Artikel Halaman 8, Lampung Post Rabu 22-04-2020
S&P Revisi Outlook RI Jadi Negatif!
H. Bambang Eka Wijaya
LEMBAGA peneringkat global Standard & Poor's merevisi outlook perekonomian RI dari stabil menjadi negatif. Itu dilakukan dengan tetap mempertahankan peringkat investasi RI pada BBB/A-2. Bisa dibaca, revisi outlook itu suatu warning, ada yang 'harus diperbaiki'.
Dalam keterangan resminya, S&P menyatakan posisi Indonesia melemah akibat depresiasi rupiah dan beban utang akan semakin berat dalam beberapa tahun ke depan. Itu akibat kebijakan fiskal dalam menghadapi pandemi korona. Di sisi lain, sumber pendapatan negara untuk membiayai utang lebih terbatas.
S&P menyebut revisi outlook dari stabil menjadi negatif merefleksikan risiko downside terhadap kondisi fiskal pemerintah dalam menghadapi pandemi Covid-19 selama 24 bulan ke depan.
S&P menahan peringkat BBB untuk jangka panjang dan A-2 untuk jangka pendek. Lembaga ini memproyeksikan pertumbuhan ekonomi RI tahun ini hanya 1,8%, terendah sejak 1999. (Beritasatu, 17/4)
Dari penjelasan resmi S&P itu tampak 'apa yang harus diperbaiki'. Pertama, mengelola lebih baik depresiasi rupiah agar tidak semakin memburuk. Kedua, lampu kuning sudah nyala, saatnya membatasi penggalian utang baru, karena sumber pendapatan negara untuk membayar utang masih terbatas.
Rupanya pengamatan S&P cukup jeli juga, kecenderungan pemerintah Indonesia untuk mengatasi segala masalah yang timbul dengan menggali utang. Nyaris bisa dikatakan, utang menjadi solusi untuk segalanya! Bahkan ketika sumber utang reguler mulai terbatas, buat obligasi baru 'bond global' berskala terbesar sepanjang sejarah bertempo 50 tahun.
Ada kesan, penguasa bebas mengutang sebanyak mungkin karena yang membayar bukan lagi mereka, tapi rezim-rezim berikutnya. Hal itu dilakukan justru seperti 'balas dendam', karena mereka sekarang menanggung pembayaran utang rezim-rezim terdahulu. Sri Mulyami pernah membuka beban APBN dalam membayar utang rezim sebelumnya.
Pada aspek moneter, menjaga depresiasi rupiah yang menjadi alasan pertama revisi outlook menjadi negatif, juga tidak ringan. Untuk itu, pada Maret 2020, cadangan devisa RI merosot dari 130,4 miliar dolar AS menjadi 121 miliar dolar, rontok 9,4 miliar dolar AS.
Mengenai revisi outlook itu, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menilai, itu dipicu kekhawatiran S&P terhadap risiko pemburukan kondisi eksternal. Maksud Warjiyo mungkin, menguatnya gejala ekonomi global sedang menuju depresi akibat korona. Ini harus dihadapi dengan kesiapan skenario terburuk. ***
0 komentar:
Posting Komentar