KONSUMSI rumah tangga di Lampung pada kuartal III 2015 tumbuh 5,83% (yoy), menopang pertumbuhan sektor-sektor penyuplai kebutuhan konsumsi tersebut. Sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan periode itu tumbuh 3,13%, industri pengolahan 8,34%, dan logistik (transpor dan pergudangan) 16,06%.
Realitas konsumsi sebagai pilar ekonomi Lampung itu tecermin dalam Evaluasi Kondisi Perekonomian Provinsi Lampung 2015 dan Outlook 2016 yang disampaikan Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Lampung M Emil Akbar pada pertemuan tahunan BI Lampung, Selasa (1/12).
Ketiga sektor yang kegiatannya menyuplai konsumsi rumah tangga itu menyumbang 57% produk domestik regional bruto (PDRB) Provinsi Lampung. Pertumbuhan ekonomi Lampung periode itu tercatat 5,18%, lebih tinggi dari tahun lalu 5,08%, juga lebih tinggi dari nasional 4,73%. Tingginya pertumbuhan konsumsi rumah tangga itu merupakan realisasi dari peningkatan daya beli masyarakat Lampung.
Peningkatan daya beli masyarakat itu oleh data BI juga dicerminkan lewat pertumbuhan jumlah wisatawan domestik dan asing yang pada triwulan III 2015 meningkat 6,41% (yoy), sedang periode sama 2014 mengalami kontraksi (tumbuh minus) -3,50%.
Tingginya daya beli masyarakat menggeser tren inflasi Lampung menjadi di atas nasional, dari sebelumnya di bawah nasional. Inflasi Lampung hingga Oktober 2015 tercatat 7,01% (yoy), atau kumulatif 3,12% (ytd). Inflasi nasional Oktober 2015 tercatat 6,25% (yoy) atau 2,16% (ytd).
Untuk tingkat inflasi di antara 23 kota di Sumatera, Bandar Lampung di peringkat empat dengan inflasi 7,24% (yoy), sedang Metro di peringkat 10 dengan inflasi 5,74% (yoy). Inflasi tertinggi di Kota Pangkal Pinang, 7,96% (yoy).
Fenomena deflasi di beberapa kota Sumatera, menurut cacatan BI, terjadi karena perekonomian kota-kota tersebut melambat atau bahkan mengalami pertumbuhan negatif. Artinya, jangan bangga ketika terjadi deflasi, karena itu cerminan daya beli masyarakatnya rendah sehingga bisa jadi banyak keluarga kesulitan untuk mencukupi kebutuhan hidup.
Dengan pertumbuhan konsumsi dan daya beli masyarakat yang baik itu, bisa disimpulkan kian banyak warga yang ekonomi keluarganya semakin baik di Lampung.
Di sisi lain, kebijakan yang mengarah pada warga di bawah garis kemiskinan harus lebih fokus. Seperti program keluarga harapan (PKH), agar kekurangan konsumsi mereka bisa terpenuhi sekaligus ikut meningkatkan daya beli masyarakat secara keseluruhannya. ***
Ketiga sektor yang kegiatannya menyuplai konsumsi rumah tangga itu menyumbang 57% produk domestik regional bruto (PDRB) Provinsi Lampung. Pertumbuhan ekonomi Lampung periode itu tercatat 5,18%, lebih tinggi dari tahun lalu 5,08%, juga lebih tinggi dari nasional 4,73%. Tingginya pertumbuhan konsumsi rumah tangga itu merupakan realisasi dari peningkatan daya beli masyarakat Lampung.
Peningkatan daya beli masyarakat itu oleh data BI juga dicerminkan lewat pertumbuhan jumlah wisatawan domestik dan asing yang pada triwulan III 2015 meningkat 6,41% (yoy), sedang periode sama 2014 mengalami kontraksi (tumbuh minus) -3,50%.
Tingginya daya beli masyarakat menggeser tren inflasi Lampung menjadi di atas nasional, dari sebelumnya di bawah nasional. Inflasi Lampung hingga Oktober 2015 tercatat 7,01% (yoy), atau kumulatif 3,12% (ytd). Inflasi nasional Oktober 2015 tercatat 6,25% (yoy) atau 2,16% (ytd).
Untuk tingkat inflasi di antara 23 kota di Sumatera, Bandar Lampung di peringkat empat dengan inflasi 7,24% (yoy), sedang Metro di peringkat 10 dengan inflasi 5,74% (yoy). Inflasi tertinggi di Kota Pangkal Pinang, 7,96% (yoy).
Fenomena deflasi di beberapa kota Sumatera, menurut cacatan BI, terjadi karena perekonomian kota-kota tersebut melambat atau bahkan mengalami pertumbuhan negatif. Artinya, jangan bangga ketika terjadi deflasi, karena itu cerminan daya beli masyarakatnya rendah sehingga bisa jadi banyak keluarga kesulitan untuk mencukupi kebutuhan hidup.
Dengan pertumbuhan konsumsi dan daya beli masyarakat yang baik itu, bisa disimpulkan kian banyak warga yang ekonomi keluarganya semakin baik di Lampung.
Di sisi lain, kebijakan yang mengarah pada warga di bawah garis kemiskinan harus lebih fokus. Seperti program keluarga harapan (PKH), agar kekurangan konsumsi mereka bisa terpenuhi sekaligus ikut meningkatkan daya beli masyarakat secara keseluruhannya. ***
0 komentar:
Posting Komentar