Artikel Halaman 8, Lampung Post Sabtu 17-10-2020
Semua Bilang, Silahkan ke MK! Ada Apa?
H. Bambang Eka Wijaya
"SEMUA pejabat tinggi, dari presiden, menko polhukam, menko perekonomian, pimpinan DPR, senada berkata, "Kalau tak puas dengan UU ini silahkan judicial review ke MK!" tukas Umar. "Ada apa, terkesan para pejabat itu amat percaya diri saat menyebut MK?"
"Mungkin karena pemerintah dan DPR baru selesai merevisi UU MK, disahkan 1 September di sela pembahasan Omnibus Law," jawab Amir. "Dalam revisi UU MK itu, masa jabatan hakim MK diperpanjang tiga kali lipat dari lima tahun menjadi 15 tahun atau maksimum usia 70 tahun."
"Pantas pemerintah dan DPR amat percaya diri MK mereka jadikan andalan dalam menghadapi judicial review UU yang mereka buat secara kilat dan kontroveraial, mulai Revisi UU KPK, UU Minerba, UU Dana Covid, hingga terakhir Omnibus," timpal Umar.
"Tapi aku tak yakin, moralitas para hakim MK semurahan itu. Hanya dengan perpanjangan masa jabatan siap menjadi benteng penghadang mementahkan judicial review segala UU kontroversial," timpal Amir.
"Atau mungkin ada hal lain lebih telak dalam revisi UU MK itu, hingga pemerintah dan DPR begitu yakin mengesahkan UU yang belum diketik naskah finalnya," kejar Umar.
"Kayaknya itu terkait perubahan pasal 59 ayat (2) UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang MK, yang setelah direvisi menjadi UU Nomor 7 Tahun 2020, ayat (2) tersebut dihapus," jawab Amir.
"Bagaimana bunyi ayat (2) itu?" kejar Umar.
"Bunyi ayat yang dihapus itu, 'Jika diperlukan perubahan terhadap undang-undang yang telah diuji, DPR atau Presiden segera menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan peraturan perundang-undangan," ujar Amir.
"Itu dia!" entak Umar. "Pemerintah dan DPR dalam merevisi UU MK telah mengunci meski judicial review disetujui MK, DPR dan pemerintah tak ada lagi kewajiban untuk menindaklanjutinya. Akibatnya, orang yang euforia gugatannya dikabulkan MK, ujungnya terkecoh tak ada jaminan putusannya dilaksanakan."
"Sepintas begitu," timpal Amir. "Tapi kalau pemerintah dan DPR jadi percaya diri dengan revisi UU MK yang dilakukannya bisa mengunci putusan MK tak perlu mereka tindaklanjuti, jelas mereka keliru," tegas Amir. "Karena putusan MK final dan mengikat."
"Apa arti final dan mengikat itu?" potong Umar.
"Putusan MK itu final dan mengikat berarti putusan MK itu yang berlaku menjadi pasal atau ayat baru UU menggantikan yang di-judicial review," jelas Amir. "Sehingga, perubahan bunyi UU bukan berdasar tindak lanjut pemerintah dan DPR!" ***
0 komentar:
Posting Komentar