Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Membuat UU Ibadah, Ada Rukunnya!

Artikel Halaman 8. Lampung Post Kamis 15-10-2020
 Membuat UU Ibadah, Ada Rukunnya!
H. Bambang Eka Wijaya
"APAKAH membuat UU itu bisa sesuka-suka pemerintah dan DPR, sehingga substansinya tak sesuai dengan harapan masyarakat dan menuai banyak penolakan?" tanya Umar.
"Membuat UU itu ibadah, bahkan ibadah berjamaah yang prosesnya wajib melibatkan jemaah, dan hasilnya juga untuk kemaslahatan semua jemaah," jawab Amir. "Sebagai ibadah, tentu ada rukunnya."
"Salah satu rukun itu bentuknya mungkin seperti orang mau salat, harus bersuci atau berwudhu, mengambil air sembahyang. Kalau tak ada wudhu atau wudhunya batal, salatnya tidak sah?" kejar Umar.
"Betul. Wudhu itu prasyarat sahnya salat! Dalam membuat UU, prasyarat atau rukunnya harus mengikuti ketentuan UU nomor 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perindang-undangan," jawab Amir. "Kalau tidak dilakukan sesuai rukunnya, karena tidak memenuhi prasyarat yang sifatnya mutlak, maka secara prinsip UU yang dibuat batal demi hukum."
"Bagaimana kalau faktanya pembuat UU memaksakan kehendak bahwa UU-nya yang tak sempurna rukunnnya itu harus dipatuhi, adanya penolakan dan perbedaaan pendapat dinyatakan sebagai hal wajar." kejar Umar.
"Kalau membuat UU itu sebagai ibadah, seperti orang salat ketika batal wudhunya ia dengan jujur menyadarinya dan memperbaiki wudhunya," jelas Amir. "Apalagi kalau ia imam, saat batal ngotot melanjutkan salatnya, salat seluruh jemaah jadi korban. Akibatnya upaya yang dilakukan dengan UU itu akan sia-sia."
"Berarti tetap lebih baik imam itu jujur, kalau batal lakukan yang semestinya. Honesty is the best policy," timpal Umar. "Bagaimana dengan pernyataan perbedaan itu hal wajar?"
"Harus dilihat dengan jujur pula, perbedaan seperti apa?" sambut Amir. "Kalau sekadar perbedaan tafsir, berbeda sisi pandang, tapi relatif tolerabel dan tidak merugikan sesuatu pihak secara permanen, perbedaannya wajar. Tapi kalau perbedaannya bersifat prinsip, bahkan berpotensi merugikan sesuatu pihak secara permanen turun-temurun, demi pemaksaan kehendak perbedaan itu dinyatakan wajar, jelas itu klise."
"Bahkan selain kesesuaian pendapat semua pihak dalam bentuk suatu permufakatan, keselarasan jiwa sebuah UU dengan konstitusi, merupakan syarat mutlak juga," timpal Umar.
"Memang, harus sesuai konstitusi yang berasaskan Pancasila. Berkemanusiaan yang adil dan beradab, tidak merendahkan martabat bangsa sendiri untuk berlutut dan bertuan pada bangsa lain yang didaulat sebagai tuan besar pemodal," tegas Amir. "Yang terbaik, semua ibadah dilakukan sesuai rukunnya." ***



0 komentar: