Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

2016, Beban Rakyat Bertambah!

BEBAN rakyat sudah dipastikan bertambah pada 2016 dengan pungutan pembelian BBM Rp200/liter untuk premium dan Rp300/liter untuk solar. Beban baru ini tambahan setelah pencabutan 100% subsidi premium tahun lalu dan beban pungutan ekspor CPO 50 dolar AS per ton yang mengakibatkan harga TBS 4,5 juta petani sawit jatuh ke tingkat terendah. 

Pungutan yang membebani rakyat pada 2016 itu bisa saja bertambah jika ada kementerian lain mengikuti langkah "kreatif" membuat pungutan untuk “dompet taktis” di instansinya sehingga “dompet taktis” kembali ramai di banyak kementerian dan instansi seperti sebelum ditertibkan era Presiden SBY. Munculnya beban baru sejenis itu bukan mustahil jika resistensi dari masyarakat dianggap normal seperti saat pencabutan subsidi BBM. 

Penambahan beban rakyat itu dilakukan tanpa peduli akibat pencabutan subsidi BBM jumlah warga di bawah garis kemiskinan bertambah 860 ribu orang Maret 2015. Sekaligus belanja rumah tangga turun hingga pertumbuhan ekonomi tiga triwulan 2015 juga turun ke bawah 5%. Sedangkan angka kemiskinan Maret—September 2015 hingga akhir tahun ini belum diumumkan, mungkin karena bertambah lagi BPS harus hati-hati mencari alasan di luar kebijakan pemerintah sebagai penyebabnya. 

Seperti pada kenaikan jumlah orang miskin Maret 2015, disebut penyebabnya kenaikan harga kebutuhan pokok (padahal kenaikan itu disulut kenaikan harga BBM). Setiap penambahan beban ekonomi ke pundak rakyat punya konsekuensi mengurangi daya belinya untuk belanja rumah tangga. Dan karena belanja rumah tangga masih menjadi andalan pertumbuhan ekonomi, dengan porsi lebih 50%, setiap kebijakan menambah beban pada rakyat punya konsekuensi menekan pertumbunan ekonomi—seiring dengan pengurangan kuantitas dan kualitas pasokan konsumsi tubuh keluarga miskin. 

Kondisi kemiskinan yang tambah parah dan dalam diderita secara fisik dan mental warga di bawah garis kemiskinan itu tergambar nyata dalam laporan BPS tentang kemiskinan pada Maret 2015. Semestinya, pemerintah menjadikan realitas penderitaan warga miskin sebagai pertimbangan dalam membuat kebijakan, terutama pungutan yang ujung-ujungnya membebani rakyat. 

Alasan ada program keluarga harapan (PKH) akan mengatasi beban rakyat miskin itu, harus dihitung rasional. Dengan bantuan PKH Rp1 juta setahun, atau Rp85 ribu per bulan, dapatkah itu mengatasi tekanan dampak ekonomi berantai yang menimpa keluarga miskin? Berhitunglah yang jujur dan benar! ***
Selanjutnya.....

2015, Revolusi Mental Gagal!

CATATAN terpenting untuk 2015 adalah realisasi revolusi mental yang dicanangkan Presiden Joko Widodo sejak kampanye pemilihan presiden tahun ini mengalami kegagalan. Kegaduhan politik sepanjang tahun di DPR, dengan klimaks opera sabun sidang MKD, kriminalisasi KPK yang terkatung-katung, dan birokratisme yang masih alot nyaris di semua kementerian, merupakan indikatornya. 

Kegaduhan politik di DPR sejak rebutan kursi pimpinan dan semua perangkatnya yang disapu bersih koalisi oposan. Kekuatan mutlak di parlemen itu pun jadi mabuk kekuasaan hingga hak rakyat untuk memilih langsung kepala daerah mereka rampas lewat revisi UU-nya, untuk dipilih DPRD. Laku lajak DPR ini dikoreksi MK, hak rakyat memilih kepala daerah dipulihkan. 

Lalu dalam sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), sejumlah yang mulia hakim MKD bergaya kurang pas sebagai yang mulia, sehingga banyak pakar menyebut proses sidang tersebut selayak opera sabun. Semua itu bisa disimpulkan sebagai realitas yang belum tersentuh revolusi mental. 

Lalu kriminalisasi pimpinan KPK yang prosesnya digantung terus. Itu berlanjut dengan pelemahan KPK secara kelembagaan, hingga pimpinan baru KPK tak lagi membaca KPK sebagai Komisi Pemberantasan Korupsi, tapi lebih cenderung menjadi komisi pencegahan korupsi. Itu mencerminkan mentalitas memberantas korupsi yang malah antiklimaks. Kalau cuma mencegah, kendali mekanismenya ada di pemerintah. 

Kemudian birokratisme di lembaga pemerintah yang masih alot, tersimpul pada nasib satu kontainer peranti laboratorium hibah dari Gifu University ke Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo—kota asal Presiden Jokowi. 

Kontainer itu sudah enam bulan teronggok di pelabuhan Jepang, sewa tempatnya saja sudah habis puluhan juta, tapi izin pengiriman dibola terus oleh berbagai instansi terkait di Tanah Air. Terakhir, dilempar lagi ke instansi tak terkait! Revolusi mental tahun ini gagal karena praktis hanya dalam retorika, tanpa action. Anak jalanan menyebut itu NATO, no action talk only. Artinya, kalau revolusi mental mau berhasil, ke depan perlu dilengkapi sarana dan action-nya. Namun, tak perlu kecil hati revolusi mental tahun ini belum berhasil. 

Orde Baru saja yang melakukan revolusi mental lewat penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) dari elite pusat sampai warga desa, dilaksanakan oleh BP7 dari pusat sampai daerah tingkat II, juga kurang berhasil. Apalagi revolusi mental jika hanya retorika tanpa action, bisa tak mengubah apa pun. ***
Selanjutnya.....

Mentradisi, Pejabat Gagal Mundur!

SETELAH Dirjen Pajak Sigit Priadi Pramudito mundur karena gagal mencapai target pajak 2015, kini menyusul Dirjen Perhubungan Darat Djoko Sasono mundur setelah gagal mengantisipasi kemacetan fatal di jalan tol saat libur Maulid dan Natal. Mundurnya dua dirjen ini bisa menjadi tradisi untuk mundur pejabat yang gagal memenuhi kewajibannya. 

Tradisi mundur bagi pejabat yang gagal di negeri kita ini terjadi pada pejabat teknis, penanggung jawab bidang. Beda di Jepang, dilakukan pejabat publik yang membawahkan pejabat teknis, yakni menteri. Bahkan, pada 2007 saat publik menghujat pemerintah kebijakannya kurang berpihak pada petani negerinya, yang mundur malah Perdana Menteri Shinzo Abe, yang belakangan dengan sikap kesatrianya itu terpilih kembali. 

Tentu lain padang lain belalangnya, lain negeri lain pula siapa yang harus mundur ketika terjadi kegagalan atau hal yang tidak pada tempatnya. Pengunduran diri kedua pejabat teknis itu layak dihargai sebagai sikap kesatria mau mengakui kesalahan atau kegagalan atas kesadarannya sendiri. Jadi, beda dengan pejabat yang setelah terpojok di ujung tanduk pelengseran, kalau tak mundur malah secara formal dilengserkan oleh ketentuan yang berlaku. 

Pengunduran diri pejabat yang sudah terpojok dilengserkan itu jelas tak bisa dikategorikan sikap kesatria. Apalagi kalau dalam prosesnya ia tak mau mengakui kesalahannya dan berusaha dengan segala cara untuk bertahan di jabatannya. Tradisi baru pejabat mengundurkan diri ketika gagal mencapai target atau memenuhi kewajiban dan tanggung jawabnya itu bisa menjadi proses pembersihan kelembagaan negara dan pemerintahan dari sel-sel maupun komponen yang tak mencukupi kapasitasnya. 

Dengan demikian, secara bertahap lembaga negara dan pemerintahan semakin kuat karena hanya akan terisi oleh sel dan komponen yang kapasitasnya mumpuni memenuhi kewajiban dan tanggung jawabnya. Namun, untuk mencapai tingkat full capacity kemampuan lembaga negara dan pemerintah itu memerlukan proses assessment (penilaian objektif berstandar kinerja) yang benar terhadap setiap jabatan penanggung jawab teknis. Penempatan atau rolling pejabat dilakukan berdasar assessment objektif yang hasilnya juga diakui pejabat bersangkutan. Jadi bukan rolling berdasar like or dislike, atau malah karena kurang setoran. 

Terpenting, pengunduran diri kedua pejabat bisa menggugah kesadaran semua pejabat di Tanah Air terhadap kewajiban dan tanggung jawab jabatannya yang harus dipenuhi. ***
Selanjutnya.....

Truk Dilarang Lewat Tol, Kecuali...

SETELAH kemacetan fatal menyergap jalan tol 23—25 Desember 2015, sehingga dari Merak ke Pejagan (Brebes) harus ditempuh sekitar 30 jam, Menteri Perhubungan mengeluarkan larangan truk angkutan barang lewat jalan tol selama liburan Natal dan Tahun Baru. 

Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Djoko Sasono menjelaskan SE Menhub No. 48 Tanggal 25 Desember 2015 tentang Pengaturan Lalu Lintas dan Larangan Pengoperasian Kendaraan Angkutan Barang pada Masa Angkutan Natal 2015 dan Tahun Baru 2016 itu sebagai antisipasi lanjutan menghadapi kemacetan (detiknews, 26/12). 

Namun, menurut Djoko, sejumlah truk angkutan barang dikecualikan dalam larangan tersebut. Truk yang dikecualikan yakni pengangkut BBM dan BBG, pengangkut ternak, pengangkut bahan kebutuhan pokok, pupuk, susu murni, barang antaran pos, dan barang ekspor-impor dari dan ke pelabuhan ekspor-impor. Sedang yang dilarang lewat tol adalah truk pengangkut bahan bangunan, truk tempelan, truk gandeng, kontainer, dan truk pengangkut barang dengan sumbu lebih dari dua. 

Larangan yang baru dikeluarkan setelah kemacetan fatal terjadi itu mengesankan Kemenhub kecolongan dengan ledakan jumlah kendaraan di hari libur panjang. Djoko berkilah Kemenhub telah mengantisipasi seperti tahun-tahun sebelumnya. Tapi terbukti, antisipasi tersebut tak memadai. Larangan yang muncul setelah kemacetan fatal itu mungkin membantu kelancaran liburan tahun baru dan arus baliknya nanti. 

Namun, truk pengangkut nonkebutuhan primer hanyalah salah satu dari penyebab kemacetan fatal. Karena itu, penyebab lainnya juga harus diatasi agar hal serupa tak berulang terus. Celakanya, kemacetan di jalan bebas hambatan di negeri ini sudah dianggap hal yang normal. Sehingga pokok masalahnya, dengan kemacetan yang setiap hari terjadi di tol Ibu Kota, tidak pernah dicarikan jalan keluar. Premis bahwa jumlah kendaraan lebih besar dari panjang jalan ditelan mentah-mentah terus. 

Sehingga kekuràngan loket tol di pintu masuk dan keluar tol, penyebab laten kemacetan, tak pernah dipikirkan cara mengatasinya. Dahlan Iskan di zamannya mempromosikan sendiri kartu tol elektronik, yang memang bisa mempercepat transaksi. Tapi hingga sekarang gerbang tol otomatis nyaris mubazir, usaha pemasarannya nyaris tak terdengar. Semisal, bank pengelolanya harus diperbanyak. Kemacetan fatal itu bukan cerminan bangsa yang maju dengan banyaknya kendaraan. Tapi, cermin kedunguan bangsa yang tak mampu menyelesaikan masalahnya yang nyata. ***
Selanjutnya.....

Harapan Publik ke Jokowi-JK pada 2016!

KETIKA ditanya secara terbuka apa harapan mereka terhadap pemerintahan Joko Widodo-M Jusuf Kalla (Jokowi-JK) pada 2016, suara terbanyak publik (23,3%) menyatakan agar Jokowi-JK tak lagi kompromi dengan partai politik, atau tak mudah diintervensi oleh partai politik. 

Demikian hasil survei Lembaga Founding Father House (FFH) bertema Persepsi dan harapan publik terhadap pemerintahan Jokowi-JK di 2016. Survei dilakukan 31 November hingga 22 Desember 2015. Maksud publik ditanya secara terbuka, menurut peneliti FFH Dian Permata, "Kami tidak menyediakan jawaban (untuk dipilih responden). Jadi terserah publik mau jawab apa. Nah, publik melihat poin terbesar Jokowi-JK adalah itu." (Wol, 25/12) 

Harapan publik itu bisa dibandingkan dengan realitas kegaduhan politik yang mengganggu di tahun awal pemerintahan Jokowi-JK. Selama periode awal itu, Jokowi-JK memang cenderung kompromistis dengan kehendak partai-partai politik, termasuk yang disampaikan sebagai tekanan dari pihak oposan. 

Bahkan, sempat terkesan Jokowi-JK malah merangkul oposan untuk mengimbangi tekanan partai pendukung. Salah satu tekanan keras partai pendukung yang membuat Jokowi-JK sempat tampak nimbang ketika mengajukan Budi Gunawan sebagai calon Kapolri yang ditentang publik. 

Untuk mengakomodasi tekanan publik Jokowi membentuk Tim 9 tokoh masyarakat dipimpin Buya Syafi'i Ma'arif. Tapi nasib tim ini tak jelas, meski hingga sekarang belum dibubarkan. Sedang Budi Gunawan yang ditolak tim itu untuk dijadikan pimpinan Polri, malah diangkat jadi Wakapolri. Intervensi partai politik tanpa kecuali yang dimotori partai pendukung utama Jokowi-JK (PDIP) belakangan justru kian menjadi-jadi. 

Terakhir melalui kesepakatan di DPR, merekomendasikan kepada Presiden untuk memecat Menteri BUMN Rini Sumarno. Rupanya publik terganggu oleh kegaduhan politik yang tak henti mengusik pemerintahan Jokowi-JK itu sehingga menjadi harapan utama publik agar pada 2016 nanti Jokowi-JK tak kompromi lagi pada intervensi parpol. Tetapi, mungkinkah Jokowi-JK bersikap kaku—apalagi keras menolak—intevensi partai politik? Dalam sistem presidensiil yang ingin ditegakkan Jokowi, sebenarnya mungkin. Dan itu hanya pada cara presiden mengakomodasi intervensi menjadi interaksi yang sehat antara presiden (sebagai lembaga negara) dan partai politik. 

Namun, dalam kasus Budi Gunawan, Presiden gagal mengakomodasi intervensi menjadi interaksi, akibat mengesampingkan Tim 9 bentukannya sendiri. ***
Selanjutnya.....

Penguasa Perbanyak Dompet Taktis!

PEMERINTAH dalam menurunkan harga premium dan solar juga menetapkan pungutan dana ketahanan energi pada masyarakat sebesar Rp200 per liter premium dan Rp300 per liter solar. Pungutan dimulai saat harga baru BBM berlaku awal Januari 2016. 

Menteri ESDM Sudirman Said menjelaskan adanya premi untuk dana ketahanan energi merupakan amanat Pasal 30 UU No. 30/2007 tentang Energi. UU tersebut mengharuskan negara memiliki keseimbangan dalam pengelolaan energi fosil menuju energi terbarukan. Salah satu caranya harus diwujudkan dengan kebijakan pengalokasian sumber daya. (Republika.co.id, 23/12) 

Menurut Sudirman, dana itu akan dialokasikan untuk pengembangan energi terbarukan. Kementerian ESDM sendiri yang akan mengelola dan bertanggung jawab atas dana itu. Dia prediksi, dalam setahun ada Rp16 triliun uang yang akan terkumpul dari pungutan yang dibebankan pada masyarakat tersebut. Ini dompet kedua buatan pemerintah di luar APBN yang diisi dari pungutan terhadap masyarakat untuk mendapat dana taktis dalam mendukung program pemerintah. 

Dompet pertama pungutan sebesar 50 dolar AS per ton ekspor CPO, untuk pengembangan biofuel. Realisasi pungutan ekspor CPO ini per bulan sekitar Rp1 triliun, tapi 4,5 juta petani sawit dikorbankan harga TBS-nya menjadi jauh lebih rendah dari semestinya. Kini dompet kedua diisi dari pungutan lewat penjualan BBM. Pungutan di luar pajak, cukai, dan retribusi yang dikelola di luar APBN/APBD, sama dengan pemalakan. 

Justru ketika pemerintah membuat program sesuai UU, ia seharusnya juga melakukan pembiayaan dalam kerangka UU APBN atau APBD agar kontrolnya tersistem dalam hak bujet DPR/DPRD. Pengalaman masa lalu membuktikan banyak dompet taktis di kementerian atau instansi lain tak terkontrol karena di luar arena hak bujet DPR/DPRD. 

Di era pemerintahan SBY semua dompet slimpat-slimpet itu ditertibkan dengan penyatuannya ke dalam APBN/APBD. Namun, kini hal buruk itu dibuat kembali. Bukan mustahil kalau berlanjut memperbanyak dompet taktis untuk berbagai program pemerintah, nantinya bisa menjadi blunder bagi pemerintahan Jokowi-JK. Kewajiban rakyat yang utama membayar pajak, cukai, dan retribusi. 

Pungutan paksa di luar itu adalah cara penguasa penjajah Belanda dahulu, ketika bupati mewajibkan wedana setor upeti 5 ringgit, ia kutip dari demang 10 ringgit, demang mengutip dari rakyat lebih banyak pula. Rakyat yang memikul beban berat pungutan di luar bujet negara! ***
Selanjutnya.....

Antisipasi Ekses Negatif Jalan Tol!

GUBERNUR Lampung M Ridho Ficardo mengingatkan masyarakat Lampung untuk mengantisipasi ekses negatif jalan tol di daerah ini. Ekses negatif itu terutama terkait rendahnya indeks pembangunan manusia (IPM) Provinsi Lampung pada 66,42, di bawah IPM nasional 68,90. Dalam tabel indeks pembangunan manusia provinsi dan nasional 1996—2013 Badan Pusat Statistik (bps.go.id) IPM Provinsi Lampung terendah di Sumatera pada 72,87, di bawah Aceh (73,05), Babel (74,29), dan Jambi (74,35). 

Maksud Ridho, akibat rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) Lampung, ketika pembangunan jalan tol telah menghasilkan dampak positif berupa tumbuhnya industri modern di Lampung, anak-anak Lampung justru kalah bersaing dalam mendapatkan pekerjaan di posisi yang baik. Mereka tersingkir dan pekerjaan tersebut diisi oleh orang dari luar Lampung. 

Untuk itu, seiring dengan usaha meningkatkan kualitas pendidikan di semua jenjang yang ada, jumlah partisipasi peserta didik ke jenjang berikutnya yang relatif masih rendah harus terus didorong agar indeks lamanya mengikuti pendidikan meningkat. Rendahnya angka rata-rata lamanya mengikuti pendidikan ini salah satu penyebab jadi terendahnya IPM Lampung di Sumatera. 

Selain itu, Pemprov akan merehabilitasi empat Balai Latihan Kerja (BLK) yang ada, yang kini kondisinya memprihatinkan, menjadi BLK yang betul-betul mampu menghasilkan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Akan diusahakan, keempat BLK tersebut menjadi yang terbaik di Indonesia, tegas Ridho sebagai keynote speaker dalam Economi Outlook 2016 di gedung BI Lampung, Senin. 

Selain upaya peningkatan kualitas SDM lewat pendidikan umum (SD, SMP, SMA) dipertajam dalam aspek kecerdasan dan kemampuan komunikasi dan penguasaan perantinya (bahasa dan teknik perangkat teknologi informasi) agar senantiasa bisa mengikuti perkembangan zaman, penajaman spesialisasi SMK dengan standar kompetensi nasional menjadi penentu bagi lulusan bersaing di pasar kerja domestik. Di atas level SMK itu, selain akademi lanjutan spesialisasi bidang kerjanya, BLK dengan spesialisasi tertentunya menjadi pencetak tenaga kompeten (dengan sertifikat) untuk tingkat ASEAN. 

Dengan itu, Lampung memasang jaring pengaman tenaga lokal bagi industri di daerahnya. Dengan sertifikat kompetensi lulusan BLK berkelas ASEAN, Pemprov tak ragu lagi mewajibkan investor memberi prioritas kepada lulusan BLK. Antisipasi ekses negatif jalan tol pun membawa berkah bagi generasi muda Lampung. ***
Selanjutnya.....

Kekuatan Korupsi Nyaris Sempurna!

PIMPINAN nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto, mengatakan saat ini kekuatan korupsi nyaris mencapai kesempurnaan. Kekuatan tersebut tengah menjadikan KPK dan seluruh elemen gerakan antikorupsi sebagai musuh bersama. (Kompas.com, 18/12) 

Ia paparkan, salah satu indikasi keberhasilan tersebut dilihat dari kemampuan memaksakan revisi UU KPK menjadi agenda Program Legislasi Nasional 2015. Padahal, masa tugas anggota parlemen pada 2015 pascasidang paripurna hanya bersisa tiga hari. Karena itu, pembahasan akan dilanjutkan pada awal 2016. "Ada cukup banyak contoh bisa diajukan untuk menunjukkan kedahsyatan kekuatan ini yang terus bekerja secara sistematis," ujarnya. 

Salah satunya masalah dikeluarkannya izin pemanfaatan 36 juta hektare hutan oleh pemerintah. Sebanyak 98,8 persennya diberikan kepada usaha-usaha skala besar. Sedang masyarakat kecil mendapat sisanya. Kebijakan tersebut, menurut Bambang, jelas menutup akses dan ruang hidup bagi rakyat kebanyakan, terutama masyarakat desa yang miskin dan dimiskinkan. Akses dan ruang hidup untuk rakyat atas manfaat pertambangan juga minim. Situasi korupsi di Indonesia sudah kronis dengan stadium yang tak terperikan. 

Celakanya, rakyat kini tak punya siapa-siapa lagi di kelembagaan formal untuk melawan kekuatan korupsi yang nyaris sempurna itu. Tanpa kecuali lembaga yang orang-orangnya dipilih langsung oleh rakyat, DPR. Seberapa signifikan kemampuan DPR melawan korupsi tecermin pada sidang MKD atas kasus Freeport yang malah mempertontonkan opera sabun yang justru menjauhkan pembahasan dari penanganan akar masalah sebenarnya. 

Padahal, sengkarut Freeport itu terbelit gejala korupsi yang berlangsung hampir 50 tahun, terkait pemberian kekuasaan pada perusahaan asal Amerika Serikat itu lahan 2,6 juta hektare yang kaya sumber daya alam. Freeport meraup keuntungan yang sangat besar saat sebagian besar penduduk Papua menjadi warga termiskin di Indonesia. 

Para korban korupsi sistematis menyandang kemiskinan fatal dengan penderitaannya yang berkepanjangan, dari warga Papua hingga Suku Anak Dalam, dan kebanyakan warga melarat umumnya, semakin jauh terpinggirkan dan tak berdaya menghadapi kekuatan korupsi yang justru nyaris sempurna. 

Apalagi kelembagaan formal membelanya sebatas pseudomatika, seolah-olah memperjuangkan nasib mereka, padahal sebenarnya untuk kepentingan pribadinya semata, seperti tersingkap dalam skandal “Papa Minta Saham” dengan opera sabunnya. ***
Selanjutnya.....

Go-Jek dan Aplikasi Lain Dilarang!

PEMERINTAH melarang layanan transportasi berbasis aplikasi internet seperti Go-Jek, Blu-Jek, Lady-Jek, Taksi Uber, Grab Taxi, dan sejenisnya dengan alasan bertentangan dengan UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan serta aturan terkait lainnya. 

Dengan larangan itu, Indonesia menjadi terkecuali dalam pemanfaan kemajuan era komunikasi dan informasi untuk kemudahan masyarakat memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk untuk transportasi yang merupakan kebutuhan utama. Taksi Uber berasal dan berkembang pesat di Amerika Serikat, kapitalisasi sahamnya dilaporkan telah mencapai lebih 50 miliar dolar. 

Demikian pula aplikasi sejenisnya berkembang di negara maju lainnya, seperti Grab Taxi di Singapura. Menempatkan Indonesia dalam pengecualian untuk aplikasi kemajuan zaman itu membawa bangsa ini hidup dalam prohibitionisme, terjebak dalam jaring larangan. Itu membuat masyarakat tak bisa berbuat apa-apa mengatasi kebuntuan dalam kehidupan bernegara-bangsa yang sumpek karena begini dilarang begitu dilarang. 

Dalam hajat peradaban, aturan yang semestinya terus bekembang mengikuti kemajuan peradaban bukan malah dijadikan pengekang sehingga menjadi “tembok Berlin” keterbelakangan. Idealnya, dibuat aturan khusus mengakomodasi kemajuan peradaban untuk perkembangan kebutuhan masyarakat bangsa. Syukur kalau bisa disesuaikan dengan UU yang ada. 

Kalau aturannya yang sudah kurang sesuai dengan kemajuan zaman, itu yang justru harus disesuaikan agar bangsa tidak terpenjara terus dalam keterbelakangan. Lalu, kalau faktor keselamatannya sebagai angkutan umum yang jadi alasan, tentu harus dibuat ketentuan teknis tentang keamanannya. Tapi, kalau di-gebyah-uyah bahwa sepeda motor tidak aman dijadikan angkutan umum—dalam hal ini Go-Jek dan sejenisnya—maka pabrik sepeda motor di seluruh dunia harus ditutup semua. 

Apalagi, di Indonesia sepeda motor telah menjadi kendaraan favorit rakyat, sehingga lebih 80 juta sepeda motor dewasa ini digunakan sebagai angkutan sehari-hari rakyat negeri ini. Prohibitionisme adalah model paling mencolok dan paling buruk dari suatu pemerintahan yang mengekaplotasi pendekatan kekuasaan untuk mengekang rakyat. 

Reformasi menjadi ujung tombak merobohkan tembok prohibitionisme Orde Baru yang mengekang rakyat dengan segala larangan untuk ini dan itu, didukung operasi intelijen mengamankan kekuasaan, kalau perlu sampai menghilangkan nyawa aktivis dari muka bumi. Sayang, kalau 'isme' seperti itu masih tersisa dalam tubuh pemerintahan. ***
Selanjutnya.....

Pesimisme Menyambut Senjakala KPK!

DI tengah praktik korupsi yang kian masif dan sistematis, pesimisme tajam menyambut pimpinan baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pilihan DPR yang kuat mengisyaratkan upaya pelemahan dan penumpulan lembaga antikorupsi itu pada senjakala usianya yang hampir pasti berakhir 12 tahun seusai revisi UU KPK. 

Pesimisme sedemikian muncul dari penggiat gerakan antikorupsi Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho, pengamat hukum Universitas Andalas Feri Amsari, dan Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar. (detiknews, 17/12) 

Komisi III DPR Kamis (17/12) memilih lima orang pimpinan baru KPK terdiri dari Alexander Marwata, Saut Situmorang, Basaria Panjaitan, Agus Sujanarko, dan La Ode M Suarif. Dengan lima pimpinan baru ini menurut Emerson, "Masa depan pemberantasan korupsi bakal semakin suram." Pasalnya, menurut penilaiannya, DPR memang sengaja memilih lima nama baru pimpinan KPK yang “anak baik”. KPK memang ingin ditumpulkan tidak agresif lagi menindak koruptor. Prioritas visi pimpinan terpilih pencegahan, bukan penindakan. 

Emerson masih ingat, salah satu pimpinan KPK terpilih itu bahkan berucap saat proses seleksi akan membawa KPK menjadi komisi pencegahan korupsi, atau setidaknya pusat informasi korupsi. Artinya, pelemahan KPK menjadi keniscayaan, masa depan pemberantasan korupsi suram. 

Senada, Feri Amsari menegaskan hasil ini menunjukkan DPR telah berhasil menjalankan skenario mengisi KPK dengan orang-orang yang diduga untuk menumpulkan taring KPK. "Yang paling menyedihkan," tukasnya, "KPK yang harusnya membenahi institusi penegak hukum yang dianggap korup, saat ini diisi orang-orang yang berasal dari institusi yang bermasalah itu." Sedang Dahnil Anzar menilai DPR ingin membawa KPK pada mainstream pencegahan, bukan penindakan. Dengan visi tersebut, ke depan jelas KPK kehilangan “gigi” dalam penindakan kasus korupsi yang masih masif dan sistematis di Indonesia. 

Pilihan DPR sebagai pelemahan, penumpulan, bahkan jalan kematian bagi KPK salah satunya tecermin dari tidak terpilihnya Busyro Muqoddas yang telah memiliki pengalaman melakukan penindakan tegas selama menjabat di pimpinan KPK. Namun, menurut Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond Mahesa, dari 54 anggota Komisi III, hanya dua orang yang memilih Busyro. Sisanya tidak memilih Busyro karena sakit hati, Busyro pernah mengatakan anggota DPR korup. Dengan semua itu, terbayang sudah bakal seperti apa proses akhir sejarah KPK. ***
Selanjutnya.....

Akhirnya The Fed Naikkan Bunga!

BANK Sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) akhirnya menaikkan suku bunga acuan dari nyaris nol persen sejak krisis 2008 jadi 0,25—0,50%. Kenaikan itu melegakan, bak pecahnya bisul yang menyakitkan ekonomi dunia sepanjang tahun. 

Kenaikan suku bunga The Fed yang selalu ditunda itu memicu ketidakpastian ekonomi dunia. Sehingga, ketika diumumkan Rabu (16-12) sore, disambut positif pelaku pasar sedunia sebagai datangnya kepastian. Pasar saham sejagat langsung menghijau, diikuti IHSG yang menguat 1,3% atau 58,66 poin di posisi 4.542,12. Juga rupiah, Kamis pagi 09.10 sudah menguat 0,15% jadi Rp14.049 per dolar AS. (Kompas.com, 17/12) 

Kenaikan suku bunga acuan dilakukan dengan pertimbangan membaiknya perekonomian AS. Diharapkan suku bunga acuan akan terus naik hingga tahun depan di level 2,4%. "Kenaikan ini menandai berakhirnya rentang tujuh tahun yang sangat luar biasa, saat suku bunga The Fed dipatok mendekati hampir nol persen karena krisis finansial serta resesi semenjak Great Depression," ujar Gubernur The Fed Janet Yellen. "Hal ini juga menandai perkembangan ekonomi di AS, yakni terbukanya kembali lapangan pekerjaan, naiknya pendapatan, dan membaiknya kesejahteraan jutaan masyarakat Amerika Serikat." Kebijakan The Fed yang semula dicemaskan berakibat buruk, tapi nyatanya justru membuat dunia jadi lega sebaiknya direspons dengan kebijakan moneter yang mendukung. 

Dalam hal ini menjadikan suasana ekonomi global yang relaks itu sebagai pangkal relaksasi perekonomian nasional. Buang jauh tekanan eksternal yang berporos pada kecemasan terhadap penaikan suku bunga The Fed. Seperti, ketakutan berlebihan kalau suku bunga The Fed naik dana asing akan kabur sehingga suku bunga domestik dibuat tinggi, yang berakibat beban dunia usaha jadi amat berat hingga memperlambat perekonomian. 

Dengan relaksasi lewat penurunan suku bunga acuan domestik, mungkin ada dana asing keluar, tapi akan tercapai keseimbangan baru yang mampu mendorong gerak perekonomian lebih dinamis dengan pertumbuhan lebih kualitatif. Faisal Basri menyarankan BI memangkas suku bunga acuan (BI rate) menjadi 7%, yang kalau inflasi Indonesia 4,9% masih ada selisih 2,6%, dibanding The Fed rate 0,5% yang impas dengan inflasi AS 0,5%. (detikfinance, 17/12) 

Apalagi kalau realisasi inflasi sampai Desember hanya 3%, peluang relaksasi bisa lebih besar. Kalau ada pilihan yang bisa meringankan dunia usaha dan memacu laju ekonomi, kenapa memilih yang memberatkan dan terseok? ***
Selanjutnya.....

17 Vonis Bersalah, Novanto Mundur!

TATA cara memutuskan sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) unik juga. Setiap Yang Mulia Hakim MKD membuat dan membacakan putusan masing-masing sehingga terlapor pelanggaran etik Ketua DPR Setya Novanto mendapat 17 vonis bersalah, dengan 10 pelanggaran etika sedang dan 7 pelanggaran etika berat. 

Lebih unik lagi, 6 putusan pelanggaran etika berat diberikan hakim dari Koalisi Merah Putih (KMP) mitra Golkar di DPR, bahkan tiga suara dari Golkar, partai Novanto. Putusan berat itu diduga untuk memperpanjang proses pengambilan keputusan MKD lewat panel, mencari peluang menyelamatkan Novanto dari pencopotan jabatan ketua DPR sebagai konsekuensi putusan pelanggaran etik sedang. 

Namun, karena jumlah hakim pemutus pelanggaran etik sedang jauh lebih banyak, di panel pun hasilnya tak jauh beda. Oleh karena itu, daripada lebih malu dilengserkan oleh putusan sidang, Novanto memutuskan mengundurkan diri sebelum dicopot paksa. Setelah Novanto mundur dan sidang MKD selesai, Kejaksaan Agung menegaskan akan terus mengusut kasus pidana kesepakatan jahat “Papa Minta Saham" dengan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden. 

Kapolri Jenderal Badrodin Haiti siap membantu Kejaksaan Agung jika ada kesulitan, seperti memanggil pengusaha minyak Riza Chalid yang berada di luar negeri, Polri akan bekerja sama dengan Interpol jika diperlukan. (detiknews, 17/12) 

Namun, Kapolri tidak menyinggung bagaimana nasib serangan balik Novanto melaporkan kasus pencemaran nama baik ke Bareskrim Polri atas Menteri ESDM Sudirman Said (pengadu ke MKD), Dirut Freeport Indonesia Maroef Sjamsoesdin (saksi, perekam pembicaraan dengan Setya Novanto dan Riza Chalid), bahkan Jaksa Agung M Prasetiyo. Atas laporan Setya Novanto itu, Polri punya kewajiban memproses setiap pengaduan. Kewajiban itu terutama untuk memeriksa kebenaran peristiwa yang dilaporkan. 

Misalnya seseorang mengadu ke polisi bahwa tetangga sekampungnya mencemarkan nama baiknya dengan menuduh dirinya sebagai pencuri. Polisi menyelidiki ke kampung pengadu, ternyata pengadu sedang disidang pengadilan sebagai terdakwa maling, dan kemudian divonis bersalah sebagai maling. 

Berdasar fakta vonis pengadilan bahwa orang tersebut memang maling, polisi tentu bukan saja tidak wajib lagi mengusut pengaduan palsu, bahkan bisa menjadikan tersangka pidana si pembuat laporan palsu. Karena itu, menarik dinanti apa langkah Bareskrim setelah Novanto mendapat 17 vonis bersalah atas pengaduan Sudirman Said. ***
Selanjutnya.....

Koalisi Militer Islam 34 Negara!

MENTERI Pertahanan Arab Saudi, wakil putra mahkota Mohammed bin Salman, dalam konferensi pers di Riyadh, Selasa (15/12), mengumumkan terbentuknya koalisi militer Islam 34 negara untuk melawan terorisme. 

"Kewajiban untuk melindungi negara-negara muslim dari kejahatan seluruh kelompok dan organisasi teroris apa pun sekte dan namanya yang memicu kematian dan korupsi di bumi ini dan bertujuan meneror orang-orang tak bersalah," demikian pernyataan bersama yang dirilis kantor berita Arab Saudi SPA dan dilansir Reuters dan AFP, Selasa. (detiknews, 15/12) 

"Negara-negara yang disebutkan di sini telah memutuskan untuk membentuk aliansi militer yang dipimpin Arab Saudi untuk melawan terorisme, dengan pusat operasi gabungan yang berbasis di Riyadh untuk berkoordinasi dan mendukung operasi militer," jelas pernyataan itu. Daftar panjang koalisi itu terdiri dari negara-negara Arab, seperti Mesir, Qatar, Uni Emirat, dan negara Teluk lainnya, juga negara-negara muslim, seperti Turki, Malaysia, Pakistan, serta sejumlah negara di Afrika. Sedang lebih 10 negara muslim lainnya, termasuk Indonesia, disebutkan telah menyatakan dukungan untuk koalisi ini. 

Namun, Iran tidak termasuk daftar 34 angggota koalisi maupun lebih 10 pendukung dimaksud. Iran (Syiah) dan Arab Saudi (Sunni) belakangan ini memang terlibat dalam konflik di Suriah dan Yaman. Di Suriah, Iran membantu pasukan Hezbollah Lebanon mempertahankan rezim As'ad yang Syiah, sedang Arab Saudi di balik koalisi oposisi. 

Di Yaman, Arab Saudi memerangi pemberontak Syiah yang merebut kekuasaan dari pemerintahan yang sah. Mohammed bin Salman menuturkan akan ada koordinasi dengan kekuatan dunia dan organisasi internasional dalam bentuk operasi di Suriah dan Irak. "Kita tidak bisa menjalankan operasi ini tanpa koordinasi dengan legitimasi di wilayah tersebut dan komunitas internasional," ujarnya. 

Saat ditanya apakah koalisi baru ini hanya akan fokus memerangi ISIS, Salman menjawab koalisi ini tidak hanya menargetkan ISIS, tapi juga semua organisasi teroris yang ada. Salman tampak menghindari kesan pembentukan koalisi ini memenuhi seruan AS agar negara-negara Arab berperan aktif membantu kampanye militer melawan ISIS. Kemungkinannya, akan ada langkah bersama dalam memerangi ISIS. 

Koalisi internasional di bawah AS menggempur dengan serangan udara, sedang koalisi muslim di bawah Arab Saudi menyerang ISIS di darat. Tapi, praktik koalisi ini harus lebih luas untuk menghapus labelisasi Islam sama dengan teroris, dengan bukti Islam membasmi terorisme. ***
Selanjutnya.....

MKD yang ‘Malu Tak Gentar’!

AHLI tata negara dan administrasi negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar, menilai yang mulia hakim Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang bersikap tidak seimbang sebagai malu tak gentar. Salah satu contohnya ia sebut anggota MKD dari Fraksi Golkar, Kahar Muzakir, beropini membela Ketua DPR Setya Novanto dalam sidang pemeriksaan Menko Polhukam Luhut Panjaitan. 

"Orang bisa lihat betapa ndak berimbangnya cara pandang dia. Padahal, syarat menjadi hakim tentu saja imparsialitas. Kalau dia mau mengatakan seperti yang dia katakan kemarin, masukkan itu dalam putusan yang mau dia buat," ujar Zainal dengan menegaskan, "Kelihatan kalau orang-orang ini malu tak gentar!" (detiknews, 15/12/2015). 

Menurut Zainal, dari sidang MKD yang selama ini telah berjalan, MKD hanya bisa menggali sedikit fakta. Justru hal yang substantif lupa digali oleh Kahar dan kawan-kawan. "Kita saksikan betapa ndak mutu persidangan itu. Sebab, hal substantif akhirnya tergali secuil," tutur Zainal. "Pertanyaan sederhana, semisal, apakah wajar SN (Setya Novanto) bawa RC (Riza Chalid) ketemu Freeport? Apakah wajar dengan substansi yang dibicarakan? Bahkan, banyak hal lain yang enggak digali." Hasil sidang MKD yang jauh dari memadai sebagai mahkamah itu mungkin diputus hari ini (16/12), dengan alasan waktunya mepet oleh masa reses DPR, sehingga kekurangan yang ada untuk mewujudkan keadilan ditoleransi. 

Tanpa peduli, kekurangan dalam proses peradilan yang ditoleransi itu berakibat putusan mahkamah jadi kurang adil. Salah satu kekurangan yang ditoleransi dengan alasan waktu mepet itu adalah keputusan MKD untuk tidak memanggil Riza Chalid. "Harus kita putus pada Rabu (16/12), tidak ada waktu untuk melakukan pemanggilan. Waktunya sangat mepet, pemanggilan kan harus tiga hari," ujar politikus Hanura, Syarifudin Sudding, yang juga anggota MKD. "Anggota menganggap sudah cukup, dari keterangan pengadu, saksi, dan bukti rekaman, untuk mengambil keputusan. Namun, bukan (keterangan Riza) tidak diperlukan, sangat diperlukan, tetapi waktunya mepet. Bukan berarti kami tidak mau memanggil," ujar Sudding. 

Dengan demikian, masyarakat bisa menebak kira-kira bakal seperti apa putusan MKD atas dugaan pelanggaran etik oleh Ketua DPR Setya Novanto dalam kasus pencatutan nama Presiden Jokowi dan Wapres JK untuk minta saham dan proyek dari Freeport. Disimak dari penilaian Zainal Arifin Mochtar, ternyata hanya sebatas itulah kemampuan MKD, malu tak gentar!. ***
Selanjutnya.....

Harga BBM Harus Turun Signifikan!

PEMERINTAH mengisyaratkan Januari 2016 harga bahan bakar minyak (BBM), khususnya premium dan solar, akan turun. Berita itu rasional, karena selama ini kita hidup dalam anomali: ketika harga BBM dunia di atas 100 dolar AS per barel harga premium Rp6.300 per liter, setelah harga BBM dunia turun hingga di bawah 40 dolar AS per barel harga premium justru Rp7.400 per liter. 

Alasan kenaikan harga premium yang telak demi pencabutan subsidi BBM semula dianggap wajar karena saat pencabutan itu harga BBM dunia di atas 100 dolar AS per barel. Tapi setelah harga BBM dunia terjun bebas sampai di bawah 40 dolar AS per barel, penyesuaian harganya tampak kurang sebanding. Alasan yang pernah dikemukakan selisih dari yang seharusnya itu untuk menutupi kerugian Pertamina. Tak tahunya, laporan kinerja Pertamina tahun 2015 sampai November sudah untung Rp19 triliun. (Kompas.com, 11/12) 

Jadi, logisnya harga BBM pada Januari 2016 itu harus turun siginifikan. Lebih lagi karena harga BBM dunia juga masih terus turun, hingga pada transaksi Jumat (11/12) harga minyak West Texas Intermediate (WTI) yang dijadikan patokan harga internasional, untuk penyerahan Januari harganya 35,62 dolar AS per barel. (Kompas.com, 12/12) 

Namun, anomali yang kita jalani agaknya belum segera berakhir dengan pernyataan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM IGN Wiratmaja Puja bahwa penurunan harga premium pada Januari 2016 nanti mungkin hanya Rp200 per liter dan solar Rp500 per liter. 

Penurunan yang kurang berarti karena jauh dari sebanding dengan penurunan harga BBM dunia dari atas 100 dolar menjadi 35 dolar AS per barel itu, menjadi lebih hambar lagi dengan pernyataan Menteri ESDM Sudirman Said bahwa untuk BBM ke depannya akan dikenakan pungutan cukai dan pajak. 

Menurut IGN Wiratmaja, ada dua penentu harga BBM, yakni rata-rata harga mean of platts Singapore (MOPS) dan kurs rupiah terhadap dolar AS selama Oktober sampai Desember 2015. Tren kedua indikator turun sedikit. "Kalau kemarin rata-rata kurs Rp13.980, sekarang sekitar Rp13.800," ujarnya. 

Entah bagaimana cara hitungannya, menurut logika terkesan kurang pas penetapan harga BBM kita dibandingkan dengan penurunan harga BBM dunia dari atas 100 dolar AS hingga kini hanya 35 dolar AS per barel. Ada baiknya pemerintah menyimak ulang hitungannya, agar tidak berkepanjangan hidup dalam anomali yang bertentangan dengan logika dan cenderung menganggap bodoh masyarakat. ***
Selanjutnya.....

Antisipasi Kenaikan Bunga The Fed!

FOMC—Federal Open Market Committe—lembaga penentu kebijakan The Federal Reserve (The Fed), Bank Sentral Amerika Serikat (AS), dijadwalkan bersidang 14—15 Desember 2015. 

Spekulasi mencekam, The Fed kali ini pasti menaikkan suku bunga tanpa peduli laporan mingguan Departemen Tenaga Kerja AS mengklaim pengangguran meningkat 13 ribu menjadi 282 ribu, tertinggi sejak Juli (Kompas.com, 11-12-2015). 

Demam akibat rencana The Fed meningkatkan suku bunga acuan dari nyaris 0% itu sudah terjadi sepanjang 2015. Demam tertinggi memang di negara-negara emerging market termasuk Indonesia, karena mampu memikat dengan rente lebih baik rembesan dana eks talangan Pemerintah AS saat krisis kredit macet 2008. 

Parahnya, negeri emerging market kemudian bergantung pada dana investasi kagetan itu, yang kapan saja peluang bisnis kembali membaik di negeri asalnya, dana itu berduyun pulang kampung. Hal itu membuat suhu ekonomi negeri emerging market mudah terpengaruh ekonomi AS. 

Di Indonesia, saat ekonomi AS dilaporkan kurang baik sehingga The Fed dipastikan tak segera menaikkan suku bunga, beberapa bulan lalu, tekanan terhadap rupiah pun menurun hingga kursnya terhadap dolar AS yang sempat mencapai Rp14.800/dolar, langsung menguat sampai Rp13.400/dola AS. Demikian pula IHSG, yang dari puncaknya awal Juli mencapai 5.500 sempat melorot ke level bawah 4.000, saat bersamaan kembali ke atas 4.500. 

Akhir pekan lalu, terpengaruh jadwal sidang FOMC dua hari ini, IHSG anjlok ke bawah level 4.400 dan rupiah kembali melemah di level Rp14 ribu/dolar. Bukti ketergantungan Indonesia pada dolar AS sudah merasuk ke sumsum. Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara berkata ketergantungan yang besar terhadap dolar itu berisiko terhadap stabilitas nilai tukar yang mengimbas kondisi makro ekonomi Indonesia. Defisit APBN saat ini ditutup utang luar negeri. Karena sumber pendanaan dalam negeri terbatas, korporasi mencari pinjaman ke kreditur global, jumlahnya kini mencapai 169 miliar dolar. 

Kemudian pemilikan asing di pasar saham tinggi, hingga nasib harga saham di BEI sangat bergantung pada keputusan pemodal asing. Lantas, sejauh mana dampak andai The Fed jadi menaikkan suku bunga acuannya? Asal setelah dikonversi tidak lebih tinggi dari suku bunga acuan BI 7,5%, arus dolar pulang kampung mungkin tidak signifikan. Namun, tekanan psikologisnya bisa membuat rupiah dan IHSG rontok sekejap. ***
Selanjutnya.....

MKD Mempertaruhkan Citra DPR!

MKD—Mahkamah Kehormatan Dewan—diminta sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar menjaga integritas dan tidak memperburuk citra DPR di depan publik. Untuk itu, diingatkan agar MKD mendengarkan aspirasi rakyat terkait penanganan perkara pelanggaran kode etik yang diduga dilakukan Ketua DPR Setya Novanto. (Kompas, 11/12) 

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP, Ahmad Basarah, mengatakan MKD perlu bersikap objektif serta menjaga integritas partai dan DPR di mata rakyat. 

Sekretaris Fraksi Golkar Bambang Soesatyo menyatakan fraksinya berharap persidangan kasus Novanto dilakukan secara transparan. Sedang Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) Yandri Susanto mengingatkan anggota F-PAN di MKD mengawal kebenaran dan menghindari praktik kongkalikong. 

Kalangan anggota DPR terkesan khawatir persidangan MKD yang tertutup saat memeriksa terlapor Setya Novanto dinilai rakyat kongkalikong, hingga mempertaruhkan citra DPR karena nyata-nyata tidak adil. Pengadu dan saksi disidang terbuka, malah terlapornya disidang tertutup. 

Kekhawatiran itu juga tak terlepas dari reaksi Presiden Joko Widodo yang meluapkan kemarahannya akibat persidangan MKD yang sedemikian itu mempermainkan lembaga negara. Dalam amarahnya, Jokowi menyatakan tak masalah dirinya disebut presiden gila, presiden saraf, atau koppig. Tapi ia keberatan kalau orang mempermainkan lembaga negara. Di tengah buruknya kinerja MKD dalam sorotan masyarakat luas, di kalangan “yang mulia” hakim-hakim MKD sendiri kini terjadi silang pendapat untuk menghadirkan Riza Chalid yang suaranya dominan dalam rekaman yang dijadikan bukti pengaduan perkaranya. 

Meski Wakil Ketua MKD dari PDIP Junimart Girsang sejak awal berkukuh untuk menghadirkan Riza Chalid di persidangan MKD, demikian pula anggota MKD dari Partai Demokrat Darizal Basir, tapi Wakil Ketua MKD dari Partai Golkar Kahar Muzakir berkeras Riza Chalid tak perlu dipanggil lagi. (detiknews, 11/12) 

Pada penghadiran Riza Chalid, yang ramai disebut-sebut sebagai “raja minyak” terkait skandal Petral ini, di persidangan MKD bisa menjadi tumpuan pertaruhan citra DPR. Kalau akhirnya kongkalikong seperti yang dimaksud Yandri berhasil membuat Riza Chalid sebagai tokoh dominan dalam rekaman kasus “Papa Minta Saham” tidak jadi dihadirkan di persidangan MKD, citra DPR pun semakin terpuruk—sebagai lembaga negara yang bisa dipermainkan—pinjam istilah Jokowi. Rakyat mengelus dada, prihatin atas kian terpuruknya citra DPR. ***
Selanjutnya.....

Pesisir Barat, Saling Klaim Menang!

PEMILUKADA—pemilihan umum kepala daerah—di delapan kabupaten/kota di Provinsi Lampung Rabu, 9 Desember, berlangsung kondusif. Hitung cepat yang dilakukan Rakata Institute telah memberi gambaran calon pemenang di masing-masing daerah, kecuali di Pesisir Barat yang terjadi saling klaim menang. 

Saling klaim di Pesisir Barat itu terjadi karena pada hasil hitung cepat juga tampak perolehan suara dua pasangan calon memang amat tipis, yakni pasangan nomor urut 1 Agus Istiqlal-Erlina mendapat suara 30,80%, sedangkan pasangan Aria Lukita-Efan Tolani mendapat 30,58%. 

Jadi, selisihnya hanya 0,22%. Proses pengumpulan data hitung cepat memakai sistem random sampling seperti lazimnya survei. Dengan sistem itu, lazim ditoleransi eror terbatas yang mengakibatkan prakiraan bisa meleset hingga 3% sehingga kemungkinan salah satu dari kedua pihak untuk menang, yang mana pun itu, tetap ada. 

Oleh karena itu, kedua pihak dengan kubu pendukungnya masing-masing diharapkan untuk menahan diri, tidak terlalu demonstratif merayakan kemenangan, sebelum hasil akhir penghitungan nyata oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pesisir Barat diumumkan. Perayaan kemenangan yang demonstratif mengundang reaksi untuk melakukan perayaan yang sama dari pihak lainnya. Kalau perayaan itu dilakukan dengan arak-arakan massa di jalan raya, bisa terjadi benturan arak-arakan massa! 

Di sisi lain, KPU Pesisir Barat diharapkan bekerja sungguh-sungguh dan cermat membuka kaleng suara menghitung langsung lembar demi lembar kertas suara secara terbuka di depan petugas pengawas pemilu dan para saksi dari semua pasangan calon. 

Dengan begitu, hasilnya menjadi wujud pelaksanaan pemilu yang jujur dan adil. Cara-cara busuk yang pernah dipraktikkan di masa lampau seperti kucing beranak membuka kaleng-kaleng surat suara ke tempat persembunyian, tidak pada tempatnya lagi dilakukan KPU masa kini. 

Apalagi, untuk selisih suara yang tipis seperti di Pesisir Barat ini, konsekuensinya bisa sangat fatal. Dengan cermat dan bersungguh-sungguh itu, hasil pemilu menjadi benar-benar jujur dan adil, KPU akan lebih siap menghadapi langkah selanjutnya yang tak bisa dielakkan, gugatan salah satu pihak di Mahkamah Konstitusi (MK). 

Apa pun putusan MK, itulah hasil akhir pemilukada yang harus diterima semua pihak. Penyelesaian yang jujur dan adil Pemilukada Kabupaten Pesisir Barat akan menjadi catatan indah sejarah demokrasi di Lampung. ***
Selanjutnya.....

PBB Kecam Larangan Muslim ke AS!

PBB—Perserikatan Bangsa-Bangsa—mengecam ucapan Donald Trump, bakal calon presiden Amerika Serikat (AS) dari Partai Republik, yang menyatakan akan melarang umat muslim masuk ke AS kalau dia terpilih jadi presiden. 

"Bahaya klasifikasi dan karakterisasi itu bersifat dehumanisasi, bisa menjadikan mereka yang tidak bersalah sebagai korban," ujar komisioner tinggi HAM PBB, Zeid Ra'ad Al Hussein, dipetik AFP, Rabu (9/12). "Itu sungguh tidak bertanggung jawab, melihat tujuan dari kelompok ekstremis, menguntungkan mereka (ekstremis) dengan mengorbankan umat muslim." (detiknews, 9/12) 

Menurut Al Hussein, pernyataan Trump soal larangan umat muslim masuk ke AS itu sangat mengkhawatirkan. "AS merupakan sebuah republik yang didirikan dengan dasar martabat dan hak individu," tegasnya. "Muslim juga menjadi korban oleh kelompok ini (ekstremis), sama seperti umat Kristen, atau Yahudi, atau Hindu, atau Buddha." Donald Trump melontarkan pernyataan kontroversial itu saat kampanye di South Carolina. Ia mengeksploitasi situasi emosional atas penembakan di San Bernardino, California, yang dilakukan suami-istri muslim yang teradikalisasi. 

Serangan kedua pelaku menewaskan 14 orang, mendapat pujian dari Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Pelaku serangan di Bernardino Rabu (3/12), Syed Farook (28) dan istrinya Tashfeen Malik (27), sangat tertutup. Tashfeen sehari-hari memakai burka (cadar) sehingga menurut pengacara pasangan tersebut, Mohammad Abuershaid dan Daniel Chesley, keluarga besar Farook tak pernah melihat wajahnya. Wanita itu juga tak pernah bicara kepada kaum pria dari keluarga besar Farook. "Mereka sangat tradisional. Ketika keluarga datang, kaum wanita akan duduk bersama para wanita, kaum pria duduk dengan para pria. Jadi kaum pria tak pernah bicara dengan dia (Tashfeen)," kata Abuershaid pada Telegraph, Sabtu. (detiknews, 5/12). 

Pasangan suami-istri pelaku tewas saat baku tembak dengan polisi hari itu, meninggalkan bayi perempuan usia 6 bulan. Menurut kedua pengacara, keluarga tahu Farook punya beberapa senjata api. Namun, mereka tidak terlalu memikirkan hal itu karena Farook mendapatkan senjata tersebut secara legal. Penembakan di tempat umum menewaskan banyak orang sering terjadi di AS, di antaranya juga dilakukan oleh nonmuslim. 

Jadi peristiwa itu terjadi di AS bukan berlatar agama atau warna kulit pelaku, melainkan karena kebebasan orang memiliki senjata api—penyebab yang dicemaskan Obama. ***
Selanjutnya.....

Bank Dunia, Ketimpangan Tertinggi!

DALAM laporan terakhirnya Bank Dunia mengingatkan Pemerintah Indonesia, semakin tingginya ketimpangan sosial-ekonomi di negeri ini dengan indeks rasio gini pada 2015 mencapai 0,42, naik dari 0,30 pada tahun 2000, atau 0,41 pada 2014. 

"Ini yang tertinggi dalam sejarah Indonesia," kata Kepala Perwakilan Bank Dunia di Indonesia Rodrigo Chaves, dalam acara Akhiri Ketimpangan untuk Indonesia (Aku Indonesia) di Jakarta, Selasa. (BerdikariOL, 9/12) 

Rodrigo menyatakan kendati pertumbuhan ekonomi Indonesia mengagumkan selama 15 tahun terakhir, ternyata tidak berbanding lurus dengan pengurangan ketimpangan ekonomi di masyarakat. "Pertumbuhan ekonomi hanya menguntungkan warga terkaya 20 persen, sedang 80 persen populasi tertinggal di belakang," tegasnya. Tingkat ketimpangan yang parah ini, menurut Rodrigo, berpotensi menghalangi pertumbuhan ekonomi dan menyulut konflik sosial. 

Karena itu, hasil survei Bank Dunia menyebutkan 60 persen rakyat Indonesia lebih memilih pertumbuhan ekonomi rendah asalkan ketimpangan berkurang. Menurut Bank Dunia, ada empat faktor yang mendorong melebarnya ketimpangan, yakni ketimpangan kesempatan, ketimpangan di pasar tenaga kerja, kekayaan yang terkonsentrasi di tangan segelintir orang, dan ketimpangan ketahanan terhadap guncangan ekonomi. Di sisi lain, pemerintah berusaha mempersempit ketimpangan itu lewat Program Keluarga Harapan (PKH). 

Programnya baru ditata tahun ini, yang semula 2,7 juta kepala keluarga (KK) pemerima bantuan, 2015 menjadi 3,5 juta KK. Kemudian pada 2016 ditambah 2,5 juta KK lagi, menjadi 6 juta KK atau 11% populasi sosial ekonomi terendah. Nilai PKH yang diterima ibu punya balita Rp1 juta per tahun. Punya anak SD Rp450 ribu per tahun, anak SMP Rp750 ribu per tahun, anak SMA Rp1 juta per tahun. Ibu hamil juga dapat PKH Rp1 juta setahun. Dicairkan empat kali setahun, seperti di Boyolali Senin lalu (7/12), Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa hadir untuk pencairan pertama PKH dari APBNP 2015. (Kabar.com, 7/12) 

PKH didampingi Kartu Indonesia Pintar (KIP) untuk aneka bantuan lewat sekolah, dan Kartu Indonesia Sehat (KIS) untuk kesehatan keluarga. Selain itu, juga dilengkapi bedah rumah tak layak huni dan modal usaha. Bedanya dengan BLT era SBY, PKH tak ada kaitannya dengan kenaikan harga BBM. Harga BBM turun pun, tetap terima empat kali setahun. Namun, karena program ini baru cair pertama, harus dipacu agar lebih cepat dari laju ketimpangan di indeks gini. ***
Selanjutnya.....

Jokowi Ekspresikan Kemarahannya!

BICARA 1 menit 28 detik pada wartawan di Istana Merdeka, Senin, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengekspresikan kemarahan luar biasa atas pencatutan namanya selaku presiden dan Jusuf Kalla selaku wakil presiden oleh Ketua DPR Setya Novanto dan pengusaha Riza Chalid untuk meminta saham Freeport. 

Kemarahan Jokowi itu disulut gelagat tidak adilnya sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang secara demonstratif tunduk pada kemauan Novanto, dengan penundaan sidang dari pukul 09.00 jadi pukul 13.00, lalu sidang yang sejak awal disiapkan terbuka diubah jadi tertutup. Dengan gelagat itu, harapan rakyat mendapat keadilan dari MKD pun redup. 

Pencatutan nama Presiden dan Wapres untuk minta saham Freeport itu terungkap dalam rekaman pembicaraan Setya Novanto, Riza Chalid (pengusaha), dan Dirut Freeport Maroef Sjamsoeddin yang dua kali diputar di sidang MKD. 

Menurut Maroef di sidang MKD, ia yang merekam pertemuan yang diinisiasi Ketua DPR dalam rangka perpanjangan kontrak Freeport, dengan alasan menjaga integritas dirinya di perusahaan karena Ketua DPR membawa pengusaha ke pertemuan itu hingga berpotensi konflik kepentingan. "Saya enggak apa-apa dikatakan presiden gila, presiden saraf, presiden koppig, enggak apa-apa. Tapi, kalau sudah menyangkut wibawa, mencatut, meminta saham 11 persen, itu yang saya tidak mau. Enggak bisa!" tegas Jokowi dengan menekan emosi pada setiap kata ucapannya. Suara dan tangannya bergetar saat memberi pernyataan 1 menit 28 detik. 

Presiden menegaskan tidak bisa menerima jika ada pihak yang mempermainkan lembaga negara. "Lembaga negara itu bisa kepresidenan, bisa lembaga negara lain," ujarnya. Betapa rendah wibawa negara ini di mata dunia jika presiden dan wapresnya terkenal tukang minta saham perusahaan asing di negerinya. Permintaan saham 11% untuk Presiden Jokowi dan 9% untuk Wapres JK dalam rekaman itu diucapkan oleh Riza, yang dibawa Novanto sebagai juru bicaranya ke Maroef. 

Selain itu, ia minta saham dan proyek dari PLTU yang dibangun Freeport di Papua untuk mereka (Riza dan bosnya). Ucapan Riza itu digongi Novanto dengan berkata ke Maroef, "Kalau Riza yang atur, kita semua happy." Kemarahan Jokowi itu mengisyaratkan tidak bisa mengharap keadilan dari MKD. 

Jadi, lupakan MKD. Itu juga isyarat bagi penegak hukum di bawah presiden, kejaksaan dan kepolisian, untuk menuntaskan sisi pidana kesepakatan jahat untuk memperkaya diri dengan mencatut nama presiden dan wapres, merusak wibawa pemerintah dan negara. ***
Selanjutnya.....

Duka Jokowi ke Korban Metromini!

LANGKA, seorang Kepala Negara menyatakan dukacita buat korban kecelakaan bus kota. Tapi Presiden Jokowi tidak kepalang, ia sampaikan rasa dukanya lewat media sosial buat keluarga 18 penumpang Metromini yang tewas tertabrak kereta api di pelintasan Angke, Jakarta, Minggu (6/12). 

"Saya merasakan kesedihan yang mendalam dari keluarga para korban kecelakaan Muara Angke, semoga diberi ketabahan-Jkw," tulis Jokowi di akun Twitter @jokowi, Minggu. "Kita berduka atas kecelakaan Metromini-Commuterline di Muara Angke. Harus dievaluasi agar tidak terjadi hal yang sama-Jkw," tambahnya. (detiknews, 6/12) 

Minggu, pukul 08.45, Metromini B80 jurusan Kota—Kalideres menerabas celah dua palang pintu kereta yang telah tertutup. KA sudah dekat, bus kota itu ternyata tak bisa tembus ke seberang rel KA karena di depannya ada kendaraaan lain memenuhi selebar badan jalan. Metromini coba mundur, tapi tak sempat lolos, ditabrak kereta dan terdorong sejauh 100 meter sampai membentur beton stasiun Angke. Dari 25 penumpang Metromini, seorang sempat melompat keluar, 18 orang tewas terjepit puing bus yang ringsek. Keneknya tewas di tempat, sedang sopir nekat Asmadi (35) meninggal setelah dirawat di RS. 

Bus kota sejenis Metromini tercatat sering kecelakaan, oleh pengamat disebut kecenderungan itu akibat sopir mengejar setoran. Sopir seperti itu suka ugal-ugalan kurang memperhatikan aturan lalu lintas dan keselamatan pemakai jalan lainnya. Pada hari sama juga terjadi kecelakaan bus kota sejenis (Kopaja P19) menabrak pejalan kaki di Jalan Thamrin. Nasib malang sopir bus kota, menjadi korban kecelakaan atau masuk penjara akibat tekanan memburu setoran. Meski, mungkin lebih buruk lagi elite politik negerinya, banyak masuk penjara akibat menabrak aturan etika dan hukum demi memburu rente kekuasaan. 

Namun, kenapa nasib sopir bus umum Ibu Kota dari zaman ke zaman berburu setoran tak bisa diakhiri? Perhatian Presiden Jokowi atas Metromini maut ini mungkin bisa dijadikan titik tolak revolusi mental dan aturan main di balik operasi bus kota sejenis Metromini, agar tidak lebih lama lagi mengorbankan jiwa penumpang dan pemakai jalan lainnya. 

Masalah itu berpangkal pada tekanan juragan bus terhadap sopir untuk mendapatkan setoran yang dipatok tinggi, agar para juragan bisa membayar rente kredit kendaraan mereka ke bank, yang tarif suku bunga acuannya memang tinggi! Ternyata, itulah salah satu pangkal bencana yang berulang-ulang itu! ***
Selanjutnya.....

Paket VII, Good Land Governance!

PEMERINTAH merilis kebijakan ekonomi paket VII, salah satunya percepatan dan kemudahan sertifikasi tanah dan memberikan tanah negara untuk dipakai pedagang kaki lima (PKL). 

"Pemerintah memberikan kemudahan dalam proses sertifikat tanah, karena sertifikat ini sebenarnya juga dipakai sebagai akses ekonomi," ujar Menteri Agraria dan Tata Ruang Gerry Mursidan Baldan saat mengumumkan Paket VII di Istana, Jumat (detikfinance, 4/12) 

Ferry menambahkan pihaknya akan menerbitkan peraturan menteri terkait pemberian tanah negara kepada PKL. "Seluruh PKL yang dalam wilayah penataan kami datangi, ukur kiosnya, dan kami keluarkan hak guna bangunan (HGB)-nya," ujar Ferry. "HGB bisa jadi jaminan untuk KUR." 

Sertifikasi tanah gratis kepada petani miskin dengan tujuan sertifikat tanahnya bisa diagunkan di bank untuk mendapat modal usaha dikenal sebagai model De Soto dari Amerika Latin. Di Indonesia pernah dicoba pada zaman Joyowinoto jadi kepala BPN, era Presiden SBY. Sertifikasinya lumayan lancar, tapi tak banyak rakyat yang memakai sertifikat tanahnya untuk minta kredit bank. Ada gejala tabu bagi petani menggadai sertifikat tanahnya di bank untuk membuat usaha. 

Selalu ada contoh, usaha coba-coba yang dibuat gagal, tunggakan kredit bank tak terbayar, hingga tanahnya dilelang bank. Temuan De Soto menghidupkan aset tidur warga miskin dengan sertifikasi itu era 1990-an oleh lembaga donor dipaket dalam program good land governance. 

Jadi, tak bisa melepas petani jalan sendiri begitu saja. Perlu serangkai kegiatan pemanduan dalam memulai berusaha, membina organisasi dan jaringan pasar agar mereka bisa bangkit. Artinya, tabu pada petani untuk tidak melepas sertifikat tanahnya ke bank itu ada benarnya, karena tanpa panduan dan pembinaan jaringan bisnis yang terjamin, terjun bebas di arena bisnis bisa seperti domba masuk kandang singa, bakal jadi korban belaka. 

Ideal program good land governance ialah merangkai dana bank untuk meningkatkan nilai produktivitas tanahnya itu sendiri. Semula tanah hanya ditanami singkong secara tradisional, diganti tanaman penuh budi daya yang butuh modal lumayan, semisal buah naga. Dengan usaha bermodal itu pendapatan petani nilainya naik, kredit bank terbayar, sertifikat dan lahan selamat dari sitaan bank. 

Untuk itu, perlu organisasi pengelola kegiatan meningkatkan nilai hasil usaha petani yang pemasaran produksinya terbingkai dalam kesatuan program. ***
Selanjutnya.....

MKD, Mahkamah Konco Dewe!

PENGASUH Pesantren Tebu Ireng KH Salahuddin Wahid berkata, "Kita bersyukur Ketua DPR tidak mau mundur, jadi ada sidang kan. Sidang MKD, kalau orang jowo bilang mahkamah konco dewe (teman sendiri). Wong mereka yang menjalankan sidang tidak mengerti makna etika, terlalu banyak guyonan yang terjadi dalam sidang." 

Gus Sholah, sapaan akrab Salahuddin Wahid, menyatakan itu saat menjadi salah satu pembicara dalam pengajian bulanan Pengurus Pusat (PP) Muhammmadiyah di Jakarta, Jumat. Ia mengkritisi sikap Setya Novanto yang masih bertahan dengan posisinya sebagai ketua DPR dan merasa tak bersalah atas kasus yang bergulir di MKD. Menurut dia, harusnya Indonesia ada budaya mundur. (detik-news, 4/12) 

"Di negara maju ada budaya mundur, di negara mundur ada budaya maju. Sudah salah ya maju terus, seperti itu kenyataan yang ada di Indonesia," ujarnya. 

Ia menyayangkan perilaku pimpinan MKD atas pelapor dan saksi. Semestinya yang melapor diperlakukan dengan baik, bukan malah diperlakukan seperti terdakwa, tukas Gus Sholah. Di pengajian bertema Elite politik elite negeri itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyatakan, "Ketika MKD mengadili sebuah peristiwa, bukan peragaan yang etis yang kita lihat, tapi ada peragaan kekuasaan yang overdosis. Terjadi kepentingan golongan yang sudah jelas siapa-siapanya dari A sampai Z." Dengan mengungkap Indonesia negara terdemokratis nomor tiga di dunia tapi 70 persen (318 dari 524) kepala daerahnya terlibat kasus korupsi, Haedar menilai elite politik negeri ini telah kehilangan nilai-nilai spiritual dalam menjalankan kekuasaannya.

Runtuhnya nilai akhlak elite negeri ini, menurut Haedar, disebabkan dua hal, kerakusan akan materi dan pemegang kekuasaan yang kehilangan makna spiritual dalam menjalankan tugasnya. Dari bicara dua tokoh itu, baik secara kultural (Gus Sholah) maupun secara spiritual (Haedar Nashir), bisa disimpulkan moralitas sebagian elite politik kita cenderung tidak sehat, alias sedang sakit. Atau pinjam gaya Gus Sholah, kalau wong jowo moralitas seperti itu bisa disebut kurang waras. 

Dalam kondisi moralitas seperti itu, logika umum dipelintir atau diputar balik. Bukan hanya dalam bicara (narasi), melainkan juga dalam perilaku. Contohnya, pengadu yang semestinya diperlakukan wajar, malah diperlakukan selayak pesakitan. 

Harapan tentu, jaringan saraf sehat di tubuh lembaga elite politik bisa mempertahankan kewarasan dalam setiap keputusan lembaga politik, pemerintahan, dan kenegaraan. ***
Selanjutnya.....

Indonesia Rangkul Lagi Bank Dunia!

MESKI dalam retorika Jokowi cenderung tidak cocok dengan Bank Dunia, IMF, dan ADB, praktik pemerintahannya justru sebaliknya. Selain sejak awal 2015 Indonesia sudah menerima bantuan Bank Pembangunan Asia (ADB) 1,5 miliar dolar AS, kini merangkul kemitraan Bank Dunia 10 miliar dolar AS. 

Retorika Jokowi tidak cocok dengan Bank Dunia, IMF, dan ADB, antara lain ketika membuka Konferensi Asia-Afrika di Jakarta Convention Center, 22 April 2015. "Pandangan yang mengatakan persoalan ekonomi dunia hanya bisa diselesaikan oleh Bank Dunia, IMF, dan ADB adalah pandangan usang yang perlu dibuang," ujar Jokowi. (Tempo.co, 22/4) 

Padahal, sebelum itu, dengan alasan mendukung penuh berbagai program infrastruktur Presiden Jokowi, Direktur ADB Takehiko Nakao sudah menemuinya, Januari 2015. Selain bertemu Presiden Jokowi untuk menyampaikan komitmennya membantu Indonesia 1,5 miliar dolar AS (Rp18 triliun) untuk 2015, Nakao juga bertemu Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dan Menteri PPN/Kepala Bappenas Andrinof Chaniago. (setkab.go.id, 13/1) 

Sementara itu, Dewan Eksekutif Kelompok Bank Dunia menyetujui kerangka kerja kemitraan negara untuk Indonesia, yang berlaku selama lima tahun. Ini diharapkan akan memberi dukungan lebih dari 10 miliar dolar AS guna mendorong pengembangan infrastruktur dan program sosial pengentasan kemiskinan. "Kami percaya Indonesia akan memanfaatkan peluang besar ke depan dan akan makin tangguh menghadapi tantangan global dan domestik. Kerja sama yang telah berjalan enam dekade kini makin kuat," kata Wakil Presiden Bank Dunia untuk wilayah Asia Timur dan Pasifik Axel van Trotsenburg. (Kompas.com, 2/12) 

Pelambatan ekonomi akibat tersendatnya penyerapan APBN menunjukkan perlunya varian program dan sumber dana dalam pembangunan nasional. Selain itu, juga perlu program yang relatif lebih aman dari korupsi hingga manfaatnya dirasakan masyarakat di tengah maraknya korupsi yang dicerminkan masih banyaknya hasil operasi tangkap tangan KPK. 

Kemitraan dengan Bank Dunia bisa menjadi salah satu varian yang dibutuhkan itu. Realisasi kerja sama dengan Bank Dunia ini sekaligus memperbaiki struktur pembayaran bunga utang pemerintah yang selama ini lebih terbebani pinjaman lewat obligasi SBN dan SUN yang bunganya tinggi, mengikuti persaingan di pasar. Sementara pinjaman Bank Dunia jauh lebih rendah, selain ada masa bebas bayar pokok dan bunga utang (grace priod). Dilihat dari situ, pemerintahan Jokowi makin rasional. ***
Selanjutnya.....

Dihargai, Dirjen Pajak Mundur!

GAGAL dan capaiannya jauh dari target penerimaan pajak 2015, Direktur Jenderal Pajak Sigit Priadi Pramudito mundur dari jabatannya terhitung mulai Rabu (2/12). Sikapnya yang kesatria berani mengakui kegagalan itu dihargai, antara lain oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla yang menyebutnya sebagai sikap sportif. 

Target penerimaan pajak 2015, di luar pajak minyak dan gas, sebesar Rp1.244 triliun. Berdasar data Direktorat Jenderal Pajak, penerimaan pajak hingga 27 November sebesar Rp806 triliun atau 64,75%. Jadi, realisasi terhadap target kurang Rp438,72 triliun. (Kompas, 2/12) 

Wapres Jusuf Kalla menghargai keputusan Sigit mengundurkan diri. "Tentu kami menghargai suatu upaya dan juga mengakui sportivitas dan kejujuran. Kami menghargai, walaupun tidak tercapai (target pajak)," ujar Wapres. (Kompas.com, 2/12) 

Menurut Kalla, Sigit gagal mencapai target bukan karena ketidakmampuannya, melainkan lantaran situasi ekonomi dunia termasuk Indonesia saat ini sedang menurun. Sigit, mantan Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pajak Wajib Pajak Besar Jakarta, terpilih dalam seleksi calon Dirjen Pajak. 

Oleh karena itu, alasan pengunduran diri yang disampaikan kepada pers, ia menjadi Dirjen Pajak bukan penugasan, melainkan melamar lewat lelang terbuka jabatan. Untuk itu, pengunduran diri merupakan tanggung jawab saat target tidak tercapai. Sikap jujur dan sportif Sigit mengundurkan diri ketika tidak mampu mencapai target, meski sebenarnya ada alasan untuk mengelak seperti uraian Wapres, merupakan watak kesatria yang layak diteladani. Betapa dengan kejujuran mau mengakui kegagalannya itu, ia tidak menyandera negara dan bangsa dengan bercokol di jabatan strategis padahal kapasitasnya tidak mumpuni. 

Keteladanan Sigit menjadi setitik harapan di tengah kegelapan bangsa yang disandera oleh segelintir elite busuk bercokol di posisi-posisi strategis yang hanya menonjolkan kepentingan pribadi dan golongan secara terang-terangan, tanpa rasa malu sedikit pun. 

Lucunya, yang tersandera oleh perilaku busuk segelintir elite itu juga partainya. Soalnya rakyat makin kritis menghukum partai yang menyandera rakyat. Itu bisa dilihat pada hasil pemilu 2004, PDIP yang menguasai 34,5% suara cuma meraih 20%. Pada pemilu 2014, akibat ulah Nazaruddin dan segelintir elitenya, Partai Demokrat yang punya 148 kursi DPR jadi tinggal 61 kursi. 

Rakyat selalu punya cara membebaskan dari penyanderaan oleh elite busuk. Teladan Sigit diharapkan mencerahkan lebih efektif. ***
Selanjutnya.....

Konsumsi, Pilar Ekonomi Lampung!

KONSUMSI rumah tangga di Lampung pada kuartal III 2015 tumbuh 5,83% (yoy), menopang pertumbuhan sektor-sektor penyuplai kebutuhan konsumsi tersebut. Sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan periode itu tumbuh 3,13%, industri pengolahan 8,34%, dan logistik (transpor dan pergudangan) 16,06%. 

Realitas konsumsi sebagai pilar ekonomi Lampung itu tecermin dalam Evaluasi Kondisi Perekonomian Provinsi Lampung 2015 dan Outlook 2016 yang disampaikan Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Lampung M Emil Akbar pada pertemuan tahunan BI Lampung, Selasa (1/12). 

Ketiga sektor yang kegiatannya menyuplai konsumsi rumah tangga itu menyumbang 57% produk domestik regional bruto (PDRB) Provinsi Lampung. Pertumbuhan ekonomi Lampung periode itu tercatat 5,18%, lebih tinggi dari tahun lalu 5,08%, juga lebih tinggi dari nasional 4,73%. Tingginya pertumbuhan konsumsi rumah tangga itu merupakan realisasi dari peningkatan daya beli masyarakat Lampung. 

Peningkatan daya beli masyarakat itu oleh data BI juga dicerminkan lewat pertumbuhan jumlah wisatawan domestik dan asing yang pada triwulan III 2015 meningkat 6,41% (yoy), sedang periode sama 2014 mengalami kontraksi (tumbuh minus) -3,50%. 

Tingginya daya beli masyarakat menggeser tren inflasi Lampung menjadi di atas nasional, dari sebelumnya di bawah nasional. Inflasi Lampung hingga Oktober 2015 tercatat 7,01% (yoy), atau kumulatif 3,12% (ytd). Inflasi nasional Oktober 2015 tercatat 6,25% (yoy) atau 2,16% (ytd). 

Untuk tingkat inflasi di antara 23 kota di Sumatera, Bandar Lampung di peringkat empat dengan inflasi 7,24% (yoy), sedang Metro di peringkat 10 dengan inflasi 5,74% (yoy). Inflasi tertinggi di Kota Pangkal Pinang, 7,96% (yoy). 

Fenomena deflasi di beberapa kota Sumatera, menurut cacatan BI, terjadi karena perekonomian kota-kota tersebut melambat atau bahkan mengalami pertumbuhan negatif. Artinya, jangan bangga ketika terjadi deflasi, karena itu cerminan daya beli masyarakatnya rendah sehingga bisa jadi banyak keluarga kesulitan untuk mencukupi kebutuhan hidup. 

Dengan pertumbuhan konsumsi dan daya beli masyarakat yang baik itu, bisa disimpulkan kian banyak warga yang ekonomi keluarganya semakin baik di Lampung. 

Di sisi lain, kebijakan yang mengarah pada warga di bawah garis kemiskinan harus lebih fokus. Seperti program keluarga harapan (PKH), agar kekurangan konsumsi mereka bisa terpenuhi sekaligus ikut meningkatkan daya beli masyarakat secara keseluruhannya. ***
Selanjutnya.....

Menyimak RUU Contempt of Court!

DRAF Rancangan Undang-Undang Contempt of Court (RUU CoC) atau Tindak Pidana Penyelenggaraan Peradilan yang ditemukan detik.com (30/11) mengancam pelaku tindak pidana contempt of court hukuman 10 tahun penjara. 

Contempt of court yang secara harfiah lazim diartikan menghina pengadilan, dalam pertimbangan draf itu disebutkan, "Tindak Pidana Penyelenggaraan Peradilan adalah setiap perbuatan bersifat intervensi, tindakan, sikap, ucapan, tingkah laku dan/atau publikasi yang bertendensi dapat menghina, merendahkan, terganggunya, dan merongrong kewibawaan, kehormatan, dan martabat hakim atau badan peradilan." 

Dengan rumusan sedemikian luas kategori contempt of court, sistem peradilan di Indonesia yang selama ini peradilan terbuka oleh RUU itu cenderung diubah menjadi peradilan tertutup, salah satunya tecermin di Pasal 24: "Setiap orang yang memublikasikan atau memperkenankan untuk dipublikasikan proses persidangan yang sedang berlangsung, atau perkara yang dalam tahap upaya hukum, yang bertendensi dapat memengaruhi kemerdekaan atau sifat tidak memihak hakim, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun atau pidana denda paling banyak Rp1 miliar." 

Sifat tertutup sistem peradilan dalam RUU tersebut diperkuat penjelasan Pasal 49 Ayat (2): "Sistem pertanggungjawaban mutlak atau strict liability juga dapat dijatuhkan terhadap perbuatan yang memublikasi terhadap perkara yang sedang dalam proses peradilan sehingga publikasi tersebut bertendensi adanya pendapat umum (public opinion) yang dapat memengaruhi hakim, juga secara langsung maupun tidak langsung akan memengaruhi kepercayaan publik terhadap kekuasaan kehakiman." 

Luasnya rumusan contempt of court dan rentang tanggung jawab langsung publikasi hingga kemungkinan akibat langsung dan tidak langsungnya, bukan mustahil pasal-pasal tersebut kelak menjadi pasal karet yang bisa diulur kian-kemari tergantung kebutuhan. Layak mendapat perhatian masyarakat luas, draf RUU CoC ini secara praktis mengganti rezim peradilan di Indonesia dari peradilan terbuka menjadi peradilan tertutup. Hal ini tentu tidak sederhana, karena sistem peradilan terbuka merupakan bagian dari kehidupan demokrasi modern, sedang sistem peradilan tertutup bagian penting dari kekuasaan tiran. 

Meski demikian, draf RUU CoC itu tak terlepas dari kecenderungan belakangan ini, banyak muncul RUU atau revisi UU yang menjadi arus balik dari demokratisasi kembali ke tiranisasi. Gejala apa semua itu? ***
Selanjutnya.....

Heboh Data Pangan Tidak Akurat!

MENTERI Pertanian Amran Sulaiman meminta persoalan ketidakakuratan data pangan tidak dibesar-besarkan. Persoalan data pangan tidak perlu diperdebatkan. "Yang penting itu satu tahun pemerintahan tidak ada impor, surplus kan?" ujarnya. (Kompas.com, 27/11) 
 
Heboh data pangan tidak akurat mencuat dalam lokakarya wartawan untuk peningkatan pemahaman data pangan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). BPS meragukan kualitas data luas panen pangan sebagai basis penghitungan produksi pangan yang dikumpulkan Kementerian Pertanian dan Dinas Pertanian di daerah. Konflik kepentingan muncul karena data yang dikumpulkan menjadi justifikasi keberhasilan program oleh institusi pengumpul data. (Kompas, 26/11) 

Mekanisme penghitungan produksi padi sejak 1973 adalah hasil perkalian luas panen padi dengan produktivitas tanaman padi per hektare. Pengumpulan data luas panen menjadi tanggung jawab Kementan dan Dinas Pertanian. Sementara data produktivitas dikumpulkan BPS. Paduan datanya diolah BPS. Kelemahan metode ini, menurut BPS, hasil estimasi luas panen sangat dipengaruhi subjektivitas petugas. Ada peluang intervensi dengan menaikkan data luas panen karena data yang dikumpulkan digunakan sebagai alat evaluasi keberhasilan peningkatan produksi yang dilaksanakan oleh institusi pengumpul data. 

Menurut guru besar Ilmu Ekonomi Pertanian Unila, Bustanul Arifin, data yang tidak akurat juga menjadi beban anggaran. Dalam menghasilkan data luas panen dan produksi padi, aparatur negara atau birokrasi cenderung memaksimalkan anggaran. Mereka berlomba menaikkannya. Kondisi ini terjadi hampir merata dan akumulatif sehingga dampaknya besar. Terkait dengan luas lahan, besaran subsidi pupuk dan benih juga akan membengkak. Anggaran Kementerian Pertanian tahun ini naik dua kali lipat dibanding tahun lalu, dari sekitar Rp16 triliun menjadi Rp32,7 triliun. 

Tidak bisa dipungkiri, kata Bustanul, ada indikasi penggelembungan akibat data yang tidak akurat. Sebut saja, luas lahan yang berdasarkan foto satelit hanya sekitar 8 juta hektare, dilaporkan mencapai 14,1 juta hektare. (Kompas.com, 28/11) 

Padahal, kata Bustanul, validitas data pangan berdampak jauh bukan hanya dalam pengambilan keputusan impor beras (menurut Wapres Jusuf Kalla baru-baru ini 1,5 juta ton beras impor sudah masuk), melainkan juga perencanaan program pembangunan pertanian. Akurasi data penting bagi akademisi karena orientasinya kebenaran objektif. Sementara bagi penguasa yang berorientasi kekuasaan, sering cukup dengan benarnya sendiri saja. ***
Selanjutnya.....

DPR Kebut Revisi UU KPK!

MESKI masa sidang DPR di 2015 hanya tersisa tiga minggu, Badan Legislasi (Banleg) DPR yang telah menyetujui revisi UU KPK menjadi usul inisiatif DPR akan mengebut untuk selesai tahun ini juga. 

Menurut Wakil Ketua Banleg Firman Soebagyo, Jumat (27/11), kesepakatan Banleg itu dilaporkan ke pimpinan DPR dan Badan Musyawarah (Banmus) pada Senin (30/11) dan ke paripurna pada Selasa (1/12). Presiden lalu akan menerbitkan surpres (detik-news, 27/11). 

Firman yakin revisi UU KPK bisa dibahas secara cepat. "UU MD3 kemarin saja berapa hari," tukas politikus Golkar itu membandingkan. Apalagi untuk revisi ini sebelumnya Banleg DPR dan pemerintah menyepakati dua rancangan aturan masuk ke perubahan prolegnas prioritas 2015, yaitu RUU Tax Amnesty dari usul inisiatif pemerintah dan revisi UU KPK, jadi usulan DPR. 

Pembahasannya diperkirakan akan lancar karena kubu propemerintah yang dipelopori PDIP juga berusaha merevisi UU KPK. Itu mudah dipahami, karena menurut catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), dari 55 politikus anggota DPR yang dijerat KPK sejak 2005 sampai 2015, terakhir Dewie Yasin Limpo, terbanyak dari Partai Golkar, 23 anggota DPR, dan kedua dari PDIP, 21 politikus (tempo.co, 22/10). 

Dalam rancangan revisi UU KPK itu, ICW mencatat sejumlah perubahan yang bukan saja memperlemah KPK, malah bisa membuat pemberantasan korupsi di Indonesia kiamat karena umur KPK dibatasi hanya 12 tahun. KPK tidak lagi memiliki kewenangan melakukan penuntutan. KPK hanya bisa menangani perkara korupsi dengan kerugian negara Rp50 miliar ke atas. KPK lebih diarahkan ke tugas pencegahan korupsi. 

Lalu, KPK harus mendapatkan izin ketua pengadilan untuk melakukan penyadapan maupun penyitaan. KPK dapat menghentikan penyidikan korupsi. KPK wajib lapor ke kejaksaan dan Polri ketika menangani perkara korupsi, serta sejumlah perubahan lainnya (antikorupsi.org, 8/10). 

Ironisnya, korupsi di Indonesia lebih banyak korupsi politik yang bersifat sistemik. Korupsi politik itu juga sudah masif. Sampai 2014, menurut Bambang Widjojanto, yang mengutip Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Djohermansyah Djohan, kepala daerah yang terlibat korupsi sudah 290 orang, sedangkan anggota DPRD sudah sekitar 3.600 orang (Kompas.com, 23/6). 

Kalau sudah sepakat, DPR dan pemerintah memang punya absolute power untuk merevisi UU KPK itu. Sebagai jenis korupsi politik yang sistemik itu, dengan absolute power itu terpenuhilah kriteria lord acton, absolute power corrupt absolutely. ***
Selanjutnya.....

Penguasa Mencekik Petani Sawit!

DALAM Konferensi Sawit di Bali pekan ini dilaporkan hasil pungutan dari ekspor CPO 50 dolar AS per ton dalam empat bulan mulai Juli 2015 sebesar Rp4 triliun. Pungutan itu bisa dipastikan oleh eksportir dibebankan ke produsen sehingga harga tandan buah segar (TBS) sawit petani di Lampung jatuh sampai Rp350 per kg. 

Pungutan 50 dolar AS per ton dari ekspor CPO itu nyaris 10% dari harga CPO yang kini di bawah 600 dolar AS per ton. Sebagai pemikul beban pungutan itu, nasib mayoritas dari 4,5 juta petani sawit negeri kita mengulangi nasib malang petani cengkih ketika cengkih dikenai pungutan sejenis oleh BPPC. Petani cengkih sengsara. 

Kehidupan petani sawit yang menderita akibat harga TBS tak cukup untuk biaya panen dan transpor ke pabrik, kontras dengan laporan sukses pungutan itu oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP Sawit) di konferensi sawit. 

Kepala BPDP Sawit Bayu Krisnamurti melaporkan di Bali, dalam empat bulan saja dana dari pungutan ekspor CPO atau CPO Fund mencapai Rp4 triliun. Rencananya, dana Rp500 miliar dipakai untuk subsidi 223 ribu kiloliter biofuel. Anggaran subsidi yang ditagih sudah mencapai Rp285 miliar. (Kompas.com, 26/11) 

CPO Fund dimasukkan ke satu rekening yang ditetapkan Menteri Keuangan. Selain untuk subsidi biofuel, dana tersebut bisa digunakan untuk replanting (penanaman kembali) kelapa sawit, dan peningkatan sumber daya manusia serta membiayai riset-riset di sektor sawit. Konsep penguasa untuk pungutan itu memang indah, seindah konsep pungutan BPPC yang mencekik petani. Dengan itu pula mayoritas dari 4,5 juta petani sawit negeri ini dirundung tiga masalah yang kian mencekik nasib mereka. 

Pertama, terus merosotnya harga CPO, dari di atas 1.000 dolar AS per ton pada 2010 dengan harga TBS di atas Rp 1.000 per kg, kini menjadi di bawah 600 dolar AS per ton dengan harga TBS yang sekaligus tertekan oleh dua masalah berikutnya hingga kandas di Rp350 per kg. 

Kedua, lima raksasa sawit nasional yang menampung 85% CPO dan TBS nasional termasuk dari 4,5 juta petani sawit, membuat perjanjian The Indonesian Palm Oil Pledge (IPOP) dengan Uni Eropa dan AS untuk memproduksi minyak sawit berkualitas tinggi dan ramah lingkungan, membuat produksi petani dan perusahaan sawit kecil tak ada yang membeli. 

Ketiga, kalaupun produksi ditampung untuk ekspor di luar Eropa dan AS, oleh penguasa dihadang lagi dengan pungutan ekspor 50 dolar AS per ton. Sempurnalah kebijakan penguasa mencekik petani sawit! ***
Selanjutnya.....

Konferensi Sawit, ISPO Vs IPOP!

INDONESIA sebagai produsen minyak sawit terbesar dunia yang menguasai 38% pangsa pasar global, selain menghadapi kampanye hitam berbagai hal tentang sawit, dari masalah lingkungan sampai kesehatan, juga menghadapi tekanan tentang kualitas produksi dari negara-negara konsumen, terutama Uni Eropa dan Amerika Serikat (AS). 

Untuk mengatasi semua itu agar ekspor minyak sawit Indonesia tidak terganggu, lima raksasa perusahaan sawit Indonesia, yakni Wilmar, Cargill, Asian Agri, Musim Mas, dan Golden Agri, menandatangani perjanjian The Indonesian Palm Oil Pledge (IPOP) dengan Uni Eropa dan AS, untuk memproduksi minyak sawit berkualitas tinggi dan ramah lingkungan. 

Konsekuensi perjanjian yang ditandatangani September 2014 itu, perusahaan-perusahaan tersebut tidak bisa membeli tandan buah segar (TBS) dan minyak sawit mentah (CPO) yang tidak ramah lingkungan. Ini bisa membuat petani dan perusahaan sawit kecil gulung tikar karena tidak ada yang membeli. 

Padahal, lima raksasa sawit itu menampung 80% sampai 85% dari total TBS dan CPO Indonesia, termasuk TBS dari 4,5 juta petani sawit. (Kompas.com, 30/10) 

Pemerintah jelas kebakaran jenggot. Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian Gamal Nasir mendesak lima perusahaan itu menunda pelaksanaan IPOP. Kelima perusahaan itu harus tetap berpegang pada aturan yang berlaku di Indonesia, yakni Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). 

Di bawah tekanan kemerosotan harga komoditas, khususnya CPO yang pada 2010 di atas 1.000 dolar AS/ton, kini menjadi tinggal di bawah 600 dolar AS/ton dan masih terus merosot, tentu tidak mudah bagi industri sawit untuk gonta-ganti standar kualitas produksi. Untuk itu perlu jalan keluar, bukan saja dari konflik ISPO versus IPOP, melainkan sekaligus mengatasi penurunan berlanjut harga CPO. Salah satunya, dengan pengembangan industri hilir produk-produk turunan sawit. Jalan keluar itu dibahas dalam Konferensi Sawit Indonesia (Indonesia Palm Oil Conference—IPOC) di Bali pekan ini, dengan tema The fund and the future of palm oil industri. 

Jadi, masa depan industri sawit Indonesia bergantung pada masalah dana (the fund) untuk membangun industri hilir turunan produk sawit sehingga tidak lagi bergantung pada ekspor CPO semata. Dana untuk itu agaknya tidak cukup dari pungutan lucu-lucuan terhadap ekspor CPO Rp50 ribu/ton. Sebanyak 4,5 juta petani sawit dan ribuan perusahaan sawit kecil berharap hasil konferensi tersebut bisa menyelamatkan masa depan usaha mereka. ***
Selanjutnya.....

Bunga KUR Ternyata Masih Tinggi!

WAKIL Presiden M Jusuf Kalla geram menemukan bunga kredit usaha rakyat (KUR) masih tinggi, lebih tinggi ketimbang sektor korporasi. Padahal, beberapa waktu lalu Presiden Joko Widodo telah menggelontorkan subsidi Rp1 triliun untuk menurunkan bunga KUR dari 22% menjadi 12% per tahun. 

"Apa pun biayanya pemerintah akan menurunkan bunga KUR dari 22% ke 12%. Dengan biaya apa pun harus turunkan bunga KUR," tegas JK pada pertemuan tahunan BI. (Kompas.com, 25/11) 

Menurut JK, tingginya bunga KUR merupakan ketidakadilan. Ia tegaskan, tak boleh ada lagi ketidakadilan di Indonesia. "Bunga korporasi lebih rendah, 10%, dibandingkan bunga UKM. Selama ini kita terkecoh. Harus diturunkan apa pun risikonya. Tahun depan harus 9%, apa pun risikonya," kata JK. 

JK beranggapan sebuah negara tidak ada yang mengalami masalah karena pertumbuhan yang rendah. Akan tetapi, negara akan mengalami masalah kalau ada ketidakadilan. "Jangan terjadi ketidakadilan di bangsa ini. Saya minta ini diperbaiki," tegasnya.

Jelas amat mengejutkan kalau setelah Presiden Jokowi actions menggelontorkan Rp1 triliun untuk subsidi menurunkan bunga KUR dari 22% menjadi 12%, pihak perbankan tidak merespons dengan langkah-langkah antisipatif untuk melakukan penyesuaian guna mendorong pertumbuhan yang berkeadilan. Kalangan perbankan terkesan telah menjadi instrumen mekanistik kapitalis pemburu rente. 

Tak ada semangat humanitas yang mampu menggerakkan rasa dan solidaritasnya kepada sesama, apalagi yang lemah, untuk diberi keringanan demi memajukan kesejahteraan umum. Sebaliknya, justru semangat homo homini lupus—yang kuat memangsa yang lemah—menjadikan usaha lemah sebagai mangsa empuk untuk dihisap darahnya dengan tarif rente yang tinggi. 

Ketidakadilan seperti itulah, seperti kata JK, bisa menjadi masalah pada sebuah bangsa. Apalagi kredit usaha rakyat itu secara efektif merupakan proses capital reform yang menjadi andalan dalam mengejar ketertinggalan sosial-ekonomi kelompok masyarakat bawah dan menengah-bawah, seefektif land reform yang sejauh ini masih sebatas penyedap retorika. 

Namun, perbankan memang merupakan ujung tombak industrialisasi yang menghela urbanisme sebagai fondasi alternatif kultur masyarakat patembayan di negeri-negeri yang telah berkembang. Maka itu, perlu penyesuaian pada masyarakat Indonesia yang berkultur paguyuban suka bergotong royong, setidaknya dimulai dengan menjalankan dengan sebaik-baiknya subsidi bunga KUR yang dikucurkan pemerintah. ***
Selanjutnya.....

Dua Sisi Pembusukan Politik!

MAKNA pembusukan politik (political decay) dalam pemakaiannya di media massa Indonesia bias menjadi dua, yang maksudnya sama sekali saling berbeda. 

Sisi pertama yang menjelang pemilukada serentak ini banyak dipakai, pembusukan politik berupa penyebaran isu negatif (yang membusuk-busukkan satu pasangan calon) oleh suatu pihak. Bisa jadi yang menyebar isu negatif atas pasangan calon tersebut adalah lawannya dalam pemilukada, atau simpatisan lawannya. 

Tapi, ada kalanya juga dari kalangan independen, yang benar-benar tidak memihak pada salah satu calon, tapi semata untuk menyelamatkan daerahnya agar tak jatuh ke tangan politikus yang rekam jejaknya terkenal memang busuk. 

Sisi kedua, maksud pembusukan politik seperti yang lazim dalam teori ilmu politik, yaitu gejala atau bahkan realitas yang merupakan implikasi dari praktik rumusan Lord Acton: power tend to corrupt, absolut power corrupt absolutely. Jadi, pembusukan politik merupakan kondisi ketika para aktor pada berbagai cabang kekuasaan negara telah menyalahgunakan kekuasaan, baik untuk kepentingan sendiri, kelompok, atau koalisi antarkelompok. 

Berbagai cabang kekuasaan negara pada sisi kedua ini maksudnya tentu eksekutif, legislatif, dan yudikatif (banyak hakim tertangkap tangan oleh KPK) sehingga pembusukan politik praktis mengimbas semua bidang kehidupan bangsa—ekonomi, sosial, budaya, hukum, dan sebagainya. 

Setiap kekuasaan negara yang mengalami pembusukan tidak lagi bekerja efektif untuk kepentingan rakyat maupun kebenaran dan keadilan, tapi lebih berorientasi pada kepentingan pribadi, kelompok, maupun koalisinya. 

Orientasi tersebut juga berlaku untuk membela diri dan mempertahankan kepentingan kelompok atau koalisi. Misalnya, salah satu unsur dari kelompok terlibat suatu kasus etika maupun hukum. Kelompoknya dari segala penjuru melalui segala media lantas membuat kontraisu seolah berita tentang unsurnya melanggar etika atau hukum itu hanya suatu usaha pembusukan politik dari pihak lawan. 

Dengan segala cara pula ditempuh usaha agar unsur yang tersandung kasus etika atau hukum itu lolos dari vonis yang menjeratnya sebagai pesakitan bersalah. Dengan begitu, pembusukan politik yang merusak kelembagaan negara jadi tak berfungsi efektif untuk kepentingan rakyat maupun kebenaran dan keadilan terus meruyak semakin dalam. 

Akibatnya, kelembagaan negara menjadi busuk, hanya bekerja untuk kepentingan pribadi, kelompok atau koalisi. Sedang kepentingan rakyat, ditelantarkan. ***
Selanjutnya.....