Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Jutaan TKI Terancam Kelaparan di M,'sia!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Kamis 30-04-2020
Jutaan TKI Terancam Kelaparan di M'sia!
H. Bambang Eka Wijaya

JUTAAN orang tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malaysia terancam kelaparan sejak lockdown 18-30 Maret 2020, yang menyebabkan mereka kehilangan pekerjaan. Lockdown Covid-19 itu diperpanjang lagi hingga 12 Mei 2020.
Ketua Nahdlatul Ulama (NU) Cabang Malaysia Mahfud Budiono, yang juga TKI, menyebut saat ini terdapat 700 ribu buruh yang terdata di industri konstruksi. Di luar yang terdata itu, terdapat 1,5 juta buruh lainnya yang tak memiliki dokumen resmi bekerja di Malaysia.
Mereka bekerja untuk sektor industri, restoran, jasa bersih-bersih, dan lainnya. Semua sudah dirumahkan sejak lockdown. "Mereka sudah kuras tabungan untuk sewa rumah dan kebutuhan pokok lainnya," ujar Mahfud. (CNBC-Indonesia, 24/4/2020)
Sebanyak 400 ribu buruh bahkan terancam diusir dari kontrakannya karena tak ada uang untuk bayar sewa, yang rata-rata sekitar 1.200 ringgit sebulan.
Bersama dengan 20 NGO, NU Malaysia telah memberi bantuan makanan kepada para TKI di sekitar Kuala Lumpur dan Selangor. Tapi mereka tetap kewalahan dan kurang.
Pemerintah Malaysia sudah menyumbang 1.000 karung beras sejak 3 April. Sementara pemerintah Indonesia sudah mengirim 100 ribu paket sembako kepada TKI di Malaysia.
Direktur Eksekutif NGO Tenaganita Glorene Das mengatakan, "Para TKI tidak takut Covid-19, tapi mereka takut kelaparan karena tak punya penghasilan lagi."
Karena itu mereka yang masih punya ongkos pulang kampung, berusaha menyeberang lewat Kepulauan Riau. Tapi setelah Indonesia melarang mudik sejak 24 April 2020 sehingga semua jalur transportasi darat, laut dan udara ditutup pemerintah, mereka jadi terkurung tanpa penghasilan di negeri jiran.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah menyatakan, sampai larangan mudik keluar sudah 62 ribu TKI pulang kampung dari Malaysia.
Sementara itu, South China Morning Post (24/4/2020) mewawancarai Agung, 30, salah seorang TKI yang selama ini bertahan hidup hanya dengan makan telur dan mie instan di tempat penampungan buruh konstruksi.
Agung biasanya bisa dapat 2.000 ringgit atau sekitar Rp7 juta sebulan sebagai kuli bangunan. Namun sejak lockdown, dia kehilangan penghasilan.
Ia kini mengandalkan makanan dari bantuan NGO yang diperkirakan hanya akan bertahan 4 sampai 5 hari lagi. "Saya tidak tahu bagaimana habis itu," ujarnya.
Agung sebenarnya tulang punggung keluarga, kini terpikir nasib istrinya, anaknya yang berusia satu tahun, dan orang tuanya yang berusia lanjut di kampung, Medan. ***

Selanjutnya.....

Ditunda, Pembahasan Omnibus Naker!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Rabu 29-04-2020
Ditunda, Pembahasan Omnibus Naker!
H. Bambang Eka Wijaya

PEMERINTAH dan DPR menunda pembahasan cluster Keyenagakerjaan pada RUU Omnibus Law Cipta Kerja, Jumat (24/4/2020). Sebelum itu, presiden tiga konfederasi serikat pekerja nasional, bertemu Presiden Jokowi di Istana menyampaikan rencana demo buruh 30 April.
Dalam pertemuan itu Presiden Jokowi berjanji akan membuat kebijakan terkait tuntutan buruh mencabut cluster ketenagakerjaan dari RUU Omnibus Cipta Kerja yang merugikan buruh. Realisasinya, pemerintah menunda pembahasan cluster tersebut.
Meskipun baru penundaan pembahasan satu cluster, bisa dinilai sebagai sebuah kemajuan sikap pemerintah dan DPR. Yakni, mau mendengar usulan salah satu pemangku kepentingan.
Itu jelas suatu kemajuan, karena sejak mengebut pembahasan dan pengesahan Revisi UU KPK, dan sejumlah RUU konteproversial lainnya, pemerintah tak mempedulikan suara maupun protes rakyat.
Karena itu, apakah sikap baru ini merupakan awal yang baik bagi sistem komunikasi politik DPR dan pemerintah, akan ditentukan oleh perkembangan selanjutnya. Kalau perubahan sikap pemerintah dan DPR itu hanya karena menghindari demo buruh besar-besaran pada Hari Buruh Sedunia 1 Mei karena berbahaya bagi penularan Pandemi Covid-19, tentu akan ketahuan nanti.
Penundaan pembahasan satu cluster saja dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja, jauh dari memadai. Karena, masih tersisa 10 cluster kontroversial yang mendapat penolakan luas dari masyarakat.
Antara lain, soal dihapusnya ketentuan UU untuk menjaga keselamatan lingkungan hidup demi mengobral sumber kekayaan alam negara kepada investor asing. Lalu dirusaknya kemerdekaan pers dengan campur tangan pemerintah kembali ikut mengatur kehidupan pers seperti Orde Baru dengan mengubah UU Nomor 40 Tahun 1999.
Salah satu contoh dari Walhi, untuk mempermudah investor, izin lingkungan yang diatur dalam Pasal 40 ayat 1 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dihapus dalam draf RUU Ciptakerja.
Sedang kemerdekaan pers yang selama reformasi berjalan dengan self regulating Dewan Pers, sesuai UU Nomor 40 Tahun 1999, dalam Omnibus Law disebutkan Pemerintah Pusat mengembangkan usaha pers melalui penanaman modal.
Lalu akan dibuat Peraturan Pemerintah yang mengatur pelaksanaan sanksi atas aturan dalam UU Pers (yang sudah direvisi Omnibus).
Langkah pemerintah dan DPR menunda pembahasan Cluster Ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja, seharusnya sebagai awal penghentian sepenuhnya pembahasan seluruh RUU tersebut. ***

Selanjutnya.....

Berbeda, Mudik dan Pulang Kampung!


Artikel Halaman 8, Lampung Post Selasa 28-04-2020
Berbeda, Mudik dan Pulang Kampung!
H. Bambang Eka Wijaya

MEME di facebooks Kamis (23/4) ramai diisi warganet tentang perbedaan mudik dan pulang kampung. Mudik dilarang, pulang kampung tidak, tulis sebuah meme.
Dalam prakteknya mudik dan pulang kampung memang berbeda. Lebih-lebih pulang kampung dalam episoda wabah korona dewasa ini.
Mudik, perjalanan mengunjungi keluarga dalam masa Lebaran. Bertemu muka dengan orang tua dan famili, silaturahmi dengan warga desa. Usai Lebaran kembali ke kota. Ciri perjalanan mudik pergi dan pulang, two way ticket.
Sedangkan pulang kampung one way ticket, cuma tiket menuju kampung saja. Tak ada tiket kembali ke kota. Pulang kampung pada episoda Covid-19 merupakan pengakuan gagal di rantau. Mereka menyerah, tak mampu bertahan hidup di kota. Tak ada lagi pekerjaan sebagai sumber penghidupan.
Pilihan untuk kembali ke desa, kebalikan dari urbanisasi, merupakan hak asasi setiap umat manusia untuk kebebasan bergerak dan memilih tempat tinggalnya. (Deklarasi HAM Sedunia pasal 13 dan 14) Sehingga, pilihan pulang kampung sebenarnya tak bisa dilarang. Hak asasi harus dihormati.
Meski demikian, di masa pandemi Covid-19, demi keselamatan seluruh umat manusia tentu hak itu bisa dikecualikan. Namun dengan cara yang adil. Contohnya, larangan mudik yang dirilis presiden, sekalipun berlaku mulai 24 April, penerapan sanksinya baru efektif 7 Mei.
Keadilan dimaksud disyaratkan hingga presiden pun memberi tenggang waktu. Karena, di luar yang mudik, mayoritas warga yang pulang kampung itu korban dampak Covid-19.
Mereka tidak mampu bertahan karena keehilangan pekerjaan atau usaha. Sedang bansos yang sudah sekian lama dijanjikan, saat datang mereka tak dapat. Di Depok, RT/RW sudah mendaftar yang butuh 400 kk, saat datang hanya 190 paket, 210 kk tidak kebagian.
Warga bernasib malang seperti itu yang terpaksa pulang kampung. Sesampai desa mereka siap dilabeli ODP dan diisolasi di rumah kosong berhantu dekat kuburan. Tapi itu lebih baik daripada di kota hidup dengan pemimpin yang mulutnya berbusa janji memberi bantuan tapi bo-ong.
Oleh karena itu, setelah semua jalan ke luar kota diblokir sehingga tak ada lagi peluang orang pulang kampung, distribusi bantuan pangan harus dibereskan. Sebab lancar pun, bantuan itu jauh dari mencukupi: Kartu Prakerja Rp600 ribu untuk satu keluarga sebulan.
Garis kemiskinan saja Rp425.000 konsumsi per jiwa per bulan. Kalau satu keluarga dengan dua anak, hidup di level garis kemiskinan saja butuh Rp1,7 juta per bulan. ***

Selanjutnya.....

Lawan Korona, Ekspor Maret Naik 0,23%!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Senin 27-04-2020
Lawan Korona, Ekspor Maret Naik 0,23%!
H. Bambang Eka Wijaya

MESKI harus berjuang melawan virus Korona baru Covid-19 yang meruyak sejak 2 Maret 2020, kinerja ekspor Indonesia bulan Maret mencapai 14,09 miliar dolar AS, naik 0,23% dari Februari sebesar 14,06 miliar dolar AS.
Menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto, kontribusi terbesar pada ekspor Maret berasal dari nonmigas dengan angka mencapai 13,42 miliar dolar AS, menyumbang 95,22%. Sementara ekspor migas hanya mencapai 670 juta dolar AS.
Sektor pertanian mencatat tingkat kenaikan ekspor tertinggi, 17,72% (yoy) atau 6,10% dari Februari. Disusul sektor pertambangan naik 9,23% dari bulan sebelummya.
Sedangkan industri pengolahan (manufaktur) ekspornya turun 0,20%. Meski untuk Triwulan I 2020 ekspor manufaktur menurut Menteri Perindustrian Agus Gumiwang naik 10,11%, atau senilai 32,99 miliar dolar AS.
Ekspor manufaktur Triwulan I menurut Agus berkontribusi 78,96% terhadap total ekspor nasional yang mencapai 41,78 miliar dolar AS.
Sektor otomotif termasuk yang ekspornya tetap aktif masa Covid-19. Dari Januari hingga 15 April 2020 industri otomotif melakukan pengapalan kendaraan roda empat completely build up (CBU) sebanyak 87.879 unit. Sedangkan ekspor sepeda motor sebanyak 215.347 unit.
Kinerja ekspor yang justru membaik saat menghadapi Covid-19 itu bisa tercapai berkat upaya menteri perindustrian. Industri yang strategis bagi ekspor nasional dijaga tetap beroperasi dengan mematuhi prorokol kesehatan yang berlaku, khususnya social dan physical distancing. Kepada industri strategis bagi ekspor nasional itu oleh menteri perindustrian diberi Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI).
Dengan izin itu, perusahaan yang harusnya tutup selama pembatasan sosial berskala besar (PSBB) bisa tetap beroperasi. Hingga Rabu (22/4) di Jakarta Kemenperin telah memberi IOMKI kepada 721 perusahaan, 4.233 perusahaan di Jawa Barat, dan 2.351 perusahaan di Tangerang, Banten.
Gubernur DKI Anies Baswedan dalam konferensi pers Rabu (22/4) mengeluh masih adanya industri yang tetap beroperasi atas dasar IOMKI itu. Ia meminta Kementerian Perindustrian mengkaji ulang pemberian IOMKI, agar pada PSBB tahap selanjutnya tidak beroperasi lagi.
Untuk lebih fairnya, mungkin sebaiknya dicek dan ricek dahulu seberapa besar kontribusi pekerja industri itu pada infeksi Covid-19. Kalau terbukti signifikan, segera tutup industri tersebut. Kalau sebaliknya, perlu pertimbangan objektif nadib ratusan ribu pekerjanya. ***

Selanjutnya.....

Letusan GAK Terlihat Satelit Luar Angkasa!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Minggu 26-04-2020
Letusan GAK Terlihat
Satelit Luar Angkasa!
H. Bambang Eka Wijaya

LETUSAN Gunung Anak Krakatau (GAK) pekan lalu (10-11/4/2020) terlihat dari luar angkasa dan berhasil difoto oleh satelit Landsat 8 yang dioperasikan oleh NASA dan US Geological Survey. Dilansir Space.com (17/4), uap gas letusannya memekat mencapai atmosfer.
GAK memang selalu mendapat perhatian dari para geolog berkat kedahsyatan letusan inangnya, Gunung Krakatau, pada 26 Agustus 1883. Apalagi akhir tahun 2018, letusannya yang berkelanjutan mengakibatkan separuh tubuhnya longsor ke laut menyulut tsunami di Selat Sunda.
Dalam foto berwarna alami letusan GAK yang direkam satelit Landsat 8, tampak kepulan asap putih membubung tinggi ke angkasa, sementara aliran lava terus mengalir ke lautan di sekitarnya.
Verity Flower, pakar gunung berapi dari Universities Sapce Research Association yang berbasis di Goddard Space Flight Center NASA menjelaskan dalam situs Earth Observatory NASA, berdasar lokasinya kepulan asap putih tersebut berasal dari Gunung Anak Krakatau.
Flower mengatakan, pada 12 April 2020, dia melihat fitur serupa pada salah satu foto MISR (Multi-angle Imaging Spectro-radiometer) pada satelit Terra milik NASA, dengan fitur seperti kepulan asap di atas puncak gunung berapi (Anak Krakatau).
Lalu, dari warnanya yang putih Flower menduga asap yang membubung mayoritas terbentuk dari uap air dan gas. Pasalnya, bila mayoritas terbentuk dari abu, asap akan terlihat abu-abu atau coklat dalam foto warna alami.
Lantas kemana perginya abu dari letusan Gunung Anak Krakatau? Abu tersebut tampak pada asap gelap memanjang ke utara yang nyaris tersembunyi di balik asap putih dalam foto.
Flower mengatakan, bisa jadi partikel abu yang lebih berat berada pada ketinggian yang lebih rendah di atmosfer dan terbawa ke utara oleh angin yang dekat dengan permukaan.
"Sebaliknya air dan gas di dalam asap, yang lebih ringan, akan terbang tinggi dan dengan cepat jadi lebih pekat di atmosfer," imbuh Flower. (Kompas.com, 17/4).
Selain foto tersebut, instrumen Landsat 8 juga mengumpulkan data pengukuran infrared di area Gunung Anak Krakatau. Ketika digabungkan, hasilnya menonjolkan sebuah titik panas yang diduga batuan cair.
Letusan GAK yang terpotret satelit NASA terjadi 10 April malam hingga 11 April 2020, semula diduga sebagai asal dentuman yang didengar warga Jakarta dan sekitarnya. Namun Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) membantah. Dentuman itu bukan berasal dari GAK yang meletus malam itu. ***





Selanjutnya.....

Ada yang Berbagi Nikmat Dana Covid-19!


Artikel Halaman 8, Lampung Post Sabtu 25-04-2020
Ada yang Berbagi Nikmat Dana Covid-19!
H. Bambang Eka Wijaya

DI balik kesengsaraan rakyat didera Covid-19, rupanya ada yang berbagi nikmat dari dana bantuan bencana nasional tersebut. Yakni, pemotongan Rp1 juta untuk paket pelatihan online agar peserta program Kartu Prakerja bisa menarik bantuan Rp600 ribu pertamanya.
Kartu Prakerja itu bantuan kepada korban PHK akibat bencana Covid-19. Total dana bantuan per orang Rp3.550.000, Rp1 juta untuk pelatihan kerja dan sisanya diterima Rp600 ribu per bulan selama 4 bulan. Jadi, dari 5,6 juta orang penerima Kartu Prakerja, bisnis pelatihan online itu akan mendapat Rp5,6 triliun dari Rp20 triliun dana Kartu Prakerja.
Awalnya hal itu menjadi sorotan karena salah satu bisnis pelatihan itu, Ruangguru, pendiri sekaligus direktur utamanya Adamas Belva Syah Devara, ternyata staf khusus milenial Presiden Jokowi.
Jadi jelas, ada konflik kepentingan dalam rangkap jabatan stafsus presiden dengan jabatan dirut perusahaan yang mendapat pekerjaan dari pemerintah itu. Untuk mengatasi konflik kepentingan itu, Selasa (21/4/2020) Belva mengundurkan diri dari staf khusus presiden.
Apakah dengan dia mundur dari stafsus itu masalah pembocoran informasi dari ruang pengambil kebijakan untuk kepentingan bisnis pihak luar, sejenis insider trading di bursa saham itu, selesai begitu saja? Apalagi pihak luar itu adalah dirinya sendiri? Itu tergantung sejauh mana penegak hukum mampu melihat hal itu sebagai kecurangan. Kalau di bursa saham, insider trading tergolong kejahatan serius.
Namun, lolos pun ia dari kasus insider trading, sorotan tak lepas dari kasusnya. Mengutip Kontan.co.id (22/4/2020), di Kemenkum Ham badan hukum Ruangguru PT Ruang Raya Indonesia terdaftar sebagai Penanaman Modal Asing (PMA).
Setara 99,99% saham perusahaan tersebut dimiliki Ruangguru Pte Ltd yang beralamat di 6 Battety Road #38-04, Singapura.
Artinya, usaha pelatihan milik asing itu berpotensi mengambil bagian dari Rp5,6 triliun milik korban PHK dalam bencana nasional Covid-19 itu untuk ditransfer ke luar negeri.
Kalau pemerintah dan pejabat pengelola dana bancana nasional Covid-19 punya iktikad baik untuk menolong korban PHK, masih ada waktu merekrut usaha pelatihan lokal yang paket online-nya cukup dihargai Rp50 ribu sampai Rp100 ribu. Dengan itu, para korban PHK diizinkan menarik cashback sisa dana pelatihan Kartu Prakerja yang memang hak mereka.
Tapi kalau sejak awal memang sengaja mau berbagi nikmat dari dana bencana nasional Covid-19, lain ceritanya itu. ***

Selanjutnya.....

Ramadan Covid-19, Ikhtiar, Sabar, Tawakal!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Jumat 24-04-2020
Ramadan Covid-19, Ikhtiar, Sabar, Tawakal!
H. Bambang Eka Wijaya

TELAH tiba bulan yang selalu dinanti-nanti setiap muslim untuk bersukacita bila bisa bertemu dengannya, marhaban ya Ramadan!
Ramadan kali ini sangat istimewa. Mungkin satu-satunya Ramadan yang akan menjadi khasanah sejarah, sumber inspirasi sepanjang masa, umat muslim sedunia diuji serentak dengan pagebluk Covid-19. Ujian untuk ikhtiar, sabar, dan tawakal.
Sebagai ikhtiar menghindar dari wabah, umat beribadah mengikuti petunjuk fatwa majelis ulama. Salat Jumat dan salat fardu selama pagebluk tidak dilakukan berjamaah di masjid. Tapi dilakukan di rumah masing-masing. Juga salat tarawih dan tadarus, cukup di rumah.
Dan itu bukan hanya berlaku di masjid kampung atau kota di Tanah Air. Tapi di seluruh dunia, termasuk di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, Saudi Arabia.
Pasalnya, orang harus saling menjaga jarak, social dan physical distancing, agar tak tertular virus jahat bernama Covid-19.
Bahkan pada ambang Ramadan, Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan, serangan Covid-19 di Indonesia memasuki fase transmisi komunitas. Artinya, penularan terjadi dari orang ke orang, lebih-lebih dalam satu komunitas (kelompok/lingkungan).
Fase ini membuat pengajian atau ceramah ustazd yang biasa disampaikan usai Salat Isya menjelang tarawih, juga tak mungkin dilakukan. Para ustadz pun, jauh sejak sebelum Ramadan, telah banyak yang membuat video rekaman ceramahnya yang diunggah ke Youtube.
Namun demikian ada terasa kehilangan, khususnya remaja dan anak-anak yang dalam setiap Ramadan gemar berbuka puasa di masjid.  Berbagai hidangan berbuka mereka lazim disediakan oleh warga jamaah masjid yang diatur bergiliran. Tapi, karena harus menghindari terjadinya kerumunan, tradisi itu tak mungkin dilakukan Ramadan kali ini.
Selanjutnya episoda salat Idul Fitri di lapangan atau masjid ditiadakan. Remaja dan anak-anak pun kehilangan "tradisi" takbir keliling. Lalu, di hari Lebaran, silaturrahmi menyalami warga keliling kompleks perumahan atau kampung tak mungkin dilakukan. Karena bersalaman saja dilarang, "salam tempel" yang diharap banyak anak-anak pun jadi tipis harapan.
Ternyata banyak hal yang berbeda pada Ramadan dan Idul Fitri kali ini. Tidak dilakukan sebagaimana mestinya. Namun, semua itu dilakukan sebagai ikhtiar menghindari serangan Covid-19 sesuai arahan majelis ulama dan ketentuan pemerintah. Dengan  begitu, semua penderitaan dan kesulitan dijalani dengan sabar dan tawakal.
Selamat menunaikan ibadah Ramadan. ***






Selanjutnya.....

Siap Emergency Exit dari Depresi Global!


Artikel Halaman 8, Lampung Post Kamis 23-04-2020
Siap Emergency Exit dari Depresi Global!
H. Bambang Eka Wijaya

PEREKONOMIAN global sepertl sebuah kapal, muatannya negara-negara sedunia. Sehingga, ketika terjadi depresi pada ekonomi global, semua negara terimbas.
Celakanya, setiap negara harus siap dengan emergency exit untuk keluar dari pusaran depresi tersebut. Karena, penyelamatan diri dari situasi bencana itu tak bisa menumpang sekoci negara lain. Atau berharap bantuan negara lain. Semua prioritas pada keselamatan negaranya sendiri.
Aba-aba untuk menyiapkan emergency exit itu datang dari Koordinator Komite Stabilitas Sintem Keuangan (KSSK) Sri Mulyani. Ia menyatakan, "Ini shock besar! Dan kita semua harus menghadapinya!"
Ia mengungkap ekonomi Tiongkok terkontraksi tumbuh negatif --6,8% pada kuartal I 2020. Dan akibat virus korona perekonomian dunia secara keseluruhan akan mengalami kontrakasi yang sangat dalam tahun ini. (CNBC-Indonesia, 18/4)
Bahkan AS saja porak poranda dibantai ganasnya korona. Penduduk kota New York yang makmur dan modis itu, antre panjang untuk mendapatkan pembagian jatah makanan di dapur umum.
Apalagi di Eropa yang mayoritas luluh lantak dihantam korona. Terkesan betapa buruknya depresi global akibat korona. Banyak prediksi, bisa jauh lebih parah dari depresi 1930-an.
Lantas seperti apa emergency exit Indonesia? Ada politikus mengunggulkan Omnibus Law yang bisa menarik penanam modal asing sebagai emergency exit seusai krisis korona. Maka itu mereka paksakan hingga tanpa mempedulikan rakyatnya sedang terkapar dihantam korona, lebih dari 500 orang tewas.
Tapi mungkinkah di tengah depresi ekonomi global itu akan berduyun modal asing ke negeri kita? Logikanya justru terbalik. Modal itu sekoci dalam emergency exit menyelamatkan negaranya. Negara para pemilik modal itu sendiri. Perlu waktu lama bagi mereka untuk kembali berburu rente ke negara berkembang yang berisiko tinggi.
Pada saat normal saja, porsi investasi langsung (foreign direct investment/FDI) ke Indonesia tak pernah lebih 7% dari Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB). Padahal, Singapura (50%), Vietnam (29%), Malaysia (18%), dan Filipina (11%).
Saat Vietnam dapat pindahan 15 industri dari Tiongkok, tak satu pun ke Indonesia.
Tak disadari elite kita, penyebab investasi asing langsung rendah karena semangat anti-modal asing di akar rumput kita itu cukup bergelora. Maka itu, banyak modal asing lebih memilih bermain di pasar modal dan obligasi.
Dengan Omnibus Law yang menyakiti hati rakyat, semangat itu bisa tambah berkobar. ***

Selanjutnya.....

S&P Revisi Outlook RI Jadi Negatif!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Rabu 22-04-2020
S&P Revisi Outlook RI Jadi Negatif!
H. Bambang Eka Wijaya

LEMBAGA peneringkat global Standard & Poor's merevisi outlook perekonomian RI dari stabil menjadi negatif. Itu dilakukan dengan tetap mempertahankan peringkat investasi RI pada BBB/A-2. Bisa dibaca, revisi outlook itu suatu warning, ada yang 'harus diperbaiki'.
Dalam keterangan resminya, S&P menyatakan posisi Indonesia melemah akibat depresiasi rupiah dan beban utang akan semakin berat dalam beberapa tahun ke depan. Itu akibat kebijakan fiskal dalam menghadapi pandemi korona. Di sisi lain, sumber pendapatan negara untuk membiayai utang lebih terbatas.
S&P menyebut revisi outlook dari stabil menjadi negatif merefleksikan risiko downside terhadap kondisi fiskal pemerintah dalam menghadapi pandemi Covid-19 selama 24 bulan ke depan.
S&P menahan peringkat BBB untuk jangka panjang dan A-2 untuk jangka pendek. Lembaga ini memproyeksikan pertumbuhan ekonomi RI tahun ini hanya 1,8%, terendah sejak 1999. (Beritasatu, 17/4)
Dari penjelasan resmi S&P itu tampak 'apa yang harus diperbaiki'. Pertama, mengelola lebih baik depresiasi rupiah agar tidak semakin memburuk. Kedua, lampu kuning sudah nyala, saatnya membatasi penggalian utang baru, karena sumber pendapatan negara untuk  membayar utang masih terbatas.
Rupanya pengamatan S&P cukup jeli juga, kecenderungan pemerintah Indonesia untuk mengatasi segala masalah yang timbul dengan menggali utang. Nyaris bisa dikatakan, utang menjadi solusi untuk segalanya! Bahkan ketika sumber utang reguler mulai terbatas, buat obligasi baru 'bond global' berskala terbesar sepanjang sejarah bertempo 50 tahun.
Ada kesan, penguasa bebas mengutang sebanyak mungkin karena yang membayar bukan lagi mereka, tapi rezim-rezim berikutnya. Hal itu dilakukan justru seperti 'balas dendam', karena mereka sekarang menanggung pembayaran utang rezim-rezim  terdahulu. Sri Mulyami pernah membuka beban APBN dalam membayar utang rezim sebelumnya.
Pada aspek moneter, menjaga depresiasi rupiah yang menjadi alasan pertama revisi outlook menjadi negatif, juga tidak ringan. Untuk itu, pada Maret 2020, cadangan devisa RI merosot dari 130,4 miliar dolar AS menjadi 121 miliar dolar, rontok 9,4 miliar dolar AS.
Mengenai revisi outlook itu, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menilai, itu dipicu kekhawatiran S&P terhadap risiko pemburukan kondisi eksternal. Maksud Warjiyo mungkin, menguatnya gejala ekonomi global sedang menuju depresi akibat korona. Ini harus dihadapi dengan kesiapan skenario terburuk. ***



Selanjutnya.....

Elite Politik Mendamba Konglomerat Global!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Selasa 21-04-2020
Elite Politik Mendamba Konglomerat Global!
H. Bambang Eka Wijaya

ORANG Jawa bilang ngempeng, orang Medan sebut nenen. Itu kegemaran balita mengisap susu ibunya yang sudah kering. Dengan 'politik tuna empati' pada derita bangsanya yang terkapar diserang Corona, elite politik kita asyik mimpi nikmatnya nenen pada konglomerasi global.
Itu mereka lakukan dengan memaksakan diri tetap membahas RUU Omnibus Law di tengah badai Corona, demi mereka bisa lebih cepat menikmati nenen pada konglomerasi global. Lewat RUU Omnibus yang mereka paksakan itu mereka jadikan bangsanya sebagai bangsa koeli, koeli dari bangsa-bangsa lain.
Padahal, sama sekali tidak benar bahwa ada air susu konglomerasi global yang tersisa untuk memakmurkan bangsa. Contohnya, 50 tahun Freeport menambang tujuh gunung emas di Papua, apa yang didapat rakyat Papua? Untuk leles (mengorek sisa buangan tanah galiannya) saja, rakyat ditembaki pasukan penguasa Orde Baru.
Dengan Omnibus Law dibuka peluang lebih luas bagi konglomerasi global menggerus ribuan gunung kekayaan alam negeri kita. Dengan kesempatan lebih longgar untuk merusak lingkungan alam kita. Dan untuk memikat konglomerasi global, dibuatlah aturan dalam RUU itu sejenis Koeli Ordonansi seperti buatan kolonial untuk menindas bangsa kita di zaman Hindia Belanda.
Bahkan lebih buruk. Misalnya, perempuan yang libur datang bulan dan cuti hamil/melahirkan, dalam RUU Omnibus Law tak dibayar gajinya. (Kompas.com, 5/3/2020)
Dalam benang merah realitas sejarah yang paling mungkin terjadi justru kebalikan dari mimpi elite kita itu. Konglomerasi global yang berideologi kapitalisme itu, orientasinya tetap untuk mengisap sumber daya alam dan sumber daya manusia (SDA dan SDM) negeri kita untuk sebesar-besarnya keuntungan dan kemakmuran mereka sendiri.
Karena itu, semestinya yang dibuat UU untuk mendorong kebangkitan pengusaha nasional agar kekuatan anak bangsa mampu bersaing global. Seperti model Jepang, Korea, kemudian Tiongkok. Bukan seperti dalam RUU Omnibus, yang justru membuat anak negeri dijebak dalam hubungan kerja perbudakan modern.
Sebagai ganti Omnibus Law, buatlah RUU Kebangkitan Pengusaha Nasional dengan penguasaan penuh atas kekayaan alam nasional. Bukan malah menyerahkan semua sumber daya, alam dan manusia, pada asing.
Artinya, perlu paradigma baru bagi elite politik kita untuk menghapus impian muluk pragmatisme nikmatnya nenen kepada konglomerasi global. Diganti paradigma nasionalisme, bangga atas kebangkitan bangsa berkat daya upaya sendiri. ***

Selanjutnya.....

Infeksi Global Korona Tembus 2 Juta!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Senin 20-04-2020
Infeksi Global Corona Tembus 2 Juta!
H. Bambang Eka Wijaya

PANDEMI virus Corona Covid-19 masih terus memangsa korban-korban baru meski pekan lalu (16/4) infeksi global yang teridentifikasi telah tembus angka 2 juta kasus positif. Dari jumlah itu tercatat 132.932 pasien meninggal dunia. Case fatality rate mencapai 6,48%, dan pasien dinyatakan sembuh 508.387 kasus.
Tiongkok sebagai negara awal merebaknya virus Covid-19 tidak termasuk dalam lima negara pencatat jumlah kasus terbesar. Kelima negara itu Amerika Serikat, Spanyol, Italia, Prancis, dan Jerman.
Amerika Serikat mencatat 622.923 kasus
positif, meninggal 27.586, sembuh 47.707.
Spanyol 177.633 kasus positif, meninggal 18.579, dan sembuh 70.853.
Italia 165.155 kasus positif, meninggal 21.645, dan sembuh 38.092.
Prancis 147.863 kasus positif,  meninggal 17.167, dan sembuh 30.955.
Jerman 133.209 kasus positif, meninggal 3.592, dan sembuh 72.600.
Sementara Tiongkok mencatat 82.295 kasus positif, meninggal 3.342, dan sembuh 77.816.
Kasus pertama yang dilaporkan pada pandemi Covid-19 seorang pria 55 tahun di Provinsi Hubei pada pertengahan November 2019. Akhir Desember Tiongkok mengumumkan kluster pasien dengan keluhan penyakit pernapasan setelah mengunjungi Pasar Seafood Huanan, di Wuhan.
Sejak itu, wabah pneumonia misterius yang belakangan mendapat nama resmi dari WHO Covid-19 meluas mengglobal hingga pada 11 Maret 2020 dinyatakan WHO sebagai pandemi. (detik-health, 16/4)
New York, Amerika Serikat, menjadi kota paling parah dalam arti menderita korban meninggal terbanyak di dunia. Dengan kematian pertama 11 Maret atau bertepatan WHO menetapkan serangan Covid-19 sebagai pandemi, pada 15 April angka resmi Pemerintah Negara Bagian jumlah korban meninggal sebanyak 6.589 kasus.
Namun, otoritas kesehatan kota menyatakan angka resmi itu yang dihitung berdasarkan hasil tes. Di luar angka resmi itu, ada 3.778 kasus kematian yang berdasar gejala dan rekam medis oleh para dokter diyakini Covid-19 sebagai penyebab kematian, tapi tak masuk dalam daftar resmi karena belum pernah menjalani tes. (Kompas, 16/4)
Hal itu tak beda dengan di Jakarta. Gubernur Anies Baswedan di ILC akhir pekan menyebut jumlah jenazah yang dimakankan dengan protokol pemulasaraan Covid-19 di DKI ada 1012 kasus.
Tapi pada update resmi, di DKI ada 168 kasus meninggal. Bahkan angka kumulatif secara nasional hingga update 16 April jumlah kasus meninggal 496 orang. Hanya separoh dari jumlah jenazah yang dimakamkan dengan protokol Covid-19 di Jakarta. ***

Selanjutnya.....

Lubang Ozon Raksasa itu Terbentuk di Kutub Utara!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Minggu 19-04-2020
Lubang Ozon Raksasa itu
Terbentuk di Kutub Utara!
H. Bambang Eka Wijaya

SEBUAH lubang langka tiba-tiba terbentuk di lapisan ozon Arktik (atas Kutub Utara) selama beberapa hari terakhir. Dipantau dari luar angkasa dan Bumi, lubang tersebut kini telah mencapai dimensi ukuran yang luar biasa (raksasa) yang tak pernah terlihat sebelumnya.
Menurut Paul Newman, kepala peneliti bidang ilmu Bumi di Goddard Space Flight Center milik NASA, terbentuknya lubang langka ini disebabkan oleh suhu dingin yang terus menerus di wilayah kutub dan dinamika ozon yang kelewat tenang.
"Ini adalah peristiwa yang tidak biasa. Selalu ada penipisan ozon di Arktik setiap tahun, tetapi 2020 ini lebih ekstrem dari biasanya," ujar Newman kepada NBC dikutip Kompas.com, Kamis, 7/4)
Lapisan ozon melindungi permukaan Bumi dan isinya dari radiasi ultraviolet matahari yang berbahaya. Penggunaan bahan kimia buatan manusia berupa klorofluorokarbon selama seabad terakhir ini telah merusak lapisan ozon dan membuatnya menipis atau bahkan berlubang-lubang di berbagai lokasi.
Kondisi menjadi semakin buruk ketika suhu yang sangat rendah mempengaruhi formasi awan stratosfer di atas Arktik. Pasalnya, tipe awan ini memberikan permukaan yang cukup tinggi untuk terjadinya reaksi kimiawi yang melepaskan zat-zat penghancur ozon di atmosfer, seperti klorin dan bromin.
Menurut Newman, faktor lain penyebab terbentuknya lubang ini adalah kurangnya pencampuran ozon di stratosfer tahun ini.
Biasanya, sistem cuaca bisa menghasilkan gelombang atmosfer besar yang melewati atmosfer tinggi ke rendah, dan mencampurkan ozon di stratosfer. Namun, atmosfer di Arktik tahun ini tidak biasa dan sangat tenang.
Sementara itu, Vincent Henri Punch, direktur Layanan Monitoring Atmosfer Copernicus, juga mengungkapkan hal senada kepada Guardian, Selasa (7/4). Menurut dia, lubang ini tak ada hubungannya dengan social distancing akibat Covid-19 yang telah mengurangi polusi udara dan emisi gas rumah kaca secara drastis belakangan ini.
Terlalu cepat juga untuk menentukan apakah pusaran kutub Arktik yang kelewat stabil ini ada hubungannya dengan krisis iklim atau sekadar bagian dari cuaca stratosfer normal yang bervariabel.
Untungnya, pembentukan lubang yang tidak biasa ini diprediksi tidak membahayakan manusia kecuali jika ia bergerak ke selatan hingga mencapai area padat penduduk.
Jika sampai ke Greenland, risiko terbakar matahari akan meningkat. Namun, para ahli memprediksi lubang ini akan menghilang dalam beberapa waktu ke depan. ***

Selanjutnya.....

Gelombang Kedua Corona ke RRT!


Artikel Halaman 8, Lampung Post Sabtu 18-04-2020
Gelombang Kedua Corona ke RRT!
H. Bambang Eka Wijaya

SEJAK awal April 2020 Tiongkok mendapat serangan gelombang kedua Covid-19, virus impor bawaan orang tanpa gejala (OTG) yang masuk ke negerinya. Jumlah pasien baru positif terinfeksi meningkat pesat.
Komisi Kesehatan Nasional Tiongkok pada Senin (6/4) melaporkan 78 kasus baru virus Covid-19 tanpa gejala yang teridentifikasi hingga Minggu (5/4) malam. Jumlah itu naik dibandingkan sehari sebelumnya sebanyak 47 kasus.
Minggu berikutnya (12/4) dilaporkan 108 kasus baru, menambah jumlah yang telah dilaporkan sebelumnya sebanyak 143 kasus.
Hal itu muncul setelah pemerintah Tiongkok dengan langkah penanggulangan kerasnya dianggap sukses menekan angka kasus infeksi lokal virus Corona yang sebelumnya sempat outbreak. Jumlah kumulatif kasus virus Corona di Tiongkok hingga Senin (13/4) tercatat 82.160, dengan angka kematian 3.341. (Liputan6, 6-13/4/2020)
Laporan komisi tersebut Senin (13/4) menyebut, 98 kasus impor virus Corona hari itu melibatkan pendatang dari luar negeri yang tiba di Tiongkok, rekor baru sekaligus naik dari 97 kasus pada hari sebelumnya. Jumlah kasus tanpa gejala (OTG) dalam jumlah itu turun menjadi 61 dari 63.
Pemerintah Beijing khawatir, gelombang kedua serangan virus Corona yang dibawa para pendatang ke negerinya akan mendorong Tiongkok kembali ke kondisi yang hampir lumpuh.
Provinsi Heilongjiang yang berbatasan dengan Rusia menjadi salah satu pintu masuk pendatang yang signifikan. Meski penjagaan perbatasan diperketat, provinsi ini melaporkan 56 kasus baru, 49 di antaranya berasal dari Rusia, lapor Antara (12/4)
Gelombang kedua Covid-19 ke Tiongkok yang mayoritas bawaan para pendatang tanpa gejala (OTG) itu layak disimak. Sebab, arus pemudik dari kawasan Zona Merah Covid-19 (Jabodetabek) ke seantero negeri, berpotensi menyulut gelombang kedua di negeri kita. Padahal, gelombang pertama saja masih merebak.
Laporan @detikfinance (15/4), berdasar data Kementerian Perhubungan sudah lebih 900 ribu orang pemudik awal meninggalkan Jabodetabek menyebar ke daerah-daerah. Sekitar 8% di antaranya menuju Lampung dan Sumatera Selatan.
Kewaspadaan terhadap serangan gelombang kedua virus Corona lewat episoda mudik itu amat penting. Karena, sekarang saja 29 kota dan kabupaten di Jawa Timur sudah berstatus zona merah. (Kompas.com, 10/4). Juga 20 daerah di Jawa Tengah. (IDN-Times, 10/4).
Banyak daerah di luar Jawa juga sudah jadi5 zona merah, seperti Sulsel dan Riau. Daerah lainnya bisa jadi segera menyusul. ***

Selanjutnya.....

PSBB, Perusahaan Beroperasi Juga!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Jumat 17-04-2020
PSBB, Perusahaan Beroperasi Juga!
H. Bambang Eka Wijaya

JUSTRU di hari keempat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berlaku, pekerja menuju Jakarta bertumpuk di stasiun keteta api Bogor. Mereka tak terangkut KA yang jadwal keberangkatannya diperjarang, dan muatan gerbongnya dibatasi 50%.
Masih banyaknya pergerakan warga daerah lain ke Jakarta saat berlakunya PSBB itu disoroti Gubernur Anies Baswedan. Pasalnya, banyak perusahaan yang tetap beroperasi melanggar aturan PSBB, tidak menerapkan ketentuan bekerja di rumah.
Anies pun mengancam, di luar delapan bidang usaha yang dikecualikan, perusahaan harus segera menaati aturan PSBB. "Kami akan melakukan tindakan tegas evaluasi izin usaha jika ditemukan pelanggaran," ujarnya.
Ancaman Anies itu menempatkan perusahaan menghadapi dilema simalakama, dimakan mati ayah tak dimakan mati ibu. Sebab, perusahaan tak bisa seketika menghentikan kegiatan secara total. Terutama industri yang berorientasi ekspor, karena umumnya mereka terikat kontrak penyerahan barang terjadwal pada pemesan di luar negeri.
Kalau pada jadwal yang disepakati pengiriman barang tak terlakasana, bisa kena penalty. Sekali melanggar reputasinya jatuh, masa depan perusahaan kelam.
Itu simalakama kalau ia melanggar kontrak dagang. Sedangkan kalau ia coba bertahan memenuhi kontraknya, sehingga tetap mengoperasikan industrinya, usahanya terancam izinnya dicabut Anies.
Selain itu, banyak industri di negeri kita yang belum bisa dioperasikan secara online, sehingga pekerjanya harus masuk kerja dan tak bisa bekerja dari rumah. Seperti industri pengolahan (manufaktur) dan elektronik yang pekerjaan dilakukan pada ban berjalan. Tak mungkin ban berjalan pabrik disambung ke rumah buruh agar mereka bisa bekerja di rumah.
Itulah bedanya politisi dengan pengusaha. Politisi mudah mengambil keputusan,  jebret-jebret tak peduli risiko. Paling ada demo protes. Kalaupun ada demonstran yang tewas tak masalah, seperti ketika demo menolak revisi UU KPK.
Sedangkan  pengusaha, ada sebuah jari tangan pekerja putus tergilas mesin saja, dibereskan asuransinya. Apalagi kontrak dengan mitra dagang di luar negeri, pasti mereka jaga sebaik-baiknya.
Satu saja yang bisa meloloskan pengusaha dari kontrak internasional, yaitu force majeure (kejadian di luar batas kemampuan manusia) yang legalitas formalnya diakui arbitrase internasional. Seperti, Keputusan Presiden bahwa Pandemi Covid-19 merupakan Bencana Nasional--yang terbit sore pada hari siangnya Anies mengancam pengusaha. ***


Selanjutnya.....

Corona, Mitigasi Bom Waktu Mudik!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Kamis 16-04-2020
Corona, Mitigasi Bom Waktu Mudik!
H. Bambang Eka Wijaya

KENYATAAN mereka yang terinfeksi Covid-19 di Lampung virusnya mereka bawa dari luar Lampung. Itu berarti, setiap warga yang datang dari luar Lampung berpotensi membawa virus. Jika datangnya masif seperti pemudik, maka potensinya bom waktu, outbreak Covid-19.
Jika menurut jubir pemerintah untuk Covid-19 Ahmad Yurianto 60% pasien Covid-19 tidak menunjukkan gejala atau asimtomatik (Kompas.com, 9/4), maka banjir pemudik menjelang Lebaran perlu mitigasi: persiapan yang terencana matang mengatasi bom waktu Covid-19 di Lampung. Persiapan itu utamanya menyangkut jumlah SDM dan fasilitas sarana dan prasarana layanan kesehatan yang mencukupi dan mumpuni di daerah-daerah untuk menghadapinya. Terutama di lokasi yang sulit dijangkau di kabupaten.
Menghadapi outbreak Covid-19 itu, mungkin "protokol selamat datang pemudik" dengan status ODP dan mengisolasi diri seperti selama ini, tak sebanding lagi. Perlu protokol tersendiri lagi khusus untuk menangani pemudik dengan tindakan yang lebih efektif. Dishub DIY, misalnya, membuat protokol khusus yang lebih keras untuk pemudik.
Seberapa besar skalanya jika aoutbreak Covid-19 terjadi, tak bisa diprediksi dengan tepat oleh Italia, Spanyol bahkan Amerika Serikat yang memiliki ahli medis kelas dunia dengan teknologi kedokteran supercanggih. Karena itu, mitigasi pada tingkat skenario terburuk yang harus dipersiapkan, meski pengalaman Italia, Spanyol dan AS, keganasan Covid-19 melampaui skenario terburuk mereka.
Salah satu skenario terburuk dari epidemiolog UI Pandu Riono atas sebaran pemudik yang meluas hingga ke pelosok kabupaten. Di Jakarta saja kewalahan, apalagi di daerah terpencil yang fasilitas rumah sakit terbatas, kata Pandu.
Artinya, persiapan dan kesiapan maksimal harus dilakukan di semua RSUD maupun RS swasta di semua kabupaten. Juga semua puskesmas. Untuk itu kita harus jujur kepada diri sendiri dalam menilainya, apakah RSUD-RSUD itu personalia dan fasilitasnya sudah benar-benar memadai dan mumpuni menangani dan mengatasi jika outbreak Covid-19 terjadi di daerahnya?
Tentu doa kita semoga dijauhkan dari kemungkinan itu terjadi. Betapa, jika outbreak Vovid-19 terjadi, bahkan New York kota yang tercanggih di dunia pun tak mampu mengatasinya. Apalagi mengingat masifnya tradisi mudik.
Untuk itu, sebagai dasar mitigasinya, protokol pengendalian pemudik yang tegas dan efektif harus diwujudkan. Prosesnya justru sebagai perlindungan bagi para pemudik itu sendiri. ***



Selanjutnya.....

Corona, Anomali Kebijakan Menhub!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Rabu 15-04-2020
Corona, Anomali Kebijakan Menhub!
H. Bambang Eka Wijaya

PERATURAN Menteri Perhubungan (Menhub) Nomor 18/2020 yang membolehkan ojek online (Ojol) mengangkut penumpang di wilayah PSBB jadi anomali dalam menangkal penyebaran Covid-19, bertentangan dengan ketentuan Memkes dan Gubernur DKI.
Dalam Permenhub yang ditandatangani Menhub ad interim Luhut Panjaitan itu, semula pada Pasal 11 huruf (c) disebutkan sepeda motor berbasis aplikasi dibatasi hanya untuk pengangkutan barang. Artinya Ojol tidak boleh membawa penumpang.
Namun pada Pasal yang sama huruf (d) disebutkan sepeda motor berbasis aplikasi dengan tujuan tertentu tetap dapat mengangkut penumpang, asalkan memenuhi sejumlah syarat.
Bunyinya; "Dalam hal tertentu, untuk tujuan melayani kepentingan masyarakat dan untuk kepentingan pribadi, sepeda moror dapat mengangkut penumpang dengan ketentuan harus memenuhi protokol kesehatan".
Syaratnya, pertama aktivitas lain yang diperbolehkan selama PSBB.
Kedua, melakukan penyemprotan disinfektan pada kenderaan dan perlengkapan sebelum dan setelah selesai digunakan.
Ketiga, menggunakan masker dan sarung tangan. Keempat, pengendara tidak sedang mengalami suhu badan di atas normal atau sakit.
Permenhub itu bertentangan dengan Permenkes Nomor 9/2020, dasar Pergub DKI Nomor 33/2020 tentang Pelaksanaan PSBB yang dengan tegas menyebut "Angkutan roda dua berbasis aplikasi dibatasi penggunaannya hanya untuk pengangkutan barang".
Permenhub yang sama juga memberi izin bagi angkutan mudik dengan syarat, angkutan darat, laut dan udara hanya memuat 50% dari kapasitas penumpang dengan tetap menaati ketentuan social distancing.
"Antartempat duduk dibatasi jarak satu meter dan kapasitas penumpang yang bisa diperbolehkan menaiki penumpang umum maksimal sebesar 50% dari jumlah kapasitas kursi yang ada pada kendaraan," demikian bunyi petunjuk teknis pengendalian mudik 2020 dalam Permenhub tersebut dikutip detik.com (12/4/).
Itu jelas bertentangan dengan seruan untuk tidak mudik dari banyak pejabat negara. Kontroversi aturan berbagai lembaga pemerintah itu mencerminkan kurangnya koordinasi. Dan belum terwujudnya satu bahasa dalam melawan Covid-19.
Seruan perang rakyat semesta melawan Covid-19 cenderung cuma retorika kosong. Belum terwujud satu bahasa dan satu hati pada segenap elemen bangsa. Bahkan DPR yang mendapat ribuan protes online dari buruh agar menghentikan pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang menyakiti hati buruh, agar semua bisa fokus memerangi Covid-19, DPR tak peduli. ***




Selanjutnya.....

Naikkan Upah Padat Karya Tunai!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Selasa, 14-04-2020
Naikkan Upah Padat Karya Tunai!
H. Bambang Eka Wijaya

MENTERI Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar menyatakan, pemerintah akan memberikan upah pekerja lebih besar daripada bahan bangunan dalam pelaksanaan program padat karya tunai di desa.
"Padat karya tunai desa dengan menggunakan dana desa diupayakan semaksimal mungkin nilai upah lebih besar daripada nilai bahan. Karena targetnya keterlibatan sebanyak mungkin warga miskin, penganggur, atau setengah menganggur," ujar Abdul Halim usai konferensi video dengan Presiden Jokowi pekan lalu. (Kompas.com, 7/4/2020)
Program padat karya tunai diusahakan bisa membayar upah kepada pekerja setiap hari, atau paling lambat setiap minggu. Tujuannya untuk menjaga daya beli masyarakat desa, utamanya yang kehilangan pekerjaan di tengah pandemi Convid-19.
Program padat karya tunai diperintahkan Presiden Jokowi. "Ini (program padat karya tunai) bisa juga secara masif dilakukan dalam rangka skema dana desa," ujar Jokowi.
Skema dana desa dalam rangka mengatasi dampak Covid-19 menurut Jokowi bisa digunakan untuk dua hal. Pertama, untuk menyediakan bantuan sosial bagi warga desa. Kedua, bisa digunakan untuk mengadakan program padat karya tunai berupa pembangunan infrastruktur desa atau lainnya.
Menurut Jokowi, total dana desa tahun ini Rp72 triliun. Sampai akhir Maret lalu yang tersalur baru 13% atau Rp9,3 triliun.
Pengertian upah pekerja lebih besar tentu bukan hanya jumlahnya dibansing harga bahan dalam satu proyek. Tapi juga jumlahnya yang diterima setiap pekerja per hari dibanding upah pekerja padat karya tunai sebelumnya.
DPRD Kabupaten Bantul, DIY, yang telah membentuk pansus dana desa, sedang membahas peningkatan upah pekerja padat karya tunai. Dari sebelumnya Rp65 ribu per hari, akan disesuaikan dengan buruh bangunan di daerah itu Rp90 ribu ped hari dan untuk tukang Rp120 ribu per hari.
Dengan hanya Rp65 ribu per hari, para pekerja padat karya tunai di Bantul mbesengut (bersungut-sungut), kata Heru Sudibyo, juru bicara pansus. Mereka minta disamakan dengan buruh bangunan.
Untuk Lampung mungkin standarnya lebih tepat disesuaikan dengan Upah Minimum Provinsi (IMP) 2020, sebesar Rp2,4 juta per bulan. Jadi, upah pekerja padat karya tunai di Lampung Rp80 ribu per hari. Sebaiknya seluruh provinsi diseragamkan, agar kontrol pembukuan dana desa tak ruwet.
Jelas untuk itu perlu regulasi, setidaknya peraturan gubernur, sehingga ada dasar dan kepastian hukum penggunaan dana desa. ***



Selanjutnya.....

Larangan Mudik Hanya Imbauan!


Artikel Halaman 8, Lampung Post Senin 13-04-2020
Larangan Mudik Hanya Imbauan!
H. Bambang Eka Wijaya

POLEMIK larangan mudik hanya imbauan meluas ke publik dan parlemen. Di publik epidemiolog UI Pandu Riono mengecam Permenkes tentang PSBB tak mengatur tegas larangan mudik. Kritik serupa datang dari anggota Komisi V DPR-RI Syarief Alkadrie.
Polemik ini berawal di istana. Seusai Jokowi rapat terbatas membahas mudik, jubir presiden Fadjroel Rachman membuat rilis Presiden Jokowi membolehkan mudik dengan  syarat masyarakat harus isolasi mandiri 14 hari.
Tapi rilis tersebut diralat Mensesneg Pratikno. "Yang benar adalah pemerintah mengajak dan berupaya keras agar masyarakat tidak perlu mudik," ujar Prayikno. (Liputan6, 2/4/2020)
Informasi yang memperjelas sikap Jokowi atas mudik datang dari Mensos Juliari Batubara. Ia memgaku diminta Jokowi untuk menyiapkan insentif agar warga dari DKI tidak mudik.
"Ini sebenarnya Presiden minta agar, karena beliau belum melarang mudik, jadi beliau meminta saya agar dipikirkan bagaimana bentuk semacam insentif bagi para calon pemudik dari Jakarta agar mereka tidak atau mengurungkan niat untuk mudik," ujar Juliari di rapat virtual Komisi VII DPR. (detik-news, 7/2/2020)
Semua itu terlembaga di Permenkes 9/2020, Pasal 13 ayat (10) menyebut moda transportasi tetap beroperasi dengan beberapa pembatasan seperti transportasi penumpang baik umum atau pribadi tetap memperhatikan jumlah penumpang dan menjaga jarak antarpenumpang.
Pembatasan penumpang itu justru lebih ideal buat pemudik yang biasanya terjepit barang bawaan sendiri dalam kereta api.
Permenkes yang tidak tegas dan jelas melarang mudik itu dikecam epidemiolog UI Dr. Pandu Riono.
"Pemerintah tidak menyadari begitu dahsyatnya daya penularan Covid-19 ini. Apakah kita ikhlas 200.000 rakyat Indonesia mati sia-sia bahkan bisa lebih. Predikai saya akan mencapai 200.000 kalau kita terus seperti ini. Kita tidak memikirkan nyawa manusia, hanya memikirkan ekonomi, ekonomi, dan ekonomi," kata Pandu ke BBC News Indonesia.
Karena mayoritas yang tak tampak gejalanya terinfeksi atau asimtomatik yang menularkan ke seluruh dunia, pemudik memperparah penyebaran Covid-19.
Di Jakarta saja kewalahan, apalagi di daerah terpencil yang fasilitas rumah sakit terbatas, akibatnya bisa tak terkendali, tegas Pandu.
Senada dengan Pandu, Wakil Ketua Komisi V DPR-RI Syarief Alkadrie dari Nasdem khawatir, bila tidak ada larangan tegas untuk mudik, penyebaran virus ini di daerah semakin pesat. Kalau hanya imbauan, tak akan dipatuhi karena mudik itu tradisi. ***

Selanjutnya.....

Intervensi Bisa Pulihkan Ekosistem Laut Global!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Minggu 12-04-2020
Intervensi Bisa Pulihkan
Ekosistem Laut Global!
H. Bambang Eka Wijaya

SEKELOMPOK peneliti dari berbagai negara menyimpulkan ekosistem laut global bisa dipulihkan kembali pada 2050. Dengan catatan, ada intervensi kebijakan serta aksi nyata yang dilakukan secepat mungkin.
Dirilis jurnal Nature, penelitian tersebut juga menekankan, manusia hanya memiliki waktu terbatas untuk bisa mewujudkan hal itu.
Naiknya temperatur, polusi air,  dan tingkat keasaman laut yang meningkst sangat berefek buruk pada ekosistem lautan. Para peneliti di Universitas of Hawaii Manoa menyebut sekitar 70-90% populasi koral dunia diperkirakan akan menghilang dalam waktu 20 tahun mendatang.
Sementara para peneliti lain menggarisbawahi penurunan populasi ikan akibat perubahan iklim. Ilmuwan setuju adanya intervensi dan aksi nyata untuk mempertahankan populasi lautan.
Dalam jurnal tersebut ditekankan pemulihan ekosistem laut bisa dicapai dalam skala global. Dengan perkiraan, pemulihan global akan tercapai sekitar dua atau tiga dekade mendatang apabila aksi nyata dan intervensi dilakukan.
"Kisah sukses proyek-proyek konservasi lautan dalam beberapa tahun belakangan memberi ilustrasi bagaimana perubahan bisa terjadi," ujar Professor Callum Roberts dari Departement of Environment and Geography di University of York, seperti dikutip Kompas.com dari CNN (3/4/2020).
Menurut peneliti, spesies dan lautan harus dipelihara. Habitat harus dikembalikan seperti semula, penangkapan ikan dan hewan laut harus dibatasi, pencemaran lautan dikurangi, dan ada mitigasi perubahan iklim.
Para ilmuwan menyebutkan ada sembilan komponen utama dalam pemulihan ekosistem laut secara global. Antara lain rumput laut, rawapesisir, bakau, terumbu karang, tiram, perikanan, megafauna, dan laut dalam.
"Penangkapan ikan yang berlebihan dan perubahan iklim sangat berpengaruh terhadap hal ini, namun masih ada harapan untuk pemulihan kembali," tambah Roberts.
Kini manusia sudah memiliki cara untuk memulihkan komponen penting seperti tiram dan bakau, yang membuat lautan lebih bersih. Namun kembali lagi, hal paling krusial yang dimiliki dan harus dimanfaatkan manusia adalah waktu.
"Kita masih punya kesempatan untuk memberi anak-cucu ekosistem laut yang sehat, dan kita punya pengetahuan untuk itu," ujar Dr. Carlos Duarte, Professor of Marine Science dari King Abdullah University.
Indonesia di masa menteri kelautan Susi Pudjiastuti, on the track pada ideal gerakan global itu. Tapi kini, kebijakan era Susi itu tinggal sejarah. ***

Selanjutnya.....

Akhirnya, Jakarta Terapkan PSBB!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Sabtu 11-04-2020
Akhirnya, Jakarta Terapkan PSBB!
H. Bambang Eka Wijaya

SETELAH usul lockdown dan Karantina Wilayah untuk Covid-19 ditolak pusat, akhirnya Pemprov DKI mendapat persetujuan untuk penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Gubernur Anies Baswedan Selasa malam mengumumkan PSBB mulai berlaku Jumat 10 April.
Data nasional positif Covid-19 tercatat sebesar 2.738 orang dan meninggal 221 orang pada 7 April 2020. Hari itu, saat usul PSBB disetujui pusat, di DKI Jakarta terdapat sebanyak 1.395 orang positif terifeksi dan meninggal sebanyak 133 orang. Artinya, korban di Jakarta lebih separuh dari angka korban Covid-19 nasional.
Sekalipun penerapan PSBB tidak menjamin sepenuhnya hak-hak penghidupan warga tak mampu seperti jika yang diterapkan Karantina Wilayah, persetujuan pusat itu layak disyukuri. Karena, dengan PSBB penularan Covid-19 akan bisa dikurangi kepesatan lajunya, ketimbang kebijakan memutus rantai sebarannya diulur-ulur terus.
Artinya, gelar Jakarta sebagai epicentrum Covid-19 bisa lebih cepat diakhiri.
Selanjutnya, bagaimana semua konsekuensi penerapan PSBB dijalankan secara bijaksana, dalam arti tidak tambah menyengsarakan rakyat. Misalnya, soal driver ojek online (Ojol) yang kehidupannya sulit selama musim kerja dari rumah, belajar di rumah, dan ibadah di rumah.
Apakah setelah hanya boleh mengantar barang dan tak boleh membawa penumpang, cukup menghidupi keluarganya kalau dimaksukkan jadi penerima BPNT Rp200 dibu per bulan, dan Kartu Prakerja Rp600 ribu hingga Rp1 juta per bulan?
Dengan gambaran hidup mereka yang punya pencaharian saja sedemikian, bagaimana pula mereka yang baru kena PHK? Maksudnya, agar para pejabat dalam beretorika terkait Covid-19 tidak melupakan sikap tenggang rasa terhadap kaum yang bernasib malang.
Contohnya, tidak seperti lock down, dalam 9 larangan dalam SK Menkes untuk penerapan PSBB di DKI Jakarta, tak tercantum larangan keluar-masuk orang.
Itu perlu dikemukakan, karena setelah Presiden mengeluarkan PP tentang PSBB 31 Maret, juru bicaranya Fadjroel Rachman membuat rilis menyebut bahwa Presiden Jokowi membolehkan mudik dengan syarat masyarakat harus isolasi mandiri 14 hari. Rilis itu dibuat usai Jokowi rapat terbatas membahas mudik.
Tapi rilis tersebut kemudian diralat Mensesneg Pratikno. "Yang benar adalah pemerintah mengajak dan berupaya keras agar masyarakat tidak perlu mudik," ujar Pratikno ke wartawan. (Liputan6, 2/4/2020).
Polemik di puncak kekuasaan begitu kan membuat rakyat yang sedang susah jadi bingung. ***




Selanjutnya.....

Corona PHK Ratusan Ribu Pekerja!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Kamis 09-04-2020
Corona PHK Ratusan Ribu Pekerja!
H. Bambang Eka Wijaya

PANDEMI Covid-19 yang merebak di Indonesia mengakibatkan ratusan ribu pekerja kena PHK. Senin (6/4/2020) di Jakarta tercatat 162.416 kena PHK dan dirumahkan. Sementara PHRI mencatat 1.139 hotel tutup, 13 di antaranya hotel di Lampung.
Besarnya gelombang PHK massal akibat Pandemi Covid-19 telah diantisipasi pemerintah dengan mengalokasikan dana Rp20 triliun bantuan untuk mereka yang kena PHK. Bantuan tersebut antara Rp650 ribu hingga Rp1juta/orang/bulan selama 4 bulan. Dana disalurkan lewat Kartu Prakerja, untuk 5,6 juta orang.
Untuk mendaftar jadi penerima Kartu Prakerja itu, Kadisnakertrans DKI Jakarta Andri Yansyah mengatakan, sampai tutup pendaftaran hari Sabtu (4/4) sebanyak 162.416 pekerja telah melapor di-PHK dan dirumahkan tanpa menerima upah (unpaid leave) pandemi Covid-19.
"Data penutupan tanggal 4 April, 162.426 pekerja/buruh dari 18.045 perusahaan yang telah melapor," ujar Andri. (Kompas.com, 5/4)
Rinciannya, 30.137 pekerja dari 3.358 perusahaan di-PHK, sementara 132.379 pekerja dari 14.697 perusahaan dirumahkan tanpa upah. Data tersebut dikirim ke pusat untuk diverifikasi, selanjutnya memberikan bantuan lewat program Kartu Prakerja.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum PHRI Maulana Yusran menyatakan sedikitnya 1.139 hotel di Indonesia tutup. Sedangkan, 1.174 hotel melakukan PHK terhadap karyawannya. 35 hotel dari angka itu, masih tetap buka tapi menerapkan cuti, cuti tak dibayar, hingga PHK karyawannya.
"Sebagai sektor yang mengandalkan pergerakan manusia, kalau manusianya tidak bepergian, pendapatannya akan berasal dari mana? Ditambah lagi tiap daerah sudah inisiarif melakukan isolasi mandiri, tentunya perhotelan akan semakin sepi dan memilih tutup," jelas Maulana.
Sektor pariwisata mendapat perhatian pertama dari pemerintah dengan diskon tiket hingga 50% untuk 10 DTW, diskon tiket 50 dolar AS per turis asing, dan dana 72 miliar untuk kampanye influencer memikat turis dari luar negeri. Ternyata semua upaya itu gagal menyelamatkan sektor pariwisata.
Menghadapi gelombang besar PHK masal korban krisis Covid-19, berbagai "bantalan" yang disiapkan pemerintah untuk mengatasi eksesnya tidaklah cukup. Mungkin sedikit mengurangi pedihnya penderitaan, tapi jauh dari penyelesaian masalah.
Karena itu, gerakan-gerakan inisiatif warga masyarakat untuk meringankan semua korban krisis Covid-19 seperti gerakan virtual "Gema Taat" yang diprakarsai ICMI Lampung, perlu didukung, gotong royong mengatasi krisis. ***




Selanjutnya.....

PKS, Perppu Suntik Mati Demokrasi!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Rabu 08-04-2020
PKS, Perppu Suntik Mati Demokrasi!
H. Bambang Eka Wijaya

PRESIDEN Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mohamad Sohibul Iman dalam suratnya untuk Presiden Joko Widodo menyatakan, Perppu Nomor 1/2020 adalah cek kosong dan jalan pintas menuju era otoritarianisme. Perppu ini akan menyuntik mati demokrasi kita.
Kata Sohibul, jika tak dilakukan pembatasan wewenang, isu dan waktu, maka akan sangat berbahaya bagi sistem pemerintahan kita.
Pasalnya, salah satu ketentuan Perppu ini mengatur tak hanya pada penanganan krisis Pandemic Covid-19. Tetapi juga mengatur terhadap semua ancaman lain yang pemerintah anggap membahayakan ekonomi nasional. Diskresi tanpa limitasi isu dan waktu ini sangat berbahaya.
Perppu ini, ungkap Sohibul, lebih banyak mengatur penanggulangan ancaman krisis ekonomi ketimbang pencegahan dan penanganan Covid-19 itu sendiri. Seharusnya pemerintah fokus pada krisis Covid-19.
Dengan mekanisme Perppu ini berpotensi terjadinya Skandal BLBI seperti krisis 1998 berpeluang terulang. Moral hazard akan terbuka lebar dan cost of crisis yang akan ditanggung negara sangat tinggi.
Perppu ini memiliki potensi penyalahgunaan kekuasaan yang membahayakan masa depan bangsa (abuse of power) dan potensi penyalahgunaan sumber daya keuangan yang luar biasa (abuse of money).
Sohibul khawatir Presiden tak menyadari itu karena para pembantunya tidak memberikan informasi yang benar dan tepat. Sehingga, Presiden menandatangani Perppu yang sangat berbahaya bagi kepeminpinan dirinya dan masa depan bangsa.
Perppu ini, tukas Sohibul, menganulir banyak ketentuan di UU lain (Omnibus Law) seperti UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara, UU MD3, UU Perpajakan, UU Perimbangan Keuangan Pusat Daerah, UU Bank Indonesia, UU OJK, UU LPS, UU Pemerintah Daerah, UU Kesehatan, UU Desa, UU APBN 2020, dan UU Pencegahan dan Penanggulangan Krisis.
Ada upaya sentralisasi kekuasaan pada kewenangan eksekutif yang sangat besar. Ini berpotensi terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dan keuangan yang besar.
Perppu ini kata Sohibul tak berpegang pada prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Defisit fiskal jadi tak terbatas, utang negara akan melonjak drastis tak terkontrol.
Independensi Bank Sentral menjaga stabilitas moneter hilang. Kewenangan pengawasan dan hak budget DPR RI dibatasi. Pemberian imunitas dan diskresi tanpa batas bagi KSSK dalam membuat kebijakan hingga tak tersentuh penegakan hukum.
Semua itu akan menjadi resep yang sempurna bagi bencana ekonomi, pilitik dan hukum kita di masa depan. ***


Selanjutnya.....

PKE, Perppu Suntik Mati Demokrasi!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Rabu 08-04-2020
PKS, Perppu Suntik Mati Demokrasi!
H. Bambang Eka Wijaya

PRESIDEN Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mohamad Sohibul Iman dalam suratnya untuk Presiden Joko Widodo menyatakan, Perppu Nomor 1/2020 adalah cek kosong dan jalan pintas menuju era otoritarianisme. Perppu ini akan menyuntik mati demokrasi kita.
Kata Sohibul, jika tak dilakukan pembatasan wewenang, isu dan waktu, maka akan sangat berbahaya bagi sistem pemerintahan kita.
Pasalnya, salah satu ketentuan Perppu ini mengatur tak hanya pada penanganan krisis Pandemic Covid-19. Tetapi juga mengatur terhadap semua ancaman lain yang pemerintah anggap membahayakan ekonomi nasional. Diskresi tanpa limitasi isu dan waktu ini sangat berbahaya.
Perppu ini, ungkap Sohibul, lebih banyak mengatur penanggulangan ancaman krisis ekonomi ketimbang pencegahan dan penanganan Covid-19 itu sendiri. Seharusnya pemerintah fokus pada krisis Covid-19.
Dengan mekanisme Perppu ini berpotensi terjadinya Skandal BLBI seperti krisis 1998 berpeluang terulang. Moral hazard akan terbuka lebar dan cost of crisis yang akan ditanggung negara sangat tinggi.
Perppu ini memiliki potensi penyalahgunaan kekuasaan yang membahayakan masa depan bangsa (abuse of power) dan potensi penyalahgunaan sumber daya keuangan yang luar biasa (abuse of money).
Sohibul khawatir Presiden tak menyadari itu karena para pembantunya tidak memberikan informasi yang benar dan tepat. Sehingga, Presiden menandatangani Perppu yang sangat berbahaya bagi kepeminpinan dirinya dan masa depan bangsa.
Perppu ini, tukas Sohibul, menganulir banyak ketentuan di UU lain (Omnibus Law) seperti UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara, UU MD3, UU Perpajakan, UU Perimbangan Keuangan Pusat Daerah, UU Bank Indonesia, UU OJK, UU LPS, UU Pemerintah Daerah, UU Kesehatan, UU Desa, UU APBN 2020, dan UU Pencegahan dan Penanggulangan Krisis.
Ada upaya sentralisasi kekuasaan pada kewenangan eksekutif yang sangat besar. Ini berpotensi terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dan keuangan yang besar.
Perppu ini kata Sohibul tak berpegang pada prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Defisit fiskal jadi tak terbatas, utang negara akan melonjak drastis tak terkontrol.
Independensi Bank Sentral menjaga stabilitas moneter hilang. Kewenangan pengawasan dan hak budget DPR RI dibatasi. Pemberian imunitas dan diskresi tanpa batas bagi KSSK dalam membuat kebijakan hingga tak tersentuh penegakan hukum.
Semua itu akan menjadi resep yang sempurna bagi bencana ekonomi, pilitik dan hukum kita di masa depan. ***


Selanjutnya.....

Covid-19, Blessing in Disguise DPR!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Selasa 07-04-2020
Covid-19, Blessing in Disguise DPR!
H. Bambang Eka Wijaya

RAPAT Paripurna DPR Kamis (2/4) menyetujui pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Rupanya DPR menjadikan bencana global Covid-19 blessing in disguise (keberuntungan terselubung). Berkat Cobid'19, pembahasan itu dijamin aman dari aksi massa protes.
Ada beberapa alasan massa buruh maupun masyarakat sipil enggan melakukan aksi massa menolak Omnibus Law.
Pertama, di tengah bencana global Covid-19 melakukan kerumunan ribuan orang seperti demo buruh selama ini, amat rawan tertular virus Corona, sekaligus menjadi media penyebaran Covid-19 yang sangat dahsyat.
Kedua, kalaupun massa buruh dan masyarakat sipil memaksakan berdemonstrasi, dengan PP PSBB yang baru diluncurkan presiden, Polri punya dasar hukum yang kuat untuk bertindak keras membubarkan massa.
Demikianlah pintarnya DPR mencari waktu paling nyaman untuk menyelesaikan Omnibus Law RUU Cipta kerja yang kontroversial itu. Sehingga, bukan mustahil RUU dengan punyi paling buruk pun akan berhasil mereka loloskan menjadi UU.
Tak ayal lagi, ketika rakyat compang-camping tertatih-tatih lunglai beringsut dari mimpi buruk bencana global Covid-19, langsung dicaplok realitas baru: implementasi Omnibus Law yang menempatkan kaum pekerja dalam situasi modern slavery--perbudakan modern. Lepas dari mulut harimau masuk mulut buaya.
Dalam mengeksploitasi perbudakan modern, Omnibus Law itu lebih kejam dari ibu tiri maupun ibu kota. Pekerja perempuan yang menggunakan haknya cuti haid atau cuti melahirkan, tidak dibayar gajinya. Demi memikat investor, kaum buruh dikorbankan.
"Hak-hak yang terkait dengan aspek biologis mereka itu tidak akan lagi dilindungi," ujar Ikhsan Raharjo, Sekjen Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi). (Kompas.com, 5/3/2020)
Menurut Ikhsan, pasal-pasal terkait ketenagakerjaan di RUU Cipta Kerja akan menciptakan perbudakan modern. Semangat perbudakan modern itu sangat terasa.
Ia menyamakan RUU Cipta Kerja dengan aturan Koeli Ordonantie yang dikeluarkan pemerintah Hindia Belanda. Aturan ini memberikan jaminan kepada majikan akan tenaga kerja murah dengan perlindungan yang minim.
"Indonesia akan melahirkan generasi pekerja muda yang rentan dan juga mudah dieksploitasi dalam kondisi kerja yang buruk. Ketika mereka masuk dunia kerja, mereka akan dihadapkan pada sebuah ketidakpastian dalam bentuk status hubungan kerja yang kontrak," ujar Ikhsan.
Untuk itu, DPR memanfaatkan ketakberdayaan rakyat didera bencana Covid-19. ***


.

Selanjutnya.....

Pertumbuhan Ekonomi Bisa --0,4%!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Senin 06-04-2020
Pertumbuhan Ekonomi Bisa --0,4%!
H. Bambang Eka Wijaya

PERTUMBUHAN ekonomi Indonesia 2020 diperkirakan BI, OJK LPS, dan Pemerintah akan turun ke 2,3%, bahkan dalam skenario yang lebih buruk bisa mencapai negatif 0,4%.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkap kepada wartawan Rabu (Kompas-TV/youto.be, 1/4/2020), kondisi ini akan menyebabkan penurunan kepada kegiatan ekonomi dan berpotensi menekan lembaga keuangan.
"Karena, kemudian kredit-kredit tidak bisa dibayarkan atau bahkan diberi relaksasi untuk tidak membayar dan perusahaan-perusahaan mengalami kesulitan dari sisi revenue atau pendapatan dan tentu saja kemudian mempengaruhi kemampuan mereka untuk membayar utang-utangnya," jelas Menkeu.
Sehingga, transmisi masalah kemanusiaan kesehatan menjadi masalah sosial, menjadi masalah ekonomi, kemudian menjadi ancaman stabilitas keuangan, menjadi sangat nyata dalam kondisi sekarang, tambahnya.
Penurunan pertumbuhan ekonomi ini karena konsumsi rumah tangga turun demikian juga investasi. Tak hanya itu. Akibat Covid-19 ini pendapatan negara 2020 dipastikan akan turun 10%. Terutama dari penerimaan yang berasal dari sektor perpajakan.
Konsumsi rumah tangga diperkirakan turun antara 2,3% hingga 1,6%. Investasi yang semula diproyeksi tumbuh 6% menjadi hanya 1%, atau bahkan negatif 4%. Ekspor dan impor juga turun tajam. Sehingga pertumbuhan  ekonomi diperkirakan hanya mencapai 2,3%.
Kesulitan perekonomian negara yang diungkap Sri Mulyani itu, realitas pedih yang memilukan dalam masyarakat. Tangisan seorang supir taksi di Jakarta yang viral, menggugah Reinald Kasali dan gerakan 'Kita Bisa' menggalang bantuan buat mereka.
Tangisan sopir taksi akibat kampanye kerja, belajar, ibadah di rumah, taksi tidak ada penumpang, saat ia berangkat meninggalkan keluarganya di rumah tanpa uang belanja. Saat mendapat tarikan pertama, uangnya langsung ia antar ke rumah untuk belanja.
Tapi sering sampai siang tak dapat tarikan pertama. Akibatnya, jatah nasi bungkus makan siang dari perusahaan yang diberikan selama krisis Covid-19, dia bawa pulang untuk dimakan bersama dengan istri dan anaknya.
Kondisi kehidupan rakyat yang sudah demikian fatal itulah pendorong banyak orang untuk memilih diberlakukan Karantina Wilayah, yang menjamin sepenuhnya penghidupan rakyat tak mampu selama krisis.
Tapi sesuai kemampuan pemerintah menghindari tanggung jawab model itu, dan menetapkan kebijakan PSBB yang memberikan bantuan pada rakyat hanya sebatas jaring pengaman sosial. Bukan jaminan kehidupan penuh. ***


Selanjutnya.....

April Kemarau Berawal Juli-September Puncak!

Artikel Halaman 8, Lampung PO SD t Minggu 05-04-2020
April Kemarau Berawal
Juli-September Puncak!
H. Bambang Eka Wijaya

BADAN Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan sekitar 17% dari Zona Musim (ZOM) di Indonesia awal musim kemarau tiba April ini. Itu sebagian kecil dari wilayah Nisa Tenggara, Bali dan Jawa. Indonesia terbagi atas 342 ZOM.
Menurut Kepala Sub Bidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Siswanto, menyusul bulan Mei 38,3% ZOM lagi memasuki musim kemarau, yakni sebagian Bali, Jawa, Sumatera dan Sulawesi.
Sisanya, 27,5% ZOM akan memasuki musim kemarau pada bulan Juni, wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Puncak musim kemarau 2020 ini diprediksi akan terjadi pada Juli-September dengan wilayah ZOM yang berbeda-beda.
Wilayah Pulau Sumatera memasuki puncak kemarau Juli hingga Agustus. Jawa, Bali dan Nusa Tenggara Agustus. Kalimantan Aguatus. Sulawesi, Maluku dan Papua Agustus hingga September.
Sementara itu, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam rilisnya menyatakan, perubahan iklim mengakibatkan curah hujan ekstrem dan memarau menjadi bencana hidrometeorologis di Indonesia. Curah hujan ekstrem yang menjadi pemicu banjir di beberapa wilayah Indonesia pada awal tahun ini merupakan bencana terkait cuaca dan iklim.
"Bencana hidrometeorologis seperti kekeringan yang kita alami tahun lalu berdampak pada (langkanya) persediaan air bersih serta kebakaran hutan dan lahan," ujar Dwi. (Kompas.com, 27/3/2020)
Peristiwa-peristiwa tersebut, menurut Dwi, berdampak luas dan akan meningkat berdasarkan proyeksi perubahan iklim di masa mendatang. Karena itu, BMKG memandang perlu mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim untuk kessjahteraan  masyarakat," tegasnya.
Untuk itu, BMKG mengajak masyarakat agar dapat berpartisipasi aktif dalam melakukan mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim dan ketahanan air. Yakni, dengan melakukan beberapa hal sederhana yang sepele, tetapi bisa mengurangi emisi gas rumah kaca.
Hal-hal sederhana untuk memitigasi dan adaptasi mengurangi emisi gas rumah kaca adalah: (1). Membatasi penggunaan kendaraan bermotor. (2). Mulai beralih ke sarana transportasi umum. (3). Menghemat penggunaaan listrik dan air. (4). Mengurangi penggunaan sampah plastik. (5). Menanam pohon di lingkungan sekitar.
Benerapa hal itu akan membawa pengaruh besar dalam upaya mencegah dampak buruk dari perubahan iklim. Jika hal-hal sederhana itu dilakukan serentak oleh umat manusia di bumi, upaya global mengurangi pemanasan global diyakini bisa berhasil. ***


Selanjutnya.....

Corona, Vietnam Catat 'Kematian 0'!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Sabtu 04-04-2020
Corona, Vietnam Catat 'Kematian 0'!
H. Bambang Eka Wijaya

SAMPAI Kamis (2/4/2020), angka kematian akibat Covid'19 di Vietnam masih '0', kasus positif terinfeksi 194 dan sembuh 52 pasien. Menurut WHO, respon cepat pemerintah Vietnam sejak awal mengatasi keadaan darurat sangat penting dalam mengendalikan krisis.
"Kami sangat terkesan dengan upaya yang mereka lakukan untuk menemukan setiap kasus, menindaklanjuti dengan kontak dan menghentikan transmisi," kata Kepala WHO, Tedros Adhanom.
Berbatasan langsung dengan Tiongkok, pusat penyebaran awal virus Corona, Perdana Menteri Vietnam Nguyen Xuan Puch menerapkan strategi "perang panjang musim semi", menyulut semangat bangsanya 20 tahun perang berhasil mengusir Amerika Serikat angkat kaki dari negerinya 30 April 1975.
Itu adalah perang rakyat semesta, semua warga agresif mengikuti protokol pemerintah dalam memerangi Covid-19. Setiap orang prajurit, sebagai informan yang melaporkan jika tetangganya terkena gejala flu untuk cepat mendapat penanganan medis.
Semua orang yang positif terinfeksi, dari yang berat hingga ringan, masuk karantina perawatan di rumah sakit.
Semua orang yang baru datang dari luar negeri, termasuk turis asing, langsung diperiksa dan selanjutnya dengan status ODP dimasukkan karantina fasilitas pemerintah. Menurut Asia News Network (Kompas.com, 30/3/2020), ada lebih dari 21.000 orang di daerah-daerah yang dikarantina di fasilitas pemerintah, dan lebih 30.000 melakukan isolasi mandiri sesuai ketentuan.
Warga Vietnam yang baru pulang dari luar negeri dicurigai membawa virus Corona. Seperti Lan Anh, kembali ke rumahnya 22 Maret usai mengunjungi kerabat di Australia. Ia dibawa ke fasilitas karantina milik pemerintah di Universitas Nasional di kota Ho Chi Minh.
Turis asing juga mendapat perlakuan sama. Tiga turis asal Inggris didatangi polisi ke penginapan mereka, lalu dibawa untuk dikarantina. Karyawan penginapan kemudian membakar kasur dan barang-barang lain yang bersentuhan dengan mereka.
Usai dites terbukti tak tertular, ketiga turis itu dibawa ke rumah sakit Nan Binh, Vietnam Utara, untuk dikarantina dua minggu.
PM Nguyen Xuan Phuc mengatakan Virtnam kini telah memasuki priode puncak pandemi Covid-19. Ia memerintahkan kota besar negeri berpenduduk 96 juta itu, Hanoi dan Ho Chi Minh City, untuk menyiapkan lockdown: melakukan langkah intensif memanfaatkan waktu sebaik-baiknya bertindak tepat.
Mungkinkah 30 April 2020, 45 tahun setelah menendang AS, Vietnam menendang Corona keluar dari negerinya? ***

Selanjutnya.....

Covid-19, Skenario Terburuk FKM-UI!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Jumat 03-04-2020
Covid-19, Skenario Terburuk FKM-UI!
H. Bambang Eka Wijaya

SKENARIO terburuk serangan Covid-19 dibuat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM-UI), mengestimasi kematian kumulatif akibat Covid-19 di Indonesia jika tanpa intervensi pemerintah mencapai 240.244 orang, intervensi rendah 144.266, intervensi moderat 47.984, dan intervensi tinggi 11.898.
Tanpa intervensi, berarti pemerintah tidak melakukan apa-apa atas adanya serangan Covid-19. Intervensi rendah: jaga jarak sosial secara sukarela, membatasi kerumunan massa. Sedangkan intervensi moderat: tes massal cakupan rendah, mengharuskan jaga jarak sosial (penutupan sekolah/bisnis). Terakhir intervensi tinggi: tes massal cakupan tinggi, mewajibkan jaga jarak sosial.
"Yang sekarang hanya ada imbauan. Jadi, antara tanpa intervensi dan intervensi rendah," kata Pandu Riono, Doktor epidemiologi lulusan University of California Los Angeles (UCLA). (detik.news, 29/3/2020)
Melalui tingkat intervensi seperti itu, prediksi jumlah total kumulatif kasus Covid-19 di Indonesia: Tanpa intervensi +/- 2.500.000 orang berpotensi terjangkit Covid-19; Intervensi rendah +/- 1.750.000 orang; Intervensi moderat +/- 1.250.000 orang; dan Intervensi tinggi +/- 500.000 orang.
Jumlah kumulatif tersebut diprediksikan pada hari ke-77. Tim meggunakan patokan hari ke-1 pada pekan pertama Februari 2020, lebih awal dari pengumuman kasus pertama oleh pemerintah (2 Maret). Dasarnya, data yang diperoleh dari rumah sakit di Indonesia sudah menemukan adanya peningkatan kasus pneumonia dan gejala mirip Covid-19 sejak pekan pertama Februari.
Dengan patokan hitungan hari tersebut, mungkin pada hari ke-77 itu, sekitar akhir April atau awal Mei, akan terjadi puncak serangan Covid-19.
Tim FKM-UI menjelaskan, setiap satu kasus positif Covid-19 (satu orang) bisa menginfeksi setidaknya dua orang lain. Dalam prediksi yang mereka buat, indikatornya adalah jumlah penduduk Indonesia sebanyak 268 juta.
Dari jumlah penduduk tersebut, 52,9% populasi tinggal di wilayah urban; 14,8% tinggal di rumah kurang dari 8 meter persegi, angka terjadinya pneumonia (penyakit radang paru-paru) adalah 1,3 per 1.000 orang; 28,2% penduduk bepergian; 50,2% mencuci tangan dengan cara tidak benar.
Intervensi pemerintah harus maksimal. Pandemi ini perlu intervensi pemerintah yang serius. Jika tak ada peningkatan intervensi yang benar-benar intensif dalam mengatasi penularan virus ini, ketika masa puncak serangan terjadi bisa seganas di Italia, Spanyol, dan AS. ***


Selanjutnya.....

Opsi Karantina Wilayah pun Ditolak!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Kamis 02-04-2020
Opsi Karantina Wilayah pun Ditolak!
H. Bambang Eka Wijaya

PRESIDEN Jokowi Selasa (31/3) menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam mencegah perluasan Covid-19. Juru bicara Presiden Fadjrul Rachman menyatakan, dengan itu opsi karantina wilayah usulan sejumlah daerah otomatis ditolak.
Beda PSBB dan Karantina Wilayah terletak pada kewajiban pemerintah. Dalam PSBB, pemerintah tidak berkewajiban memenuhi penghidupan warga kurang mampu, utamanya kebutuhan pangan. Sebaliknya dengan opsi Karantina Wilayah, hak-hak warga diatur dalam UU.
Untuk karantina wilayah pemerintah mendaftar semua orang yang berhak mendapat bantuan biaya hidup sesuai UU. Penerima bantuan jaring pengaman sosial pada karantina wilayah merupakan perluasan dari PKH dan BPNT. Dalam hal ini komunitas-komunitas terdampak, para pekerja informal, pedagang kaki lima, sampai pengemudi ojol yang penghasilannya merosot drastis selama serangan Covid-19.
Sebagai penyambung hidup warga yang sebagian besar telah kehilangan pekerjaan atau mata pencaharian, jumlah bantuan jelas harus lebih besar dari PKH dan BPNT. Jadi prioritas untuk mendapat bantuan kebutuhan hidup tersebut adalah mereka yang telah kehilangan pekerjaan tapi tak bisa pulang kampung akibat dicegah mudik. Jangan sampai mereka terlantar di kota besar tanpa jaminan penghidupan. Jika ini terjadi, mereka bisa beramai-ramai jalan kaki pulang kampung seperti di India. Akibatnya, jalan keluar krisis Covid-19 justru menyulut krisis sosial kemanusiaan yang lebih rumit.
Hak-hak warga kurang mampu yang harus dipenuhi pemerintah saat karantina wilayah sesuai UU karantina kesehatan, utamanya kebutuhan dasar, berupa kecukupan pangan.
Bantuan pangan pokok pada karantina Covid-19 ini harus cukup bagi penerimanya. Tak seperti bantuan saat banjir, hanya satu kantong plastik berisi beras dua kg, minyak goreng sebotol, indomie lima bungkus. Bahkan dalam UU Karantina Kesehatan Nomor 6 Tahun 2018, pakan ternak warga juga harus dicukupi oleh pemerintah.
Ada pula hak untuk tidak diberhentikan atau diturunkan dari jabatan ketika akibat karantina seseorang tak bisa masuk kantor atau work from home (WFH).
Hak-hak lain warga yang penting adalah hak mendapat penjelasan sebelum karantina, hak mendapat perawatan, isolasi, dan rujukan rumah sakit terkait Convid-19.
Demikian kewajiban yang dihindari pemerintah dengan memilih PSBB. Akibatnya, pemenuhan kebutuhan hidup warga tak mampu harus diberi perhatian khusus. ***




Selanjutnya.....

Mitigasi-Adaptasi Wabah Corona!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Rabu 01-04-2020
Mitigasi-Adaptasi Wabah Corona!
H. Bambang Eka Wijaya

MITIGASI adalah perencanaan dan langkah sejak awal menghadapi dan mengatasi bencana. Sedangkan adaptasi adalah respon, menyesuaikan kebijakan dengan tantangannya untuk menghindari, mengurangi dan mengatasi dampak bencana yang terjadi.
Mitigasi dilakukan secara terencana sejak awal dengan mengantisipasi segala sesuatu untuk mengatasi bencana. Sedangkan adaptasi merespon bencana, segalanya diurus belakangan, disesuaikan dengan tantangan dan perkembangan situasinya.
Dalam menghadapi bencana wabah Convid-19 harus diakui bahwa pemerintah kita lemah dalam hal mitigasi. Bahkan di awal bencana, pemerintah cenderung meremehkan Covid-19, dengan menganggapnya sepele bahkan menyebutnya tidak lebih berbahaya dari flu biasa, tidak diobati pun akan sembuh sendiri.
Kenyataannya, diobati dan dirawat secara intensif pun puluhan pasien di Indonesia meninggal dunia. Setelah adanya kenyataan itu, juga berkat desakan WHO yang ngeyel, barulah secara tergagap-gagap pemerintah melakukan adaptasi untuk mengatasi serangan Covid-19.
Langkah adaptasi ini dirintis oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, tanpa kecuali awalnya dironai sinisme unsur tertentu pemerintah pusat.
Namun, lupakan kelambanan langkah awal pemerintah itu. Karena pemerintah kemudian menyusun langkah-langkah adaptasi dengan standar risiko ekonomi teringan, menolak lockdown dan menerapkan social distancing alias jaga jarak sosial. Sama-sama adaptasi, pilihan langkah setelah bencana merebak, tapi lockdown dijauhkan dari alternatif kebijakan. Pilihan adaptasi jaga jarak dimulai dari isolasi mandiri bagi ODP dan PDP ringan sampai sedang, lalu yang berat diisolasi di RS.
Jaga jarak ini diperluas dengan meliburkan anak sekolah--belajar di rumah, bekerja di rumah, dan beribadah di rumah. Banyak hal lagi yang disesuaikan dengan ancaman virus Corona.
Semua itu rupanya tak menghentikan atau memperlambat perebakan wabah Corona. Larangan mudik Lebaran pun dikeluarkan.
Larangan mudik itu jelas menimbulkan masalah baru yang lebih rumit. Ribuan pekerja informal yang usahanya terdampak Corona, termasuk pekerja cafe dan counter di mal yang tutup, dipaksa tinggal di Jakarta tanpa penghidupan. Ini perlu adaptasi bencana lain lagi.
Begitulah beda adaptasi dan mitigasi. Dalam mitigasi, segala sesuatu sudah diprediksi sejak awal. Sedang adaptasi mengandalkan respon atas perkembangan yang terjadi, buntut masalahnya semakin panjang. Setiap langkah dampaknya harus diantisipasi lagi. ***


Selanjutnya.....