Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Kekuatan Korupsi Nyaris Sempurna!

PIMPINAN nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto, mengatakan saat ini kekuatan korupsi nyaris mencapai kesempurnaan. Kekuatan tersebut tengah menjadikan KPK dan seluruh elemen gerakan antikorupsi sebagai musuh bersama. (Kompas.com, 18/12) 

Ia paparkan, salah satu indikasi keberhasilan tersebut dilihat dari kemampuan memaksakan revisi UU KPK menjadi agenda Program Legislasi Nasional 2015. Padahal, masa tugas anggota parlemen pada 2015 pascasidang paripurna hanya bersisa tiga hari. Karena itu, pembahasan akan dilanjutkan pada awal 2016. "Ada cukup banyak contoh bisa diajukan untuk menunjukkan kedahsyatan kekuatan ini yang terus bekerja secara sistematis," ujarnya. 

Salah satunya masalah dikeluarkannya izin pemanfaatan 36 juta hektare hutan oleh pemerintah. Sebanyak 98,8 persennya diberikan kepada usaha-usaha skala besar. Sedang masyarakat kecil mendapat sisanya. Kebijakan tersebut, menurut Bambang, jelas menutup akses dan ruang hidup bagi rakyat kebanyakan, terutama masyarakat desa yang miskin dan dimiskinkan. Akses dan ruang hidup untuk rakyat atas manfaat pertambangan juga minim. Situasi korupsi di Indonesia sudah kronis dengan stadium yang tak terperikan. 

Celakanya, rakyat kini tak punya siapa-siapa lagi di kelembagaan formal untuk melawan kekuatan korupsi yang nyaris sempurna itu. Tanpa kecuali lembaga yang orang-orangnya dipilih langsung oleh rakyat, DPR. Seberapa signifikan kemampuan DPR melawan korupsi tecermin pada sidang MKD atas kasus Freeport yang malah mempertontonkan opera sabun yang justru menjauhkan pembahasan dari penanganan akar masalah sebenarnya. 

Padahal, sengkarut Freeport itu terbelit gejala korupsi yang berlangsung hampir 50 tahun, terkait pemberian kekuasaan pada perusahaan asal Amerika Serikat itu lahan 2,6 juta hektare yang kaya sumber daya alam. Freeport meraup keuntungan yang sangat besar saat sebagian besar penduduk Papua menjadi warga termiskin di Indonesia. 

Para korban korupsi sistematis menyandang kemiskinan fatal dengan penderitaannya yang berkepanjangan, dari warga Papua hingga Suku Anak Dalam, dan kebanyakan warga melarat umumnya, semakin jauh terpinggirkan dan tak berdaya menghadapi kekuatan korupsi yang justru nyaris sempurna. 

Apalagi kelembagaan formal membelanya sebatas pseudomatika, seolah-olah memperjuangkan nasib mereka, padahal sebenarnya untuk kepentingan pribadinya semata, seperti tersingkap dalam skandal “Papa Minta Saham” dengan opera sabunnya. ***

0 komentar: