Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Heboh Data Pangan Tidak Akurat!

MENTERI Pertanian Amran Sulaiman meminta persoalan ketidakakuratan data pangan tidak dibesar-besarkan. Persoalan data pangan tidak perlu diperdebatkan. "Yang penting itu satu tahun pemerintahan tidak ada impor, surplus kan?" ujarnya. (Kompas.com, 27/11) 
 
Heboh data pangan tidak akurat mencuat dalam lokakarya wartawan untuk peningkatan pemahaman data pangan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). BPS meragukan kualitas data luas panen pangan sebagai basis penghitungan produksi pangan yang dikumpulkan Kementerian Pertanian dan Dinas Pertanian di daerah. Konflik kepentingan muncul karena data yang dikumpulkan menjadi justifikasi keberhasilan program oleh institusi pengumpul data. (Kompas, 26/11) 

Mekanisme penghitungan produksi padi sejak 1973 adalah hasil perkalian luas panen padi dengan produktivitas tanaman padi per hektare. Pengumpulan data luas panen menjadi tanggung jawab Kementan dan Dinas Pertanian. Sementara data produktivitas dikumpulkan BPS. Paduan datanya diolah BPS. Kelemahan metode ini, menurut BPS, hasil estimasi luas panen sangat dipengaruhi subjektivitas petugas. Ada peluang intervensi dengan menaikkan data luas panen karena data yang dikumpulkan digunakan sebagai alat evaluasi keberhasilan peningkatan produksi yang dilaksanakan oleh institusi pengumpul data. 

Menurut guru besar Ilmu Ekonomi Pertanian Unila, Bustanul Arifin, data yang tidak akurat juga menjadi beban anggaran. Dalam menghasilkan data luas panen dan produksi padi, aparatur negara atau birokrasi cenderung memaksimalkan anggaran. Mereka berlomba menaikkannya. Kondisi ini terjadi hampir merata dan akumulatif sehingga dampaknya besar. Terkait dengan luas lahan, besaran subsidi pupuk dan benih juga akan membengkak. Anggaran Kementerian Pertanian tahun ini naik dua kali lipat dibanding tahun lalu, dari sekitar Rp16 triliun menjadi Rp32,7 triliun. 

Tidak bisa dipungkiri, kata Bustanul, ada indikasi penggelembungan akibat data yang tidak akurat. Sebut saja, luas lahan yang berdasarkan foto satelit hanya sekitar 8 juta hektare, dilaporkan mencapai 14,1 juta hektare. (Kompas.com, 28/11) 

Padahal, kata Bustanul, validitas data pangan berdampak jauh bukan hanya dalam pengambilan keputusan impor beras (menurut Wapres Jusuf Kalla baru-baru ini 1,5 juta ton beras impor sudah masuk), melainkan juga perencanaan program pembangunan pertanian. Akurasi data penting bagi akademisi karena orientasinya kebenaran objektif. Sementara bagi penguasa yang berorientasi kekuasaan, sering cukup dengan benarnya sendiri saja. ***

0 komentar: