Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

2015, Revolusi Mental Gagal!

CATATAN terpenting untuk 2015 adalah realisasi revolusi mental yang dicanangkan Presiden Joko Widodo sejak kampanye pemilihan presiden tahun ini mengalami kegagalan. Kegaduhan politik sepanjang tahun di DPR, dengan klimaks opera sabun sidang MKD, kriminalisasi KPK yang terkatung-katung, dan birokratisme yang masih alot nyaris di semua kementerian, merupakan indikatornya. 

Kegaduhan politik di DPR sejak rebutan kursi pimpinan dan semua perangkatnya yang disapu bersih koalisi oposan. Kekuatan mutlak di parlemen itu pun jadi mabuk kekuasaan hingga hak rakyat untuk memilih langsung kepala daerah mereka rampas lewat revisi UU-nya, untuk dipilih DPRD. Laku lajak DPR ini dikoreksi MK, hak rakyat memilih kepala daerah dipulihkan. 

Lalu dalam sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), sejumlah yang mulia hakim MKD bergaya kurang pas sebagai yang mulia, sehingga banyak pakar menyebut proses sidang tersebut selayak opera sabun. Semua itu bisa disimpulkan sebagai realitas yang belum tersentuh revolusi mental. 

Lalu kriminalisasi pimpinan KPK yang prosesnya digantung terus. Itu berlanjut dengan pelemahan KPK secara kelembagaan, hingga pimpinan baru KPK tak lagi membaca KPK sebagai Komisi Pemberantasan Korupsi, tapi lebih cenderung menjadi komisi pencegahan korupsi. Itu mencerminkan mentalitas memberantas korupsi yang malah antiklimaks. Kalau cuma mencegah, kendali mekanismenya ada di pemerintah. 

Kemudian birokratisme di lembaga pemerintah yang masih alot, tersimpul pada nasib satu kontainer peranti laboratorium hibah dari Gifu University ke Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo—kota asal Presiden Jokowi. 

Kontainer itu sudah enam bulan teronggok di pelabuhan Jepang, sewa tempatnya saja sudah habis puluhan juta, tapi izin pengiriman dibola terus oleh berbagai instansi terkait di Tanah Air. Terakhir, dilempar lagi ke instansi tak terkait! Revolusi mental tahun ini gagal karena praktis hanya dalam retorika, tanpa action. Anak jalanan menyebut itu NATO, no action talk only. Artinya, kalau revolusi mental mau berhasil, ke depan perlu dilengkapi sarana dan action-nya. Namun, tak perlu kecil hati revolusi mental tahun ini belum berhasil. 

Orde Baru saja yang melakukan revolusi mental lewat penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) dari elite pusat sampai warga desa, dilaksanakan oleh BP7 dari pusat sampai daerah tingkat II, juga kurang berhasil. Apalagi revolusi mental jika hanya retorika tanpa action, bisa tak mengubah apa pun. ***

0 komentar: