PEMERINTAH dalam menurunkan harga premium dan solar juga menetapkan pungutan dana ketahanan energi pada masyarakat sebesar Rp200 per liter premium dan Rp300 per liter solar. Pungutan dimulai saat harga baru BBM berlaku awal Januari 2016.
Menteri ESDM Sudirman Said menjelaskan adanya premi untuk dana ketahanan energi merupakan amanat Pasal 30 UU No. 30/2007 tentang Energi. UU tersebut mengharuskan negara memiliki keseimbangan dalam pengelolaan energi fosil menuju energi terbarukan. Salah satu caranya harus diwujudkan dengan kebijakan pengalokasian sumber daya. (Republika.co.id, 23/12)
Menurut Sudirman, dana itu akan dialokasikan untuk pengembangan energi terbarukan. Kementerian ESDM sendiri yang akan mengelola dan bertanggung jawab atas dana itu. Dia prediksi, dalam setahun ada Rp16 triliun uang yang akan terkumpul dari pungutan yang dibebankan pada masyarakat tersebut. Ini dompet kedua buatan pemerintah di luar APBN yang diisi dari pungutan terhadap masyarakat untuk mendapat dana taktis dalam mendukung program pemerintah.
Dompet pertama pungutan sebesar 50 dolar AS per ton ekspor CPO, untuk pengembangan biofuel. Realisasi pungutan ekspor CPO ini per bulan sekitar Rp1 triliun, tapi 4,5 juta petani sawit dikorbankan harga TBS-nya menjadi jauh lebih rendah dari semestinya. Kini dompet kedua diisi dari pungutan lewat penjualan BBM. Pungutan di luar pajak, cukai, dan retribusi yang dikelola di luar APBN/APBD, sama dengan pemalakan.
Justru ketika pemerintah membuat program sesuai UU, ia seharusnya juga melakukan pembiayaan dalam kerangka UU APBN atau APBD agar kontrolnya tersistem dalam hak bujet DPR/DPRD. Pengalaman masa lalu membuktikan banyak dompet taktis di kementerian atau instansi lain tak terkontrol karena di luar arena hak bujet DPR/DPRD.
Di era pemerintahan SBY semua dompet slimpat-slimpet itu ditertibkan dengan penyatuannya ke dalam APBN/APBD. Namun, kini hal buruk itu dibuat kembali. Bukan mustahil kalau berlanjut memperbanyak dompet taktis untuk berbagai program pemerintah, nantinya bisa menjadi blunder bagi pemerintahan Jokowi-JK. Kewajiban rakyat yang utama membayar pajak, cukai, dan retribusi.
Pungutan paksa di luar itu adalah cara penguasa penjajah Belanda dahulu, ketika bupati mewajibkan wedana setor upeti 5 ringgit, ia kutip dari demang 10 ringgit, demang mengutip dari rakyat lebih banyak pula. Rakyat yang memikul beban berat pungutan di luar bujet negara! ***
Menurut Sudirman, dana itu akan dialokasikan untuk pengembangan energi terbarukan. Kementerian ESDM sendiri yang akan mengelola dan bertanggung jawab atas dana itu. Dia prediksi, dalam setahun ada Rp16 triliun uang yang akan terkumpul dari pungutan yang dibebankan pada masyarakat tersebut. Ini dompet kedua buatan pemerintah di luar APBN yang diisi dari pungutan terhadap masyarakat untuk mendapat dana taktis dalam mendukung program pemerintah.
Dompet pertama pungutan sebesar 50 dolar AS per ton ekspor CPO, untuk pengembangan biofuel. Realisasi pungutan ekspor CPO ini per bulan sekitar Rp1 triliun, tapi 4,5 juta petani sawit dikorbankan harga TBS-nya menjadi jauh lebih rendah dari semestinya. Kini dompet kedua diisi dari pungutan lewat penjualan BBM. Pungutan di luar pajak, cukai, dan retribusi yang dikelola di luar APBN/APBD, sama dengan pemalakan.
Justru ketika pemerintah membuat program sesuai UU, ia seharusnya juga melakukan pembiayaan dalam kerangka UU APBN atau APBD agar kontrolnya tersistem dalam hak bujet DPR/DPRD. Pengalaman masa lalu membuktikan banyak dompet taktis di kementerian atau instansi lain tak terkontrol karena di luar arena hak bujet DPR/DPRD.
Di era pemerintahan SBY semua dompet slimpat-slimpet itu ditertibkan dengan penyatuannya ke dalam APBN/APBD. Namun, kini hal buruk itu dibuat kembali. Bukan mustahil kalau berlanjut memperbanyak dompet taktis untuk berbagai program pemerintah, nantinya bisa menjadi blunder bagi pemerintahan Jokowi-JK. Kewajiban rakyat yang utama membayar pajak, cukai, dan retribusi.
Pungutan paksa di luar itu adalah cara penguasa penjajah Belanda dahulu, ketika bupati mewajibkan wedana setor upeti 5 ringgit, ia kutip dari demang 10 ringgit, demang mengutip dari rakyat lebih banyak pula. Rakyat yang memikul beban berat pungutan di luar bujet negara! ***
0 komentar:
Posting Komentar