Artikel Halaman 8, Lampung Post Selasa 20-10-2020
Tanpa Membaca Tolak UU Cipta Kerja!
H. Bambang Eka Wijaya
DENGAN wajah kesal, Menko Matitim dan Investasi Luhut Panjaitan di layar televisi minta para pemrotes membaca Omnibus Law UU Cipta Kerja. "Jangan tanpa baca substansinya, tapi menolak UU Cipta Kerja," ujar Luhut.
Luhut dan para menteri menyebut isi UU Cipta Kerja baik untuk investasi, membuka lapangan kerja dan memberantas korupsi. Bahkan Bank Dunia juga memuji, UU Cipta Kerja membuat Indonesia kompetitif. Namun, buruh, mahasiswa, akademisi, pengurus MUI, dan aktifis lainnya tetap menolak UU Cipta Kerja.
Luhut benar, banyak penolak itu tanpa membaca substansi UU Cipta Kerja. Kalau disimak postingan kalangan penolak itu, saat RUU dalam pembahasan DPR, fokus mereka memang substansinya. Namun setelah 5 Oktober UU Cipta Kerja disahkan, fokus mereka beralih ke proses pembentukan UU-nya.
Salah satu contohnya penolakan dari Pusat Studi Hukum Tata Negara FH UI (14/10). Berdasarkan UU No.12 tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan UU No.15 tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3), secara tegas disebutkan dalam judul rilis, "RUU Cipta Kerja proses legislasi yang ugal-ugalan."
Selanjutnya PHST FH-UI menguraikan detail prosesnya dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan UU Cipta kerja yang tak sesuai dengan UU P3.
Pernyataan senada datang dari Dekan FH Unand, Busyra Azheri (Semangatnews, 13/10). Busyra menempatkan di tempat pertama dari tujuh masalah UU Cipta Kerja menurut dia. Yakni Law Making Process, pembentukannya banyak persoalan yang tidak sejalan dengan UU No.12 tahun 2011 jo. UU No.15 Tahun 2019, yang harus disertai naskah akademik (NA), proses transparan dan memperhatikan aspirasi publik.
Jadi, bagi para penolak UU Cipta Kerja, masalah utama bukan pada substansinya seperti waktu masih dalam pembahasan. Tapi setelah disahkan, fokusnya pada cara pembuatannya. Bisa saja isi dan tujuan UU-nya baik, tapi mereka fokus pada cara pembuatannya.
Tujuan yang baik harus dicapai dengan cara yang baik. Tujuan tidak menghalalkan cara. Itu prinsip yang dipegang teguh para akademisi serta pimpinan ormas seperti NU dan Muhammadiyah.
Penolakan UU Cipta Kerja bisa jadi sebagai puncak sikap kalangan akademisi menolak kecenderungan pemerintah dan DPR untuk jadi terbiasa menghalalkan cara dalam mencapai tujuan.
Harapan para penolak bukan lagi hanya membatalkan UU Cipta Kerja, tapi lebih jauh, agar pemerintah dan DPR menghentikan kebiasaan menghalalkan cara dalam mencapai tujuan. ***
0 komentar:
Posting Komentar