekali pukul Rp12,1 triliun," lanjut Amir.
Tapi mungkin sudah ada teknokogi mutakhir, seperti Artificial Intelligent (AI) yang bisa diprogram antikorupsi," ujar Umar.
"Teknologi mutakhir itu memang ada," jawab Amir. "Tapi terkait korupsi, tetap tergantung pada moralitas "the man behind the gun"! Jika tak tergantung moralitas manusia lagi, KPK bisa dibubarkan diganti teknologi."
"Kok para pejabat obral pernyataan begitu?" tukas Umar.
"Itu wishful thinking!" tegas Amir. "Angan-angan harapannya." ***







Selanjutnya.....

KUR Pertanian Capai Rp37,6 Triliun!

Artikel Halaman 8, Lampung PostvSelasa 13-10-2020
KUR Pertanian Capai Rp37,6 Triliun!
H. Bambang Eka Wijaya

PENYALURAN Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk sektor pertanian sampai pekan lalu telah mencapai Rp37,6 triliun. Jumlah itu 75% dari target sampai akhir 2020 sebesar Rp50 triliun. Untuk KUR tersebut pemerintah memberikan  subsidi bunga 6% hingga Desember 2020.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian Sarwo Edhy dalam Webinar mengenai Pangan Nasional, Minggu (11/10) mengatakan, pembiayaan tersebut digunakan petani untuk mengembangkan budidaya atau mengerjakan bisnis lainnya yang berkaitan di bidang pertanian.
Penyaluran KUR tersebut telah dinikmati petani di berbagai subsektor. Antara lain, tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, peternakan, kombinasi pertanian/perkebunan dengan peternakan, serta jasa pertanian.
"Jadi ada permodalan dari Kementan yang ditugaskan dengan memanfaatkan dana KUR," kata Sarwo dikutip Kompas.com (12/10).
Ia menambahkan, selain penyaluran KUR, upaya untuk mendorong produktivitas juga dilakukan melalui pupuk bersubsidi dan pemberian benih unggul bermutu. Khususnya pada tanaman padi, sehingga diharapkan terjadi peningkatan produksi saat panen.
"Kami juga beri bantuan benih, sehingga padi-padi lokal yang biasa ditanam oleh petani dengan produktivitas 3-4 ton per hektar, menjadi benih padi unggul bermutu diharapkan bisa di atas 6 ton per hektar," tambah Sarwo.
Berbagai bantuan ke sektor pertanian itu sangat penting mengatasi gejala involusi pertanian yang semakin tajam. Involusi pertanian adalah beban tanah pertanian yang semakin sempit (dan tenaga petani yang semakin sedikit) memikul kebutuhan pangan jumlah penduduk yang semakin besar.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sejak tahun 1990-2018 kontribusi pertanian terhadap produk domestik bruto (PDB) turun drastis dari 22,09% menjadi sekitar 13%. Serapan tenaga kerja untuk sektor pertanian juga turun tajam dari 55,3% menjadi 31% pada priode sama.
Upaya meningkatkan produktivitas erat kaitannya dengan peningkatan kesejahteraan petani. Pasalnya, ketika ekonomi Indonesia priode lima tahun terakhir tumbuh 5%, sektor pertanian hanya mampu tumbuh 3%.
Involusi dalam arti luas (lahan dan tenaga tani mengecil) itu disebabkan alihfungsi lahan dan irbanisasi yang pesat. Tanpa diimbangi upaya memperkuat sektor pertanian dan memikat tenaga kerja baru, dalam jangka panjang bisa terjadi krisis pangan.
Jadi, upaya mengatasi alihfungsi lahan dan urbanisasi harus menyertai bantuan ke sektor pertanian. ***


Selanjutnya.....

Omnibus Persempit Otonomi Daerah!

Artikel Halaman 6, Lampung Post Senin 12-10-2020
Omnibus Persempit Otonomi Daerah!
H. Bambang Eka Wijaya

KETUA Badan Legislasi DPR RI Supratman Andi Atgas di talk show Kompas TV (7/10) berkata, inti Omnibus Law UU Cipta Kerja memangkas semua aturan perizinan yang ada.
Semua diringkas dalam perizinan yang diproses dengan kesesuaian tata ruang, di darat oleh kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), di kawasan hutan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), di laut oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Dengan kewenangan proses perizinan untuk investasi ditarik ke pusat, Haris Azhar dari civil society di talk show itu nyeletuk, dengan itu nantinya Pemda-Pemda cuma jadi centeng penjaga proyek investasi pusat di daerah mereka. Karena kewenangan Pemda mengelola perizinan sudah dipangkas dan ditarik UU Cipta Kerja ke pusat.
 Mengenai pemangkasan wewenang Pemda dalam perizinan itu, detiknews (7/10) melaporkan Omnibus Law UU Cipta Kerja telah nyata-nyata mereduksi hak otonomi seluas-luasnya yang diberikan kepada pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten berdasarkan Pasal 18 ayat (5) UUD 1945. Seperti pemangkasan beberapa kewenangan yang dimiliki pemerintah daerah (provinsi, kabupaten/kota), di antaraanya sebagai berikut:
Hilangnya kewenangan memproses dan menerbitkan analisis mengenai dampak lingkungan hidup (amdal) dan izin lingkungan (Pasal 22). Hilangnya konsultasi penentuan wilayah potensial minyak dan gas bumi (Pasal 40). Dipangkasnya kewenangan ketenagalstrikan (Pasal 42). Hilangnya kewenangan memberikan persetujuan kawasan ekonomi khusus (Pasal 150).
Dari materinya UU Cipta Kerja mengarah ke praktik resentralisasi. Hal ini bertentangan dengan semangat reformasi yang memberlakukan desentralisasi dan otonomi daerah. Sekaligus, otomomi daerah yang seluas-luasnya sebagai amanat konstitusi (UUD 1945 Pasal 18 ayat (5), oleh Omnibus Law dipersempit.
Kenapa pemetintah daerah menjadi sasaran pemangkasan wewenang dalam UU Cipts Kerja? Karena, Omnibus Law merupakan resultante dari masalah yang dihadapi sejak kepresidenan priode pertama Jokowi. Timbunan perda menghambat investasi.
Karena itu, 2015 Presiden menyuruh Mendagri membatalkan ribuan perda. Tapi keputusan Mendagri membatalkan 3.143 Perda itu dibatalkan MK lewat putusan 237/PUU-XIII/2015. Seiring itu, 16 paket kebijakan mengundang investasi kurang berhasil menarik investor.
Maka itu, Omnibus Law menjadi andalan menyingkirkan tumpukan kendala lama di pemda. Tapi entah untuk apa, masa tugas hakim MK diperpanjang jadi 15 tahun. ***





Selanjutnya.....

Bukti Baru, Vitamin D Tekan Kematian Covid!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Minggu 11-10-2020
Bukti Baru, Vitamin D
Tekan Kematian Covid!
H. Bambang Eka Wijaya

SEBUAH studi menghasilkan bukti baru, orang dengan tingkat Vitamin D yang cukup dalam tubuhnya cenderung memiliki risiko kematian yang lebih rendah ketika dirawat di rumah sakit karena Covid-19.
Menurut Medical News Today yang diterbitkan jurnal PLOS ONE, para peneliti dari Universitas Boston, AS, mengamati sampel darah dari 235 pasien yang dirawat di rumah sakit dengan Covid-19.
Peneliti mengamati para pasien, mulai dari hasil perawatan, pelacakan gejala, termasuk tingkat keparahan infeksi mereka, apakah mereka menjadi hipoksia (kekurangan oksigen), dan apakah mereka selamat dari Covid-19.
Pasien dengan tingkat vitamin D yang cukup dalam tubuhnya, tampak memiliki efek perlindungan lebih terhadap virus corona.
Mereka yang memiliki kadar 25-hidroksivitamin D dalam darah (prakondisi yang diproduksi di hati yang digunalkan dokter untuk menentukan kadar vitamin D) mimal 30 mg/mL memiliki peluang yang sangat rendah untuk kehilangan kesadaran, hipoksia, atau bahkan sekarat.
Dalam darah mereka juga menunjukkan tingkat protein C-reaktif yang lebih rendah (pertanda inflamasi) dan tingkat limfosit sel kekebalan yang lebih tunggi.
Pada pasien yang berusia lebih dari 40, peneliti menemukan bahwa pasien yang cukup vitamin D memiliki kemungkinan 51,5% lebih kecil untuk meninggal karena penyakit Covid-19, dibanding mereka yang kekurangan vitamin D.
"Studi ini memberikan bukti langsung kecukupan vitamin D dapat mengurangi komplikasi, termasuk badai sitokin (pelepasan terlalu banyak protein ke dalam darah yang terlalu cepat), dan pada akhirnya menurunkan risiko kematian akibat Covid'19," kata penulis penelitian Dr. Michael F. Holick dikutip SainsKompas (2/10/2020).
"Karena kekurangan vitamin D terjadi pada anak-anak dan orang dewasa seluruh dunia, terutama pada musim dingin, sangatlah bijaksana bagi setiap orang yang mengonsumsi suplemen vitamin D untuk mengurangi risiko terinfeksi dan mengalami komplikasi Covid-19," imbuhnya.
Kabar baiknya, vitamin D dibuat dalam tubuh kita saat terpapar sinar matahari.
Orang dengan warna kulit lebih gelap perlu menghabiskan waktu lebih lama di bawah sinar matahari, dibandingkan dengan orang berkulit pucat untuk mendapatkan tingkat vitamin D yang cukup.
Horlick dan tim menemukan bahwa kecukupan vitamin D bisa mengurangi risiko tertular Vovid-19 hingga 54%. Mereka percaya vitamin D memberi perlindungan terhadap penyakit saluran pernapasan atas lainnya, seperti influenza. ***


Selanjutnya.....

Indonesia Menggugat 1930 -- 2020!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Sabtu 10-10-2020
Indonesia Menggugat 1930 -- 2020!
H. Bambang Eka Wijaya

PADA Desember 1930 di depan pengadilan kolonial Bung Karno menyampaikan pleidoi yang terkenal dengan Indonesia Menggugat. Intinya, kapitalisme dari yang kuno hingga yang modern menindas rakyat karena itu harus diusir dari bumi pertiwi.
Ironisnya pada 2020, dipelopori partai yang besar berkat mengglorifikasi nama Bung Karno, membuat UU yang memfasilitasi masuknya kembali kapitalisme (investor asing) ke Indonesia yang sudah merdeka berkat pengorbanan Bung Karno dan para pejuang. Akibatnya kini bangkit perlawanan rakyat untuk mencegah kembalinya kapitalisme modern menindas bangsa.
Mengenai pergerakan rakyat itu Bung Karno menegaskan dalam Indonesia Menggugat, "Pergerakan lahir adalah alamiah karena penderitaan rakyat yang tak tertahankan."
Berikut kutipan langsung Indonesia Menggugat pada bagian yang menegaskan kapitalisme sebagai musuh yang harus diusir dari bumi pertiwi kita.
"Dan bukan saja di dalam dua macam itu imperialisme bisa kita bagikan,--imperialisme juga bisa kita bagikan dalam imperialisme-tua dan imperialisme-modern. Bukankah besar bedanya imperialisme-tua bangsa Portugis dan Spanyol atau East India Company Inggris atau Oost Indische Compagnie Belanda dalam abad ke 16, 17 dan 18 -- dengan imperialisme-modern yang kita lihat dalam abad ke-19 atau 20, imperialisme-modern yang mulai menjalar ke mana-mana sesudah kapitalisme-modern bertakhta kerajaan di Benua Eropa dan di benua Amerika Utara.
"Imperialisme-modern, --imperialisme-modern yang kini merajalela di seluruh benua dan kepulauan Asia dan yang kini kami musuhi itu, -- imperialisme-modern itu adalah anak kapitalisme-modern. Imperialisme modern pun sudah mempunyai perpustakaan,--tetapi belum begitu terkenal di dalam arti-artinya dan rahasia-rahasianya sebagai soal kapitalisme. Imperialisme-modern itu, oleh karenanya, Tuan-Tuan Hakim, mau kami dalilkan artinya agak lebar sedikit dari buku-buku satu dua. Kami tidak akan mendalilkan buku Sternberg "Der Imperialismus" yang "kering".
Jelas, musuh perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia, utamanya Bung Karno dan para pejuang generasinya adalah kapitalisme dan turunannya imperialisme-modern.
Dalam hal ini Bung Karno tegas menolak kapitalisme modern karena hanya menjadikan bangsa kita sebagai bangsa kuli, kuli dari bangsa-bangsa lain.
Karena itu, kalau kini kita justru mengundang kapitalisme untuk kembali dipertuan, jelas merupakan pengkhianatan terhadap Bung Karno dan para pejuang kemerdekaan. ***






Selanjutnya.....

Lewat Demokrasi Membangun Tiran!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Jumat 09-10-2020
Lewat Demokrasi Membangun Tiran?
H. Bambang Eka Wijaya

MASALAH utamanya, pemerintah dan DPR dalam membuat Undang-Undang cenderung mengesampingkan serta menghindari partisipasi rakyat (publik). Terkesan, lewat proses demokrasi justru membangun tiran absolut yang lepas dari kontrol publik.
Kesan demikian tentu naif. Tapi gejala pemerntah dan DPR) menjurus ke perilaku tiran absolut itu justru kian menguat.
Artinya, kalau memang tidak ke arah sana tujuan sebenarnya, belum terlambat jika pemerintah dan DPR segera mengoreksi sendiri langkahnya itu. Lain hal tentu, kalau hal itu memang sudah merupakan suatu ketetapan hati.
Gejala pemerintah dan DPR menghindari partisipasi publik dalam membuat UU itu terlihat sejak revisi UU KPK. Sedangkan gelagat tersebut menjurus ke pembentukan tiran, terkesan dari perubahan orientasi substansi UU KPK.
KPK sebagai lembaga negara independen buah reformasi merupakan turunan dari Tap MPR tentang kontrol terhadap korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) Presiden, keluarga dan kroninya.
Bertolak dari perubahan KPK sebagai bagian yudikatif sebagaimana dimakdud Pasal 24 Ayat (3) UUD 1945, sesuai putusan MK 012-016-019/PUU-IV/2006, menjadi bagian eksekutif sesuai keinginan DPR untuk mempansuskan KPK, melalui putusan MK 36/PUU-XV/2017. Saat revisi UU-nya, KPK ditempatkan di bawah kekuasaan presiden.
Jadi, KPK yang semula dilahirkan untuk mengontrol KKN presiden, keluarga dan kroninya, lewat revisi malah ditempatkan di bawah kaki presiden. Presiden Jokowi tampak risih dengan hasil revisi UU KPK yang dikebut tertutup dari publik itu, hingga ia tak mau tanda tangan UU tersebut. Tapi kadung disahkan, hingga kepada desepuh bangsa ia janji akan membuat Perppu membatalkan revisi UU itu..
Tapi Jokowi tak keberatan pada oknum-oknum pemerintah dan DPR pembuat UU yang ngebut tanpa partisipasi publik itu. Maka berlanjutlah pola tersebut pada pembuatan UU selanjutnya.
UU  Minerba (Mineral dan Batubara), dikebut tanpa partisipasi publik karena mengejar waktu matinya sejumlah izin pertambangan batubara milik oligarki kalau tak ada UU baru.
Terakhir Omnibus Law UU Cipta Kerja. Bukan partisipasi dukungan prosesnya, tapi justru protes sari segala penjuru yang bidangnya diutak-atik Omnibus Law. Setelah disahkan disambut mogok nasional buruh selama tiga hari, dan demo mahasiswa seantero negeri.
Sampai situ, pemerintah dan DPR sebaiknya menimbang langkahnya yang menjurus tiran menyakiti rakyat itu. Kalau tidak, relakan terekam sejarah sebagai rezim totaliter. ***








Selanjutnya.....

Kapitalisme Gagal, RI.Malah Memaksa!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Kamis 08-10-2020
Kapitalisme Gagal, RI Malah Memaksa!
H. Bambang Eka Wijaya

PAUS Fransiskus dalam Surat Ensiklik, Minggu (AP, 4/10) mengatakan, pandemi virus corona telah membuktikan bahwa "teori ajaib" tentang kapitalisme telah gagal dan bahwa dunia membutuhkan jenis politik baru yang mendorong dialog dan solidaritas.
Ironisnya, pemerintah dan DPR RI malah memaksakan sistem kapitalisme yang telah terbukti gagal itu dengan merubah ribuan pasal UU yang sesuai dengan dasar negaranya ke dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang fokus menguntungkan kapitalis tapi merugikan dan menyengsarakan rakyatnya sendiri terutama kaum buruh.
Dalam suratnya yang merupakan ajaran untuk para Uskup Katolik itu, Paus Fransiskus mengutip hilangnya jutaan pekerjaan yang parah akibat virus sebagai bukti perlunya para politisi mendengarkan gerakan populer (rakyat), serikat pekerja dan kelompok yang terpinggirkan dan untuk membuat kebijakan sosial dan ekonomi yang lebih adil.
"Kerapuhan sistem dunia dalam menghadapi pandemi telah menunjukkan bahwa tidak semuanya dapat diselesaikan dengan kebebasan pasar," tulis Paus. (Kompas.com, 4/10/2020)
"Sangat penting untuk memiliki kehijakan ekonomi proaktif yang diarahkan pada mempromosikan ekonomi yang mendukung keragaman produktif dan kreativitas bisnis serta memungkinkan untuk menciptakan lapangan kerja dan tidak memotong (PHK)," tulisnya.
Paus mengulangi kritiknya terhadap sistem ekonomi global yang "jahat", yang secara konsisten membuat orang miskin terpinggirkan sambil memperkaya segelintir orang.
Dari pandangan Paus Fransiskus itu mungkin yang paling tepat dilakukan pemerintah dan DPR adalah membuka dialog lebih luas dengan berbagai unsur masyarakat sebagai proses sosialisasi substansi UU yang selama ini cenderung masih kurang.
Seiring dengan dialog, solidaritas pemerintah dan DPR terhadap penderitaan kaum buruh di bawah tekanan krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 dikembangkan dalam rasa senasib sepenanggungan sesama warga bangsa. Alangkah tak etis sikap pemerintah dan DPR di tengah penderitaan warga bangsa akibat pandemi itu bersikap mentang-mentang berkuasa terhadap buruh yang memang secara politik amat lemah.
Lebih tak etis lagi kalau untuk penyusunan RUU Cipta Kerja yang menyengsarakan buruh itu dilakukan secara rahasia dengan bersembunyi di hotel agar tak tercium publik pembahasan isinya.
Namun demikian tetap diyakini, pemerintah dan DPR masih punya iktikad baik terhadap warga sehingga tak memaksakan sistem yang "jahat" itu pada anak bangsa. ***



Selanjutnya.....

UU Cipta Kerja Picu Ketidakpastian!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Rabu 07-10-2020
RUU Cipta Kerja Picu Ketidakpastian!
H. Bambang Eka Wijaya

SELESAINYA pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja di DPR, disambut buruh dari 32 organisasibserikat pekerja dengan mogok nasional. Buruh melakukan itu karena substansi RUU tersebut dinilai merugikan kaum buruh.
RUU itu dibuat dengan tujuan memudahkan proses investasi, sehingga investor tertarik menanamkan modalnya di Indonesia. Namun, selain buruh, berbagai organisasi masyarakat juga menolak RUU tersebut, dari NU, Muhammadiyah, PGRI, koalisi masyarakat sipil hkngga Partai Demokrat dan PKS..
Muhammadiyah misalnya, dalam pernyataan tertulis ke DPR menyatakan, RUU tersebut sangat rapuh dan bertentangan dengan moralitas konstitusi nilai Panvasila yang termaktub dalam UUD 1945.
Penolakan luas itu, dironai pemaksaan pembahasannya di tengah pandemi Covid-19.
Karena itu wajar jika peneliti Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, RUU Cipta Kerja tak akan berpengaruh signifikan terhadap daya saing investasi. Menurur dia, adanya beleid ini justru menimbulkan ketidakpastian lantaran banyak aturan berubah di masa resesi.
"Omnibus Law mengubah ribuan pasal sehingga butuh ribuan aturan teknis, baik level Peraturan Pemerintah (PP), sampai peraturan menteri dan peraturan daerah (perda) yang berubah," ujarnya kepada Tempo (4/10/2020).
Padahal, di daerah dewasa ini masih ada lebih 3.000 Perda yang meski telah dibatalkan oleh Mendagri, tapi putusan Mendagri itu dibatalkan MK dengan putusan No. 137/PUU-XIII/2015. Jadi akan ada benturan aturan di lapangan.
Menurut Bhima, di masa krisis investasi justru membutuhkan kepastian aturan. Kemudian, adanya aksi penolakan Omnibus Law bisa merusak hubungan industrial di level paling mikro hingga tingkat manajemen perusahaan. Ini akan menurunkan produktivitas dan kinerja perusahaan.
Kondisi nasional yang ditengarai dengan kacaunya sistem hukum nasional itu dipeebueuk lagi oleh banyak UU yang dibongkar untuk dicomot sebagian ke Omnibus Law, hingga sisanya berantakan kehilangan sinkronisasi.
Itu akibat dalam menyusun UU yang berdimensi luas hanya dalam waktu singkat, seolah hanya mengisap jempol mengira-ngira apa yang menguntungkan investor asing, tanpa peduli berakibat menyengsarakan rakyat sendiri.
Belanda penjajah saja membuat UU lewat penelitian bertahun-tahun, seperti Hukum Adat yang didahului riset tim Van Vollenhoven.
Sedangkan ini menyusun Omnibus Law yang merangkum berbagai hukum tanpa riset memadai. Mengandalkan kekuasaan semata. ***


Selanjutnya.....

Penegakan Hukum Pilkada Harus Tegas!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Selasa 06-10-2020
Penegakan Hukum Pilkada, Harus Tegas!
H. Bambang Eka Wijaya

PILKADA Serentak 2020 dipaksakan di tengah pandemi Covid-19 yang berisiko tinggi pada keselamatan jiwa rakyat banyak. Karena itu, pelaksanaannya dilengkapi janji pemerintah untuk melakukan protokol kesehatan yang ketat dengan penegakan hukum yang tegas.
Untuk itu, selain pengawas formal pilkada Bawaslu, panwas dengan kelembagaan terpadu (Gakumdu), demi menjamin keamanan dan penegakan hukum pilkada, Polda Lampung mengerahkan 6.375 personelnya. Dengan itu bisa diharap pilkada di Lampung berjalan aman dengan tertib hukum.
Dengan ancaman dampak pandemi, tentu pengawasan terhadap penaatan aturan protokol kesehatan baik oleh kandidat perserta pilkada dan tim kampanye maupun penyelenggara, menjadi prioritas pengawasan. Untuk itu, seperti ditegaskan Presiden Jokowi, tak ada tawar menawar. Harus tegas.
Pilkada dilaksanakan lewat tahapan-tahapan. Bersamaan dengan penaatan protokol kesehatan, setiap tahapan harus dilaksanakan sesuai aturan hukum yang berlaku.
Tahapan yang sedang berjalan 28 September hingga 5 Desember, adalah kampanye. Dalam masa kampanye, ada jenis pelanggaran hukum yang diancam hukuman pidana.
Salah satunya diatur Pasal 187 ayat (4) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gunernur, Bupati dan Walikota. Bunyinya, setiap orang yang dengan sengaja mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
Dengan lengkapnya tenaga penegakan hukum dari Bawaslu, panwas, dengan Gakumdu diperkuat ribuan anggota polisi di lapangan, bisa diharapkan penegakan hukum akan berjalan semestinya. Para petugas kepolisian di lapangan, diharapkan tidak berdiam diri saja ketika ada orang yang secara gagah-gagahan di depan hidungnya melakukan pelanggaran hukum.
Apalagi kalau yang gagah-gagahan melakukan pelanggran hukum itu merasa "sakti" karena ada backing atau orang kuat yang menyuruhnya, kepolisian tentu wajib mengungkap dan menangkap "aktor intelektual" pelanggaran hukum.
Lebih lagi kalau yang melakukan pelanggaran hukum saat kampanye itu aparat sipil negara (ASN). Selain melanggar netralitas ASN, jika ada kaitan dengan petahana yang ikut pilkada atau dinastinya, rekaman peristiwanya bisa menjadi bukti kecurangan yang terstruktur, sistemik, dan masif (TSM). Santapan nikmat di sidang MK. ***








Selanjutnya.....

Anomali, NTP Naik Deflasi Berlanjut!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Senin 05-10-2020
Anomali, NTP Naik Deflasi Berlanjut!
H. Bambang Eka Wijaya

RESESI ekonomi Indonesia awal Oktober 2020 dimulai dengan anomali: Nilai Tukar Petani (NTP) sebagai gambaran daya beli petani naik, tapi deflasi pertanda merosotnya daya beli masyarakat berlanjut di September 0,05%, setelah deflasi Juli 0,10% dan Agustus 0,05%.
 Deflasi itu sendiri merupakan anomali lain lagi dengan penggelontoran bansos dan stimulus ekonomi sepanjang Juli-September yang bertujuan untuk membalikkan tren pertumbuhan negatif 5,32% pada kuartal II 2020, menjadi tren pertumbuhan positif pada kuartal III 2020.
Namun, nyatanya arus pertumbuhan negatif dalam skala global amat dahsyat sehingga tak terbendung dampaknya di Tanah Air oleh bansos dan stimulus maupun diperkuat kenaikan NTP sekalipun.
Dengan itu layaklah kalau sejak kuartal III 2020 belum berakhir, Menteri Keuangan Sri Mulyani sudah lebih dahulu mengibarkan bendera putih menyerah ekonomi Indonesi memasuki resesi awal Oktober ini. Dengan prediksi, pada kuartal III 2020 ekonomi Indonesia akan mengalami pertumbuhan negafif 2,9% sampai 0,01%.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto dalam konferensi pers video Kamis (1/10) mengatakan, dengan deflasi 0,05% pada September 2020 itu, tingkat inflasi tahun kalender (ytd) menjadi 0,89%. Sedangkan inflasi secara tahunan (yoy) menjadi 1,42%.
Suhariyanto merinci, kelompok makanan, minumam dan tembakau mengalami deflasi sebesar 0,37%, dan menyumbang deflasi sebesar 0,09%. Sementara daging ayam ras dan telur menyumbang deflasi 0,04%.
Deflasi pada September yang menjadi anomali pada kenaikan NTP mengaktual pada komoditas seperti cabai rawit, tomat, dan beberapa produk holtikultura lainnya dan peternakan, yang secara bersamaan harganya turun justru di saat NTP mengalami kenaikan yang signifikan.
NTP tanaman pangan naik 0,90% menjadi 101,53%, NTP perkebunan rakyat naik 2,67%.
Dengan itu tentu bisa dipahami, jika untuk kuartal IV 2020 gelontoran bansos dan stimulus ekonomi kepada masyarakat yang membutuhkan harus dilakukan lebih besar lagi. Termasuk kepada petani, yang kenaikan NTP-nya ditelan deflasi. Sebab, kalau awal Oktober sudah jelas kondisinya resesi, maka kesulitan ekonomi rakyat dengan sendirinya meningkat. Sehingga, tingkat bantuan yang dibutuhkan juga naik sebanding.
Bahkan pada tahap resesi, kelompok sosial yang sebelumnya tidak rentan bisa berubah  menjadi rentan. Apalagi kalau terjadi gelombang PHK baru. Harus diantisipasi dan dimitigasi, agar hal-hal tak terduga terbaca. ***






Selanjutnya.....

RAD, Badak Sumatera Terancam Kepunahan!

Artikel Halaman 8, L as mpung Post.Minggu 04-10-2020
RAD, Badak Sumatera
Terancam Kepunahan!
H. Bambang Eka Wijaya

UNIT Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) menyatakan populasi badak Sumatera termasuk dalam kategori konservasi terancam kepunahan.
Badak Sumatera spesies langka dari famili Rhinocerotidae yang dikenal juga sebagai badak berambut atau badak Asia bercula dua (Docerorhinus Sumatrensis). Diperkirakan jumlah badak Sumatera di alam sungguh mengkhawatirkan, merosot menjadi kurang dari 100 ekor atau bahkan di bawah jumlah 80 ekor saat ini.
Untuk menyelamatkan populasi badak Sumatera, pemerintah Indonesia telah menyusun Rencana Aksi Darurat (RAD) penyelamatan Populasi Badak Sumatera 2018-2021.
Yayasan Keanekaragaman Hayati (Kehati) mendukung RAD tersebut. Riki Frimdos, direktur eksekutif Kehati menyatakan, Yayasan Kehati ikut serta dalam mengeluarkan dana untuk perlindungan spesies tersebut melalui program Tropical Forest Conservation Action (TFCA) Sumatera dan Kalimantan.
"Yayasan Kehati melalui mitra-mitra di tingkat lokal dan bersama seluruh pihak akan terus mendukung program pelestarian keanekaragaman hayati di Indonesia, termasuk penyelamatan badak Sumatera baik yang terdapat di Sumatera maupun Kalimantan," ujar Riki.
Menurut Riki, melalui skema pendanaan yang ada, program TFCA badak Sumatera, Yayasan Kehati memfokuskan dukungan pelaksanaan pemulihan populasi badak Sumatera melalui beberapa program.
Pertama, melindungi populasi-populasi yang masih viabel di habitatnya. Program ini untuk melindungi secara masif populasi badak yang ada untuk dapat berkembang secara alami.
Salah satu kegiatannya membentuk tim patroli dan meningkatkan kapasitas anggota patroli melalui berbagai fasilitas pelatihan dan pengembangan tim patroli bersama masyarakat.
"Selain berdampak terlindunginya populasi badak, patroli juga berdampak langsung pada perlindungan hutan dan satwa lainnya," ujar Riki. (Kompas.com, 23/9)
Kedua  tim menyediakan data akurat mengenai kondisi populasi untuk pengambilan keputusan konservasi yang tepat.
Mitra-mitra TFCA melakukan survei okuvansi untuk mengetahui sebaran perkiraan tingkat hunian atas blok habitat yang diwakili. Serta, mempelajari faktor-faktor yang turut menentukan keberadaan dan okupansi badak di bentang alam Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), Taman Nasional Way Kambas (TNWK), dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).
Untuk mendukung aktivitas survei, TFCA Sumatera menyediakan 317 buah kamera jebak (trap camera) yang didistribusikan ke tiga taman nasional tersebut. ***


Selanjutnya.....

IDI, 228 Tenaga Kesehatan Meninggal!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Sabtu 03-10-2020
IDI, 228 Tenaga Kesehatan Meninggal!
H. Bambang Eka Wijaya

JUMLAH kematian tenaga kesehatan (nakes) akibat terpapar Covid-19 terus bertambah. Per Selasa (29/9/2020) tercatat 228 orang nakes meninggal dunia,
Berdasar data terbaru Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Perhimpunan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), nakes yang gugur di garis depan itu 127 dokter, 9 dokter gigi, dan 92 perawat.
Dari 127 dokter yang wafat terdiri dari 66 dokter umum, 59 dokter spesialis dengan 4 di antaranya guru besar dan 2 orang residen. Sementara dari 9 dokter gigi tersebut, 6 dokter gigi umum dan 3 dokter gigi spesialis.
Keseluruhan dokter tersebut betasal dari 18 IDI wilayah provinsi dan 61 IDI cabang kota/kabupaten.
Data asal provinsi berikut: Jawa Timur (31 dokter), Sumatera Utara (21 dokter), DKI Jakarta (17 dokter), Jawa Barat (11 dokter), Jawa Tengah (9 dokter), Sulawesi Selatan (6 dokter), Bali (5 dokter), Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan dan Aceh masing-masing (4 dokter), Kaltim dan Riau (3 dokter), Kepri, DIY  dan NTB (2 dokter), lalu Sulut, Banten, dan Papua Barat (1 dokter).
Menyikapi angka kematian nakes yang meningkat pesat ini, Ketua Tim Protokol dari Tim Mitigasi IDI, Eka Ginandjar mengatakan, hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat tidak memahami pelaksanaan aturan adaptasi kehidupan baru dan masih banyak yang tidak mematuhi protokol kesehatan.
Eka menuturkan, munculnya klaster-klaster baru di setiap area dan bidang merupakan hal yang patut diwaspadai saat ini.
"Penggunaan masker yang baik dan benar sangat penting dalam upaya memutus rantai  penularan Covid-19, termasuk menjaga diri kita dan orang lain yang kita sayangi dari tertular Covid-19, maka langkah 3M harus dilaksanakan," ujar Eka. (Kompas.com, 29/9)
Besarnya kematian nakes di Indonesia, salah satu penyebabnya menurut seorang dokter yang diwawancara Metro-TV (29/9), karena terlalu beratnya beban penanganan pasien Covid-19 di hilir, sehingga6 tenaga kesehatan merasa kelelahan dan jenuh.
Di hilir maksudnya  kebijakan penanganan Covid-19 terlalu diandalkan ke penanganan rumah sakit. Sedangkan di hulunya, pelacakan dan tes swab masih jauh dari semestinya, 1 per 1.000 penduduk per minggu.
Andai penanganan Covid-19 di hulu dan di hilir seimbang, sehingga lebih banyak OTG dan penderita lain terjaring pelacakan dan tes swab lalu dikirim ke isolasi mandiri, beban di hilir akan berkurang. Penangananan Covid-19 pun bisa lebih efektif. ***



Selanjutnya.....

Pilkada, Kampanye Digital Masih Sepi!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Jumat 02-10-2020
Pilkada, Kampanye Digital Masih Sepi!
H. Bambang Eka Wijaya

KAMPANYE Pilkada berlaku 28 September hingga 5 Desember. Tapi kampanye di pekan awal ini belum seronok. Sebabnya, kampanye konvesional arakan massa ditiadakan, karena ada pandemi. Kampanye digital di media sosial sebagai penggantinya, juga masih sepi.
Mungkin para kontestan dan tim kampanyenya kagok, beralih dari kampanye konvensional ke kampanye digital. Akibatnya, dari 21 pasang calon kepala daerah di 8 kabupaten/kota yang ikut Pilkada di Lampung, hanya melintas dua materi kampanye di medsos, pasangan Nomor 1 Bandar Lampung dan nomor 2 Metro. Keduanya cuma unjuk nomor, tanpa narasi.
Hal itu bisa jadi karena kurangnya persiapan para kandidat dan tim kampanye untuk kampanye digital. Pasalnya larangan kampanye membuat kerumunan maupun arakan massa baru keluar menjelang jadwal kampanye.
Pasalnya, setelah buntu dibuat pandemi, dalam PKPU Nomor 10/2020 sebagai perubahan dari PKPU 6/2020, dalam kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye dan peraturan perundang-undangan Pasal 57, menempatkan kampanye melalui media sosial paling ujung, di huruf (g).
Padahal di Lampung, relawan pendukung yang mengampanyekan kandidat melalui medsos belum mentradisi. Lain hal di Jakarta, pada Pilkada 2012 muncul pergerakan relawan daring bernama Jokowi Ahok Social Media Volunteers atau Jasmev. Lalu pada Pilpres 2014 muncul Jokowi Advanved Social Media Volunteers (Jasmev).
Tanpa persiapan jauh hari, bisa dipahami kalau untuk kampanye digital para pasangan calon kepala daerah di Lampung harus mulai dari nol dan meraba-raba. Akibatnya, secara nyata mereka kehilangan waktu yang efektif untuk kampanye. 
Tentu sangat disayangkan tersia-sianya waktu yang amat berharga untuk kampanye itu. Betapa, di zaman ini, sistem komunikasi broadband seharusnya bisa mengatasi keterbatasan ruang dan waktu untuk menembus hambatan struktural dalam kampanye. Contohnya, pesan lewat media sosial akan dengan mudah melangkahi barisan centeng yang pagar betis menghambat gerak juru kampanye calon tertentu.
Meski demikian, sekalipun mulai dari nol, masih ada sisa waktu yang cukup untuk kampanye melalui media sosial. Banyak platform bisa dipakai dengan mudah untuk itu, dengan audiens lintas strata atau status sosial. 
Buat materi kampanye yang bernas, jangan merugikan atau menyerang orang lain. Lantas viralkan ke semua platform media sosial. Isinya menebar harapan, yakinkan audiens bahwa Andalah orang yang menjadi solusi masa depan mereka. ***




Selanjutnya.....

Covid-19 RI Sudah Mencapai Puncak?

Artikel Halaman 8, Lampung Post Kamis 01-10-2020
Covid-19 RI Sudah Mencapai Puncak?
H. Bambang Eka Wijaya

AKHIR pekan lalu Covid-19 di RI memberi isyarat baik. Setelah Jumat (25/9) kasus baru mencatat rekor pada 4.823, esoknya Sabtu (26/9) turun jadi 4.494 kasus, lalu pada Minggu (27/9) turun lagi jadi 3.874 kasus. Apakah itu pertanda puncak Covid-19 telah tercapai?
Diharapkan begitu. Karena setelah mencapai puncak, selanjutnya hanya satu kemungkinan, yaitu tren menurun dan terus melandai.
Tren penurunan itu juga terlihat pada positivity  rate (PR). Pada Jumat (25/9) itu angka harian kasus baru sebanyak 4.823 tercatat sebagai hasil tes (swab PCR) terhadap 26.419 orang, berarti PR-nya 18,26.
Sedangkan pada hari Minggu (27/9), berdasar data Kementerian Kesehatan yang dikutip Kompas.com pada hari itu, angka positivity rate Covid-19 Indonesia berada di angka 14,4%.
Artinya, apabila ada 100 orang yang dites kemungkinan ada 14 orang yang terdeteksi positif virus corona. Dengan itu, meski ada gejala penurunan, angka PR itu masih tinggi, melebihi batas ambang ideal yang ditetapkan WHO, yakni pada 5%.
Menurut epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, PR ini penting  untuk diperhatikan oleh tiap-tiap wilayah. Apabila PR di atas 5%, maka diklasifikasikan tinggi dan sangat serius jika berada di atas 10%.
"Itu artinya bahwa di daerah tersebut memiliki penularan komunitas yang relatif tinggi dan cakupan tes yang belum cukup untuk menyaring atau mendeteksi kasus positif di masyarakat tersebut," jelasnya.
Karena itu, mengiringi tren penurunan penularan Covid, penyaringan orang yang terinfeksi dalam masyarakat harus dipacu lewat tes yang lebih masif dan lebih luas lagi. Tes dilakukan berkelanjutan sampai orang yang terinfeksi virus corona dalam masyarakat habis.
Untuk efektifnya tes mengurangi jumlah orang yang terinfeksi dalam populasi, salah satu cara telah dicoba dan cukup berhasil di Jawa Timur, yakni dengan Pembatasan Sosial Berskala Mikro (PSBM) lewat pendekatan komunitas.
Batasan skala komunitas mikro itu seperti pesantren atau kampung tangguh. Pada pesantren atau kampung yang ditemukan Covid, dilakukan karantina lokal untuk dites secara menyeluruh populasinya. Dengan demikian secara bertahap, komunitas demi komunitas dibersihkan dari virus corona. Sampai akhirnya semua komunitas bersih, dan suatu wilayah benar-benar aman dari corona.
Satgas dan semua pihak harus bekerja keras membasmi virus dengan membersihkan komunitas demi komunitas sampai tuntas. Cara ini layak dicoba untuk mengurangj penyebaran Covid-19. ***

 




Selanjutnya.....