Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Go-Jek dan Aplikasi Lain Dilarang!

PEMERINTAH melarang layanan transportasi berbasis aplikasi internet seperti Go-Jek, Blu-Jek, Lady-Jek, Taksi Uber, Grab Taxi, dan sejenisnya dengan alasan bertentangan dengan UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan serta aturan terkait lainnya. 

Dengan larangan itu, Indonesia menjadi terkecuali dalam pemanfaan kemajuan era komunikasi dan informasi untuk kemudahan masyarakat memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk untuk transportasi yang merupakan kebutuhan utama. Taksi Uber berasal dan berkembang pesat di Amerika Serikat, kapitalisasi sahamnya dilaporkan telah mencapai lebih 50 miliar dolar. 

Demikian pula aplikasi sejenisnya berkembang di negara maju lainnya, seperti Grab Taxi di Singapura. Menempatkan Indonesia dalam pengecualian untuk aplikasi kemajuan zaman itu membawa bangsa ini hidup dalam prohibitionisme, terjebak dalam jaring larangan. Itu membuat masyarakat tak bisa berbuat apa-apa mengatasi kebuntuan dalam kehidupan bernegara-bangsa yang sumpek karena begini dilarang begitu dilarang. 

Dalam hajat peradaban, aturan yang semestinya terus bekembang mengikuti kemajuan peradaban bukan malah dijadikan pengekang sehingga menjadi “tembok Berlin” keterbelakangan. Idealnya, dibuat aturan khusus mengakomodasi kemajuan peradaban untuk perkembangan kebutuhan masyarakat bangsa. Syukur kalau bisa disesuaikan dengan UU yang ada. 

Kalau aturannya yang sudah kurang sesuai dengan kemajuan zaman, itu yang justru harus disesuaikan agar bangsa tidak terpenjara terus dalam keterbelakangan. Lalu, kalau faktor keselamatannya sebagai angkutan umum yang jadi alasan, tentu harus dibuat ketentuan teknis tentang keamanannya. Tapi, kalau di-gebyah-uyah bahwa sepeda motor tidak aman dijadikan angkutan umum—dalam hal ini Go-Jek dan sejenisnya—maka pabrik sepeda motor di seluruh dunia harus ditutup semua. 

Apalagi, di Indonesia sepeda motor telah menjadi kendaraan favorit rakyat, sehingga lebih 80 juta sepeda motor dewasa ini digunakan sebagai angkutan sehari-hari rakyat negeri ini. Prohibitionisme adalah model paling mencolok dan paling buruk dari suatu pemerintahan yang mengekaplotasi pendekatan kekuasaan untuk mengekang rakyat. 

Reformasi menjadi ujung tombak merobohkan tembok prohibitionisme Orde Baru yang mengekang rakyat dengan segala larangan untuk ini dan itu, didukung operasi intelijen mengamankan kekuasaan, kalau perlu sampai menghilangkan nyawa aktivis dari muka bumi. Sayang, kalau 'isme' seperti itu masih tersisa dalam tubuh pemerintahan. ***

0 komentar: