Artikel Halaman 8, Lampung Post Selasa 06-10-2020
Penegakan Hukum Pilkada, Harus Tegas!
H. Bambang Eka Wijaya
PILKADA Serentak 2020 dipaksakan di tengah pandemi Covid-19 yang berisiko tinggi pada keselamatan jiwa rakyat banyak. Karena itu, pelaksanaannya dilengkapi janji pemerintah untuk melakukan protokol kesehatan yang ketat dengan penegakan hukum yang tegas.
Untuk itu, selain pengawas formal pilkada Bawaslu, panwas dengan kelembagaan terpadu (Gakumdu), demi menjamin keamanan dan penegakan hukum pilkada, Polda Lampung mengerahkan 6.375 personelnya. Dengan itu bisa diharap pilkada di Lampung berjalan aman dengan tertib hukum.
Dengan ancaman dampak pandemi, tentu pengawasan terhadap penaatan aturan protokol kesehatan baik oleh kandidat perserta pilkada dan tim kampanye maupun penyelenggara, menjadi prioritas pengawasan. Untuk itu, seperti ditegaskan Presiden Jokowi, tak ada tawar menawar. Harus tegas.
Pilkada dilaksanakan lewat tahapan-tahapan. Bersamaan dengan penaatan protokol kesehatan, setiap tahapan harus dilaksanakan sesuai aturan hukum yang berlaku.
Tahapan yang sedang berjalan 28 September hingga 5 Desember, adalah kampanye. Dalam masa kampanye, ada jenis pelanggaran hukum yang diancam hukuman pidana.
Salah satunya diatur Pasal 187 ayat (4) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gunernur, Bupati dan Walikota. Bunyinya, setiap orang yang dengan sengaja mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
Dengan lengkapnya tenaga penegakan hukum dari Bawaslu, panwas, dengan Gakumdu diperkuat ribuan anggota polisi di lapangan, bisa diharapkan penegakan hukum akan berjalan semestinya. Para petugas kepolisian di lapangan, diharapkan tidak berdiam diri saja ketika ada orang yang secara gagah-gagahan di depan hidungnya melakukan pelanggaran hukum.
Apalagi kalau yang gagah-gagahan melakukan pelanggran hukum itu merasa "sakti" karena ada backing atau orang kuat yang menyuruhnya, kepolisian tentu wajib mengungkap dan menangkap "aktor intelektual" pelanggaran hukum.
Lebih lagi kalau yang melakukan pelanggaran hukum saat kampanye itu aparat sipil negara (ASN). Selain melanggar netralitas ASN, jika ada kaitan dengan petahana yang ikut pilkada atau dinastinya, rekaman peristiwanya bisa menjadi bukti kecurangan yang terstruktur, sistemik, dan masif (TSM). Santapan nikmat di sidang MK. ***
0 komentar:
Posting Komentar