Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Kebocoran BBM Subsidi!

"KEBOCORAN bahan bakar minyak (BBM) subsidi ke usaha pertambangan dan perkebunan tak diragukan terjadi, karena Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 12/2012 tentang Pengendalian BBM memang belum dijalankan semestinya di Lampung!" ujar Umar. 

"Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) dan Dinas Perkebunan (Disbun) Provinsi belum selesai mendata kendaraan milik perusahaan yang terlarang pakai BBM subsidi! Akibatnya, aturan yang harus berlaku sejak 1 September 2012 itu tak bisa jalan!"

"Lambatnya proses pendataan kendaraan milik perusahaan pertambangan dan perkebunan itu tak sepenuhnya bisa disalahkan pada kedua dinas itu!" timpal Amir. "Karena implementasi peraturan tersebut di Lampung tak mudah! Cek sendiri di antrean truk pengangkut TBS sawit di depan pabrik, atau truk batu bara! Tak satu pun truk itu milik perusahaan! Umumnya truk bebas yang cari muatan, hari itu dapat muatan batu bara atau sawit, mereka angkut!" 

"Dan truk mereka tak bisa begitu saja diberi label tanda tak boleh mengisi BBM subsidi, karena nama pemilik truknya di STNK tak ada kaitan sama sekali dengan perusahaan, baik pertambangan maupun perkebunan!" tegas Umar. "Apalagi, lain hari truk itu mengangkut tanah, pasir, atau malah hasil bumi ke Jawa!" "Di lain pihak, perusahaan perkebunan besar—yang benar-benar besar—di Lampung secara umum punya stasiun pompa bensin sendiri (SPBS) dalam lingkungan perusahaannya, yang diisi oleh mobil tangki berlabel BBM industri, berarti nonsubsidi!" tukas Amir. 

"Perusahaan yang punya SPBS itu menggunakan BBM bukan cuma untuk transportasi, melainkan juga untuk pembangkit listrik dan pabriknya! Sehingga, meski kuantitasnya besar, penggunaan BBM-nya terukur hingga lebih mudah dikontrol!" "Model SPBS itu mungkin yang harus didorong untuk dikembangkan di sektor pertambangan dan perkebunan, khususnya pada perusahaan-perusahaan yang belum memilikinya!" tegas Umar. 

"Dengan model itu mudah menyuplai dan mengontrolnya! Tapi model itu kan masih impian! Sebelum itu terwujud, Distamben dan Disbun jangan terlalu lelet dalam mendata dan memberi tanda (stiker) kendaraan terlarang memakai BBM subsidi—dimulai dari kendaraan yang STNK-nya jelas milik perusahaan!" ***
Selanjutnya.....

BRT, Banyak Rute Tekor!

"BRT itu singkatan bus rapid transit—angkutan penumpang cepat! Tapi yang cepat terjadi malah pemogokan karyawannya!" ujar Umar. "Karyawan mogok menuntut pelunasan gaji itu jauh dari perkiraan atas perusahaan dengan banyak bus yang diberi konsesi usaha yang luas oleh Pemerintah Kota (Pemkot) sampai-sampai menggusur usaha (rute) bus DAMRI milik negara dan mempencundangi angkot maupun bus lama seperti Rajabasa—Panjang!" 

"Pejalan kaki juga kena, trotoar tempat mereka jalan dihadang tanggul halte BRT, kalau telanjur naik harus turun lagi karena tangga cuma sebelah lalu dipaksa 'melipir' dari pinggir jalan untuk melewati halte hingga terancam disambar kendaraan!" timpal Amir. "Dari mogok karyawan itu terkesan Pemkot selaku regulator kurang menyimak keandalan manajemen BRT yang diberinya kepercayaan melaksanakan kewajiban pemerintah dalam melayani transportasi publik!"

"Belum lama beroperasi sudah kesulitan keuangan, berarti proyeksi cashflow-nya ada masalah!" tegas Umar. "Gejala ke arah itu sebenarnya sudah mencuat ketika BRT tiba-tiba mengutip lagi ongkos Pasar Tengah menuju Sukaraja kepada penumpang yang naik dari Rajabasa—padahal sebelumnya Rajabasa—Sukaraja sekali bayar dengan ongkos lebih mahal dari DAMRI untuk Rajabasa—Pasar Tengah! Karena bus DAMRI sudah disingkirkan, tanpa saingan BRT jadi seenaknya menetapkan tarif lebih berat ditanggung warga kota!"  

"Meskipun memperberat beban warga, tetap tak mampu menutupi cashflow yang jebol oleh banyak rute tekor (arti BRT dalam realitasnya) akibat terlalu ambisiusnya proyek BRT!" tukas Amir. "Ambisius, jumlah armada per rute terlalu besar dibanding penumpang! Kayaknya pengadaan bus tanpa survei besarnya penumpang! Konsekuensinya, jumlah bus yang harus dicicil ke bank terlalu besar, sebanding jumlah awak bus yang harus digaji!" "Tampaknya rasionalisasi perlu dilakukan, tapi rasionalisasi seperti apa yang harus dipelajari secara seksama oleh ahlinya!" tegas Umar. 

"Semisal Trans-Pakuan Bogor, salah satu rasionalisasinya dengan menggunakan bahan bakar jelantah ayam goreng dari banyak restoran di kota itu—ketimbang dibuang! Terpenting, Pemkot tegas mengontrol tarif BRT seperti semula agar warga tak dirugikan salah urus cashflow BRT!" ***
Selanjutnya.....

Begal Ganas di Tanggamus!

"DAERAH operasi begal bergeser, dari Lampung Utara kemudian ke Lampung Tengah, sekarang ke Tanggamus!" ujar Umar. "Tapi di daerah operasinya yang baru ini, begal menonjolkan keganasan dengan sengaja melakukan usaha khusus untuk melukai korbannya! Akibatnya, usai pembegalan sebagian besar korbannya harus dirawat di rumah sakit!" 

"Modus melukai korbannya itu bisa jadi sebagai usaha memperlambat korban mendapatkan pertolongan, hingga saat pertolongan didapat pelarian para penjahat sudah jauh!" timpal Amir. "Itu dilakukan begal karena dibanding Lampung Utara jaringan jalan di daerahnya seperti jaring laba-laba, ada peluang lari ke arah mana saja, sedangkan di Tanggamus—khususnya di wilayah Kotaagung—Wononosobo jalan tempat begal beraksi buntu—jalan ke hulu mentok gunung kalau ke hilir mentok pantai! Semua jaringan bertumpu ke jalan lintas barat! Karena itu, tanpa cari waktu agar lebih jauh dari TKP mereka bisa dicegat di lintas barat!"

"Soal modus begal mencari cara untuk lebih cepat jauh dari TKP dan dari kejaran massa kalap itu, salah satu pertimbangan memilih lokasi kejahatan bukan mustahil justru wilayah yang jaringan jalan lintas desanya relatif baik!" tegas Umar. "Jika jaringan jalan lintas desanya baik, usai membegal mereka bisa memacu motor kencang hingga tak terkejar! Sedangkan kalau jalan sekitar tempatnya beraksi buruk, saat berusaha lari kencang motornya bisa jatuh dan jadi bulan-bulanan massa!" 

"Dengan modus melakukan keganasan melukai korban untuk buying time memperlambat pertolongan dan pengejaran, tingkah begal Tanggamus ini pantas segera mendapat 'perlakuan khusus' dari polisi agar tak berlarut dan merajalela!" timpal Amir. "Paling tidak operasi sapu bersih begal seperti dilakukan Polda Lampung di Lampung Utara baru-baru ini, layak digelar di Tanggamus!" 

"Lebih penting lagi operasi menghabisi begal itu digelar karena begalnya beroperasi di jalan lintas barat, urat nadi ekonomi nasional, hingga korbannya bukan cuma warga Tanggamus, melainkan juga pelintas dari daerah lain!" tegas Umar. "Itu alasan kuat untuk menggelar operasi membasmi begal, tak perlu menunggu ada polisi jadi korban begal seperti di Lampung Utara dan Lampung Tengah, hingga terkesan polisi balas dendam!" ***
Selanjutnya.....

Kekuasaan Mursi Jadi Absolut!

"PRESIDEN Mesir Muhammad Mursi Kamis (22-11) menerbitkan dekrit yang menjadikan kekuasaannya absolut!" ujar Umar. "Dekrit itu menetapkan, keputusan Presiden tak bisa diganggu gugat lembaga mana pun! Bahkan dekrit itu berlaku surut, keputusan yang ia keluarkan sejak ia berkuasa Juni 2012 tak bisa dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi—MK!" "Aneh juga, ya? Muhammad Mursi yang guru besar di perguruan tinggi Amerika Serikat itu kok tiba-tiba berlaku diktator!" timpal Amir. "Latar belakang masalahnya bagaimana hingga akhirnya jadi seperti itu?"

"Kayaknya tak jauh beda dengan situasi yang dihadapi Bung Karno sebelum menerbitkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959!" jawab Umar. "Yakni, terkait konstituante (majelis penyusun konstitusi baru), yang telah cukup lama bekerja tapi tak kunjung selesai! Kalau dekrit Bung Karno membubarkan konstituante dan kembali ke UUD 1945, dekrit Mursi justru menetapkan sebaliknya, MK tak bisa membubarkan konstituante yang masa tugas sebenarnya berakhir pertengahan Desember 2012! Pokoknya, hanya dengan berlakunya konstitusi baru nanti (semoga), barulah absolutisme kekuasaan Mursi bisa diakhiri!" 

"Pantas Mesir tiba-tiba kembali jadi sorotan media dunia, terutama atas aksi massa dan bentrok akibat perpecahan pro-kontradekrit yang merebak di seantero Negeri Piramida itu!" tukas Amir. "Perpecahan yang jadi konflik luas itu tentu disayangkan, sebab Mursi memenangi pemilu presiden berkat dukungan Ikhwanul Muslimin—yang secara mondial tak lepas dari citra pendiri organisasi itu, Hassan Al Banna, sebagai pemersatu umat Islam dunia, dengan mengerahkan sejuta pemuda muslimin menduduki tanah Palestina (1947) saat Inggris, Prancis, dan AS mendirikan negara Israel!" 

"Pencitraan Al Ikhwan (sebutan lazim Ikhwanul Muslimin) menghalalkan cara diktator dalam mencapai tujuan itu jelas mengecewakan para pengagum Al Banna di seantero dunia, yang mayoritas justru berpandangan Islam modern!" tegas Umar. "Terpilihnya Mursi yang berpendidikan Amerika atas dukungan Al Ikhwan awalnya memberi harapan akan bisa diwujudkannya model pemerintahan Islam modern yang demokratis! Harapan tinggal harapan! Hasilnya justru model pemerintahan diktator yang absolut, menyulut perpecahan sesama umat dengan konflik fisik!" ***
Selanjutnya.....

Mereka pun Bermuka Badak!

"OOM Pasikom, karikatur Kompas (24-11), menampilkan sosok-sosok bermuka badak memakai emblem (bros identitas) bergambar gedung DPR di dada jasnya dan meneteng tas bertulisan ‘Studi Banding Insinyur!’" ujar Umar. "Karikatur itu terkesan mendorong pembaca untuk mengasumsikan orang-orang bermuka badak itu anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR yang melakukan studi banding ke Jerman dan Inggris untuk menyusun UU Insinyur!" "Tapi, kenapa digambar bermuka badak dengan emblem dan tasnya itu, padahal muka badak dalam bahasa masyarakat kita berarti orang yang tak punya rasa malu?" timpal Amir. "Mungkin karena pimpinan DPR baru dua bulan mencanangkan moratorium (penghentian) studi banding anggota DPR ke luar negeri, tapi mereka tanpa rasa malu sedikit pun melanggar ketentuan pimpinan lembaga tersebut!" tukas Umar. "Kenyataan itu bisa saja membuat Oom Pasikom berkesimpulan mereka sudah masuk kategori bermuka badak seperti dimaksud ungkapan umum bahasa masyarakat!"
 
"Selain itu, apa alasan yang memadai membuat mereka bermuka badak?" tanya Amir. "Banyak!" jawab Umar. "Antara lain, pertama, hal yang telah menjadi buah bibir masyarakat, studi banding anggota DPR sebenarnya hanya untuk jalan-jalan belanja dan bersenang-senang ke luar negeri dengan menghamburkan uang rakyat, sedang mayoritas rakyat yang uangnya dihabiskan itu hidupnya sengsara!" "Alasan selanjutnya?" kejar Amir. "Setiap anggota DPR itu mendapat tunjangan komunikasi besar, jutaan rupiah!" lanjut Umar. "Dengan fasilitas sebesar itu, seharusnya mereka bisa mendapat lewat internet segala macam data terkait RUU yang mereka bahas!
 
 Apalagi setiap anggota DPR dilengkapi staf khusus (ahli), mengakses internet jadi bukan masalah—dibanding remaja dengan pulsa ketengan bisa puas berselancar di internet!" "Bagaimana mengakses materi UU Insinyur berbahasa Jerman di internet kalau anggota DPR tak tahu bahasa Jerman?" sergah Amir. "Lebih konyol lagi orang yang tak tahu bahasa Jerman berkunjung ke Jerman! Tak bisa bicara dengan orang di sekitarnya, jadi seperti rusa masuk kampung!" tegas Umar. "Dan kalau yang jadi rusa masuk kampung itu anggota DPR, wakil rakyat, jelas mereka telah membuat rendah harkat rakyat Indonesia di mata dunia!" ***
Selanjutnya.....

Pemimpin Sadar Konflik!

"DANREM 043 Amalsyah Tarmizi menempatkan leadership—kepemimpinan—pada urutan kedua potensi konflik laten di Lampung, setelah menurunnya komitmen pada empat pilar bernegara—Pancasila, UUD 45, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika—di urutan pertama dari 13 potensi konflik laten yang dipetakan!" ujar Umar. "Kelemahan leadership itu terutama dalam bersikap, rakyat dia anggap tak berhak bicara lagi karena suaranya telah ia beli (dengan sepaket sembako) saat pemilukada, hingga ia merasa paling benar sendiri saja!" "Kasihan, pemimpin jadi potensi konflik laten! Artinya pemimpin jadi bagian dari masalah!" timpal Amir. "Padahal, seharusnya posisi pemimpin sublim—di tingkat lebih tinggi—sebagai pengelola resolusi konflik! Pada posisi sublim pemimpin sadar konflik, yakni konflik sebagai elemen inheren dalam semua sendi kehidupan—bahkan dalam pribadi setiap orang—yang harus dikelola, dengan demokrasi dan hukum sebagai sarana resolusi konflik!" 

"Demokrasi sebagai resolusi konflik bekerja dengan mekanisme politik—menyelesaikan perbedaan (konflik) kepentingan lewat tawar-menawar (bargaining) dan musyawarah mufakat!" tegas Umar. "Pemimpin sadar konflik menyelesaikan semua potensi konflik laten melalui proses demokrasi secara demokratis sehingga tidak lagi hanya menonjolkan kemauannya sendiri saja! Dengan praktek demikian, leadership tidak lagi masuk urutan potensi konflik laten, tapi menjadi pemegang kunci resolusi konflik!" "Untuk sublim ke posisi pengelola resolusi konflik itu, pemimpin harus akomodatif pada semua pikiran dan pendapat, karena semua itu berlatarkan kepentingan yang butuh resolusi untuk pemenuhannya!" timpal Amir. 

"Tanpa kecuali kepentingan tersebut berbeda atau malah bertentangan dengan kepentingan sang pemimpin sendiri harus diakomodasi, karena ia sebagai pemimpin bukan cuma pemimpin atas dirinya sendiri, melainkan juga atas orang-orang yang beda kepentingannya itu!" "Jika tak mampu mengakomodasi kepentingan yang berbeda dari dirinya, pemimpin gagal menjadi juru kunci pengelola resolusi konflik! Akibatnya, ia cuma jadi bagian dari konflik yang bahkan paling ngotot mempertahankan kepentingannya sendiri!" tegas Umar. "Tak aneh, jika pemimpin seperti itu ditempatkan dalam nomor urut potensi konflik laten!" ***
Selanjutnya.....

Sapi itu Aset 'Bergengsi'!

"JUMLAH sapi di Lampung dalam catatan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan provinsi, ada 742 ribu ekor di kandang rakyat dan 100 ribu ekor di tujuh usaha penggemukan sapi!" ujar Umar. "Karena itu, aneh kalau untuk konsumsi daging 3.000 ekor sapi sebulan atau 36 ribu sampai 40 ribu ekor sapi per tahun, Provinsi Lampung sempat kelangkaan pasokan sapi untuk dipotong hingga harga daging sapi meroket sampai Rp100 ribu/kg!"

"Jumlah sapi dalam catatan itu mungkin betul, utamanya sapi rakyat!" timpal Amir. "Tapi, bagi mayoritas warga desa Lampung, utamanya keluarga transmigran, sapi merupakan aset 'bergengsi'! Jumlah sapi di kandang seseorang menjadi salah satu ukuran sukses, tak kepalang sampai terkabar ke desa asal di Jawa! Orang yang bisa punya sapi lebih lima induk, di Jawa dikagumi karena di desa asalnya itu jarang orang punya sapi lebih dari lima induk! Jadi, ia lebih sukses dari orang sukses di desa asal!"
Selanjutnya.....

Lampung Utara Bersolek!

TERBANGUN dari tidur di mobil Umar menanya Amir yang menyetir, "Sampai mana kita?" "Kotabumi, Lampung Utara!" jawab Amir. "Yang bener!" entak Umar. "Kapan dibangun Islamic Center dengan menara setinggi dua kali pohon kelapa ini?" 

"Tentu saja di zaman Bupati Zainal Abidin ini!" tegas Amir. "Lihat jalanan dalam kota, sudah jadi hotmix! Sepanjang Jalan Jenderal Sudirman dibuat dua jalur! Dalam hal pembangunan infrastruktur jalan di Lampung Utara, bukan cuma di Kotabumi! Tapi jalan-jalan kabupaten juga mendapat perbaikan dan peningkatan! Malahan, termasuk jalan-jalan lingkungan!"

"Kau sering jalan kemari kok tak pernah cerita Lampung Utara telah bersolek cukup berarti?" keluh Umar. "Nah, itu! Patung siapa pula?" "Alamsyah Ratuperwiranegara, putra daerah ini yang menjadi pahlawan nasional!" jawab Amir. "Monumen itu untuk menginspirasi generasi muda untuk maju dan ikhlas berbakti pada nusa dan bangsa! Dalam hal monumen, Tugu Kayu Aro direstorasi jadi Tugu Payan Emas, agar lebih merepresentasikan nilai-nilai masyarakat Lampung Utara!" 

"Yang berdimensi pendidikan?" kejar Umar. "Membangun taman bacaan, perpustakaan, taman kota, juga taman bermain anak-anak!" jawab Amir. "Islamic Center itu sendiri pusat pendidikan terbuka yang amat penting dalam pembangunan moral masyarakat luas!" "Lantas untuk kesejahteraan pegawai Pemkab sendiri bagaimana?" tanya Umar. "Untuk pegawai golongan rendah, sekaligus juga untuk masyarakat, Pemkab Lampung Utara membangun Perumahan Jenganan Sikep!" tegas Amir. 

"Sementara ruang kerja para pegawai, gedung Pemkab, direhabilitasi!" "Meskipun diam-diam, ternyata sibuk juga Bupati Zainal Abidin membangun, terutama kawasan Kotabumi dan sekitarnya! Hasilnya, Kotabumi tampak lebih rapi!" timpal Umar. 

"Tapi tunggu dulu! Kita belum ke Pasar Ganefo/Dekon yang biasanya cenderung semrawut!" "Pasar itu harus direlokasi! Tapi kabarnya relokasi dipercepat!" jawab Amir. "Relokasi itu menyangkut nasib pedagang, jadi Bupati terkesan sangat hati-hati!" "Kalau nasib pedagang dasar pertimbangan buat kehati-hatian, oke banget!" sambut Umar. "Jangan sampai nasib pedagang Kotabumi seperti di daerah lain, saat pasarnya direlokasi pedagangnya malah terlunta-lunta!" ***
Selanjutnya.....

Harga Daging Sapi Meroket!

"KEBIJAKAN swasembada daging sapi yang populis—menyenangkan hati rakyat—nuansa politiknya untuk meningkatkan perolehan suara dalam pemilu tercium sengak ketika mengimbas pada kenaikan harga daging sapi yang semula gradual seketika meroket tak terkendali!" tukas Umar. 

"Di Jakarta pekan terakhir tanpa kenaikan konsumsi musiman harga daging sapi mencapai Rp100 ribu/kg! Akibatnya para pedagang mogok jualan karena sepi pembeli!" (Liputan-6.com, 19-11) "Saat kebijakan itu dicanangkan jalan setahun lalu antara lain dengan mengurangi impor sapi bakalan nyaris separuh dari sebelumnya, pasokan sapi lokal cukup untuk menutupi kekurangan itu!" timpal Amir. "Tapi itu tak lama, karena sebulan berikutnya harga daging sapi di pasar mulai merangkak naik! Kenaikan dari semula Rp40 ribu/kg itu berlanjut dari waktu ke waktu hingga tak terkendali itu!"

"Kenaikan harga daging sapi pada periode awal kebijakan itu sebenarnya disebabkan selisih biaya produksi, sapi bakalan impor Rp22 ribu/kg timbang kotor, sapi lokal Rp26 ribu/kg!" tegas Umar. "Tapi, populasi sapi lokal yang semula cukup menutupi pengurangan sapi bakalan itu, pengembangannya lamban hingga minusnya terus meningkat sesuai perjalanan waktu! Iklan swasembada sapi lokal yang menggebu-gebu justru jadi bumerang karena di balik retorika itu realitasnya di lapangan tingkat keminusan semakin kritis! Dan tak terbendung lagi, ketimpangan antara konsumsi daging yang terus naik sepadan pertambahan penduduk dan pasokan yang terus menurun tak terjembatani lagi!" 

"Mengatasinya dalam waktu singkat mudah, dengan mengimpor daging segar melebihi yang dibutuhkan, harganya bisa langsung anjlok!" timpal Amir. "Namun, impor dadakan yang kemudian jadi rutin untuk mengendalikan harga, eksesnya lebih buruk karena ketergantungannya malah pada impor daging segar—tak ada kegiatan ekonomi lain yang terkait!" "Memang, meski impor daging segar untuk tahap awal tak bisa dihindari, revisi kebijakan atas pembatasan impor sapi bakalan menjadi pilihan terbaik!" tegas Amir. "Sebab, bisnis penggemukan sapi relatif punya multiplier effect yang baik, dari mengembalikan tenaga kerja yang telanjur di-PHK waktu kebijakan ditetapkan, industri pakan dan pertanian rumput gajah bisa bergairah kembali!" ***
Selanjutnya.....

Kongkalikong ‘Ngebangkong’!

"DIPO Alam, sekretaris kabinet, melaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang kongkalikong pejabat tiga kementerian dengan anggota DPR!" ujar Umar. "Kongkalikong itu persekongkolan atau kesepakatan terselubung untuk memuluskan penggelembungan nilai proyek yang diajukan kementerian dalam pembahasannya di DPR!"  

"Prakteknya jadi seperti kodok hijau besar saat menyanyi, lehernya digelembungkan!" timpal Amir. "Kodok jenis itu disebut bangkong—pedagang pengumpul tangkapannya dijuluki juragan bangkong—hingga penggelembungan nilai proyek juga bisa disebut ngebangkong! Tak pelak lagi, kasus ini jadi amat tepat disebut kongkalikong ngebangkong!"

"Sayangnya, baik Dipo Alam maupun KPK belum menyebut tiga kementerian yang dilaporkan!" tegas Umar. "Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas hanya menyebut, salah satu kementerian yang dilaporkan memang sedang diincar KPK!" "Tapi laporan Dipo itu memperkuat tudingan terpidana kasus korupsi mantan anggota DPR Wa Ode Nurhayati soal banyaknya anggota DPR yang bermain proyek!" tukas Amir. 

"Juga jadi justifikasi atas ungkapan Nazaruddin dan staf-staf perusahaannya mengenai persekongkolan antara pejabat kementerian, anggota DPR, dan pengusaha pelaksana proyeknya!" "Dari kasus-kasus korupsi yang telah diputus pengadilan maupun sedang diadili diketahui, dalam kongkalikong pejabat kementerian dan anggota DPR itu, besar sekali peran pengusaha pelaksana proyek sebagai pengatur pembagian dana hasil penggelembungan!" tegas Umar. 

"Dengan modus demikian, pejabat kementerian dan anggota DPR memang tampak 'bersih', tak ada kaitan dengan pencairan dana proyek! Dicari ke mana pun buktinya tak ada, karena yang mencairkan dana pengusaha pelaksana proyek! Apalagi kalau penyerahan dananya setelah ada kepastian penggelembungan berhasil dilakukan! Karena itu, dalam banyak kasus KPK hanya bisa membuktikan lewat penyadapan telepon kemudian menjebak saat penyerahan uang! Atau belakangan lewat aliran dana menurut laporan PPATK, meski KPK tak mudah dalam menyiapkan bukti fisiknya!" 

 "Untuk itu, apa pun motif Dipo Alam melapor ke KPK, aspek positifnya pada pemberantasan korupsi tak bisa dibantah!" timpal Amir. "Kian banyak yang datang memberi masukan ke KPK, kian banyak pula korupsi bisa dibongkar!" ***
Selanjutnya.....

Derita Petani Sawit Lampung!

“HARGA sawit tandan buah segar (TBS) pada pengumpul amat rendah—di Me- suji Rp300/kg dan di Way Kanan Rp350/ kg—sehingga pendapatan petani sawit berlahan di bawah 2 hektare tak cu kup untuk memenuhi kebutuhan hidup ke- luarganya!” ujar Umar.
 
“Para petani sawit terpaksa men- cari pekerjaan lain, jadi buruh harian mengerjakan apa saja!” “Derita itu khusus dialami petani sawit rakyat yang tidak ada kerja sama dengan perusahaan terkait perkebunan inti rakyat (PIR), dan tak ada kontrak dengan pabrik!” timpal Amir. “Anehnya, peraturan menteri atau sejenisnya tak ada yang mengatur harga terendah TBS dari sawit rakyat jenis ini, setidaknya begitu kata pihak pabrik yang mengesampingkan giliran masuk pabrik truk sawit rakyat!”
 
“Akibat truk sawit rakyat dikesampingkan pelayanannya oleh pabrik, ada yang sampai berhari- hari antre tetap tak bisa masuk, pindah antre ke pabrik lain nasibnya sama, hingga akhirnya TBS busuk di truk dan ha- rus dibuang!” tegas Umar. “Sedihnya, sampai sejauh itu derita para petani sawit rakyat (non-PIR), tak terlihat perhatian dari pemerintah daerah maupun wakil rakyat di legislatif setempat! Bah- kan, mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi saja tidak, apalagi berusaha melakukan mediasi pihak-pihak terkait untuk membantu nasib petani yang terpuruk!”
 
“Mungkin karena pejabat daerah maupun para wakil rakyat berasumsi jatuhnya harga minyak sawit akibat kri- sis Eropa, hingga mereka tak mampu mengatasi masalah- nya karena pusaran krisisnya jauh dari jangkauan, me- reka pun pura-pura tak tahu nasib malang petani sawit rakyat!” tukas Amir.
 
“Artinya, mereka tak mau masuk perangkap—terlanjur masuk tapi tak bisa menyelesaikan masalah—seperti ba- nyak kasus yang tak kunjung bisa diselesaikan!” “Untuk menyelesaikan masalah petani sawit secara ide- al memang sulit!” timpal Umar. “Tapi upaya mengurangi penderitaan petani bukan hal mustahil! Misalnya, kalau sawit petani PIR masih dibayar di atas Rp1.000/kg TBS se- suai aturan menteri atau sejenisnya, kenapa sawit rakyat cuma Rp300? Menghitungnya seperti apa? Lalu perjuang- kan, sawit rakyat di atas Rp500/kg TBS!” “Tapi masalahnya, bisa jadi wakiil rakyat ogah repot ngurus rakyat?” tukas Amir. “Lebih asyik ongkang-ong- kang menikmati kekuasaan!” ***
Selanjutnya.....

Milad Seabad Muhammadiyah!

“DARWIS, pedagang berstatus pe- gawai Keraton Yogyakarta sebagai khatib, melihat umat Islam awal Abad XX jumud—beku dan penuh amalan mistik—syirik, khurafat (takhyul), dan bidah!” ujar Umar. “Ia pun lewat jemaahnya berusaha me- murnikan ajaran pada Alquran dan Hadis! Usaha itu didukung teman-te- mannya, pada 8 Zulhijah 1330 H, atau 18 November 1912, mereka dirikan persyarikatan Muhammadiyah di Kauman, Yogyakarta! Muhammad Darwis itu K.H. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah!”

“Berarti hari ini, 18 November 2012, satu abad usia Mu- hammadiyah di almanak masehi! Pada almanak hijriah, 103 tahun!” timpal Amir. “Usia dewasa menggumul dialektika perjuangan menjawab tantangan zaman! Dewasa sebagai gerakan Islam, dewasa da- lam gerakan dakwah amar makruf nahi mungkar, dan dewasa dalam gerakan tajdid—purifikasi dan re- formasi!” “Sepanjang sejarahnya, Muhammadiyah amat menonjol dengan gerakan tajdid—purifikasi (pemurnian) ajaran Islam!” tegas Umar.

“Juga tajdid reformasi, pembaruan cara mengelola pendidik- an, penyantunan fakir-miskin dan anak yatim, pengelolaan zakat, rumah sakit, dan pelaksanaan berbagai ibadah! Se- mua itu sejalan dengan membangun sekolah dari PAUD, TK, sampai akademi dan universitas di seantero pelosok negeri, hingga Muhammadiyah jadi organisasi Islam modern terbe- sar di dunia!” “Seabad Muhammadiyah memang luar biasa!” timpal Amir.

“Dari perannya mengekspresikan perjuangan bang- sa sejak era perintis sampai kemerdekaan dengan parti- sipasi laskar pandu Hizbul Wathan yang sering disebut sebagai asal Panglima Besar Jenderal Sudirman!” “Seiring itu, Muhammadiyah di semua jenjang kepengu- rusan aktif menggumuli dan mencari solusi isu-isu strate- gis pada skala masing-masing!” tegas Umar.

“Terakhir, Pengurus Pusat Muhammadiyah mengajukan uji materi UU No. 22/2001 tentang Migas, hasilnya MK membubarkan Badan Pelaksana (BP) Migas! Menurut pengamat Migas Kurtubi (Metro TV, 13-11) BP Migas menjual amat murah gas ladang Tangguh dengan kontrak 25 tahun!” “Meski demikian, tetap ada catatan untuk seabad usia - nya ini,” tukas Amir. “Yakni, perlu perhatian pada ba- nyak bangunan sekolah Muhammadiyah yang kondisinya masih seperti sekolah Laskar Pelangi! Selamat masuk ke abad kedua, Muhammadiyah!” ***
Selanjutnya.....

Dekade III Reformasi China!

“TERPILIHNYA Xi Jinping sebagai sekretaris jenderal Partai Komunis China yang sekaligus memastikan dirinya mulai Maret 2013 menjadi Presiden Republik Rakyat China, era dekade ketiga reformasi negeri ber­ penduduk 1,3 miliar jiwa itu dimu­ lai!” ujar Umar.
 
“Reformasi China yang terkenal dengan membuka diri bagi masuknya kapitalis—semula musuh utama komunis—dicanan­ gkan Jiang Zemin setelah menjadi Presiden RRC 27 Maret 1993, meski ia jadi sekjen PKC sejak 24 Juni 1989!” “Jiang Zemin naik jadi sekjen menyusul protes maha­ siswa di Lapangan Tiananmen (1989) menggantikan Zhao Ziyang!” timpal Amir.
 
“Jiang Zemin melakukan pembaru­ an tegas dengan peletakan fondasi reformasi yang tepat oleh para pendamping­ nya, Li Peng, Zhu Rongji, Li Ruihuan, dan kader cemerlang Hu Jintao yang kemudian meng­ gantikannya di PKC dan Presiden (2003—2013). Kepemimpinan reforma­ si antardekade beralih mulus, kini diteruskan Xi Jinping, kader brilian pilihan Hu Jintao!”
 
“Jika Hu Jintao mencatat kemajuan Negeri Tirai Bam­ bu dengan dekade pertumbuhan di atas 10%, Xi Jinping justru mewarisi kekuasaan dengan tantangan pertum­ buhan telah mencapai decline—seperti ungkapan orang bijak negerinya, di ujung jalan kenaikan yang ada cuma jalan menurun!” tegas Umar. “Karena itu tak aneh kalau pernyataan pertama Xi Jinping selaku sekjen PKC adalah, jajaran PKC boleh berbangga tapi jangan puas diri! Mak­ sudnya, tantangan lebih berat justru menghadang ke masa depan!”
 
“Tapi tantangan terberat Xi Jinping sebenarnya bukan decline pertumbuhan! Dari rekaman Aljazeera, kaum muda China di jalanan secara umum mendamba keterbu­ kaan sistem politik dan pemerintahan!” timpal Amir. “Soal­ nya, meski takkan diakui penguasa, reformasi prokapitalis rezim Jiang Zemin tak terlepas dari gagasan mahasiswa di Lapangan Tiananmen! Apalagi, kemajuan berpikir kaum muda China juga tak terlepas dari kemajuan ekonomi buah reformasi sepanjang dua dekade terakhir!”
 
“Untuk itu, kemauan politik generasi Xi Jinping mere­ definisi lebih jauh perkawinan komunisme dan kapital­ isme yang sebelumnya dilakukan generasi Jiang Zemin, menjadi kunci kelanjutan China miracle ke masa depan!” tegas Umar. “Itu tergantung pendamping Xi Jinping, apa sekelas Li Peng dan kameradnya era Jiang Zemin!” ***
Selanjutnya.....

Bom Ikan pun Merajalela!

"DUA nelayan tewas dan satu luka parah akibat bom ikan kiriman yang mereka terima meledak saat mereka otak-atik di Labuhanmaringgai, Lampung Timur! Ledakan itu juga memorakporandakan rumah sang nelayan!" ujar Umar. "Musibah tersebut menyingkap maraknya pengeboman ikan di perairan sekitar Lampung, yang sejauh ini belum mendapat perhatian serius dari aparat keamanan dan pemerintah!" 

"Ledakan bom ikan yang mengambil korban jiwa di Lampung Timur itu kejutan tersendiri!" timpal Amir. "Karena, selama ini bom ikan tak dikenal nelayan pantai timur Lampung, dari Maringgai hingga Teladas! Sama halnya nelayan Teluk Semaka dari Kelumbayan sampai Kotaagung, maupun pesisir barat, tak akrab dengan bom! Itu menjadi penyebab, ketika ada kiriman bom ke Maringgai mereka tak menguasai teknisnya hingga meledak di tangan!"

"Ada kecenderungan, keahlian membuat dan bermain bom hanya dikuasai segelintir nelayan Teluk Lampung!" tukas Umar. "Sedang nelayan lainnya, sekawasan operasi maupun di luarnya, hanya menderita imbas pengeboman yang mereka lakukan secara acak di seputar perairan Lampung! Ini dikeluhkan para nelayan kawasan Cukuhbalak yang sering melihat pengebom beraksi di wilayahnya, mereka bahkan petugas diacungi bom agar tak coba mengganggu!" 

"Acungan bom mereka meneror nelayan lokal itu menuntut keseriusan aparat keamanan dan pemerintah daerah untuk menindak sekaligus menghentikan operasi pengeboman di perairan Lampung!" timpal Amir. "Penggunaan bom berdaya ledak yang relatif makin tinggi seperti di Maringgai, merusak terumbu karang habitat pengembangbiakan biota laut, jelas sekelas perbuatan teroris yang menyengsarakan nelayan lokal dalam jangka panjang! Apalagi akibat perbuatan mereka banyak lumba-lumba terbunuh, imbasnya buruk pada pariwisata yang telah menjadi lahan ekonomi penting bagi bangsa!" 

"Kemauan politik yang cukup dari pemerintah daerah diperlukan untuk membasmi pengebom ikan itu!" tegas Umar. "Hanya dengan kemauan politik yang cukup, aparat bisa didukung cukup bekal peralatan dan bahan bakar untuk operasi mencari dan mengejar para pengebom ikan di tengah laut! Kalah peralatan dari pengebom, justru kapal aparat yang ditenggelamkan oleh bom buron mereka!" ***
Selanjutnya.....

Hijrah itu Pengorbanan!

"ALMANAK Hijriah yang memakai perhitungan bulan (komariah) diberlakukan masa Khalifah Umar bin Khattab, tepatnya 1 Muharram yang bertepatan 16 Juli 662 Masehi. Penghitungan kalendernya sendiri berawal dari peristiwa hijrah Rasul Muhammad saw. dan para sahabat yang terjadi Rabiulawal 1 Hijriah atau September 622 Masehi," ujar Umar. 

"Nama-nama bulan dan penghitungan waktunya ditetapkan para sahabat berdasar petunjuk Alquran, (www.al-habib) yang juga diikuti para ulama hingga sekarang!" "Pemilihan peristiwa hijrah sebagai awal penanggalan Islam oleh para sahabat memiliki makna yang amat dalam!" tukas Amir. 

"Nadwi berkomentar, 'Ia (kalender Islam) dimulai dengan hijrah, atau pengorbanan demi kebenaran dan keberlangsungan risalah. Ia adalah ilham ilahiah. Allah ingin mengajarkan manusia bahwa peperangan antara kebenaran dan kebatilan akan berlangsung terus. Kalender Islam mengingatkan kaum muslimin setiap tahun bukan pada kejayaan dan kebesaran Islam, melainkan pada pengorbanan Nabi dan para sahabat dan mengingatkan mereka agar melakukan hal yang sama." (al-habib, idem)

"Pengorbanan Rasulullah dan sahabat dalam perjalanan hijrah dari Mekah ke Madinah itu tak terpermanai!" timpal Umar. "Sekarang, jemaah haji yang naik bus ber-AC lewat jalan mulus hotmix hampir 500 km dari Mekah ke Madinah atau sebaliknya, sampai tujuan banyak yang teler—kelelahan! Bayangkan Nabi dan para sahabat menempuh sejauh itu hanya dengan unta dan jalan kaki melintasi bukit berbatu tandus, dibakar teriknya matahari!" 

"Gambaran itu bisa dijadikan bandingan dalam introspeksi, sejauh apa pengorbanan kita demi kebenaran dan keberlangsungan risalah?" tukas Amir. "Setidaknya dalam konteks kekinian kita, pengorbanan dalam perjuangan amar makruf nahi mungkar—menegakkan kebenaran melawan kebatilan?" "Di era informasi ini, berita tentang kebatilan menguasai media, dengan semboyan komersial media, the bad news in good news!" timpal Umar. 

"Dukungan moral kita pada perjuangan melawan kebatilan, diekspresikan atau dalam hati, menuntut pengorbanan perasaan! Tapi itu justru sesuai tuntunan Islam, perjuangan dimulai pakai mulut, lalu pakai tangan (usaha), kalau tak berhasil pakailah hati (doa)! Selamat Tahun Baru Hijriah!" ***
Selanjutnya.....

Dahlan Iskan Versus Pemalak!

"PEMALAK itu sebutan tak asing bagi pedagang pasar tumpah masa lalu, orang yang setiap hari mengutip recehan pada pedagang tanpa bukti tanda terima!" ujar Umar. "Atau awak angkot di suatu jurusan yang harus melemparkan koin recehan pada orang yang duduk di tepi jalan menimang-nimang batu bata di tangannya! Pemalakan, tak dilengkapi bukti transaksi!" 

"Karena itu, kalau laporan pemalakan dituntut untuk dilengkapi bukti tanda terima atau berita acara transaksi, jelas sukar dipenuhi!" timpal Amir. "Tapi, itulah yang dialami Menteri BUMN Dahlan Iskan ketika melaporkan adanya pemalakan pada BUMN ke Badan Kehormatan (BK) DPR, ia diminta memberi bukti-bukti dari pemalakan itu! Tentu saja, sulit dipenuhi!"

"Akibat tak melengkapi bukti pemalakan, Dahlan kena kick balik, diejek agar diperiksa kesehatan (jiwanya)! Juga disomasi, jika 7 kali 24 jam tak minta maaf akan dipolisikan!" lanjut Umar. "Dahlan Iskan dipojokkan, diisukan bakal kena reshuffle dari kabinet bersama Menpora Andi Mallarangeng! Untuk isu terakhir ini Dahlan menyatakan di-reshuffle alhamdulillah, tak di-reshuffle juga alhamdulillah!" 

"Di sisi lain, Koordinator Indonesian Corruption Watch (ICW) Danang Widoyoko (Kompas, 12-11) mengimbau publik mendukung Dahlan Iskan untuk membuka dan melengkapi laporannya ke BK DPR!" tegas Amir. "Menurut Danang, Dahlan Iskan telah berusaha sungguh-sungguh melengkapi laporannya ke BK DPR. Laporan berupa kronologi dan nama-nama itu bisa menjadi dasar bagi BK untuk melakukan penyelidikan dan investigasi lanjutan. 

Namun, sejauh ini BK DPR cenderung ingin menerima laporan bersih saja. BK DPR kurang kemauan politik untuk membongkar masalah, bahkan cenderung melindungi kepentingan anggota parlemen. Badan ini tak memiliki kemampuan menyelidiki dan investigasi data!" "Tak ayal, Dahlan Iskan akan mudah dikalahkan oleh tiga faktor itu—BK DPR kurang kemauan politik membongkar masalah, cenderung melindungi kepentingan anggota parlemen, dan BK DPR tak memiliki kemampuan untuk menyelidiki dan investigasi data!" timpal Umar. "Tapi itu hanya di tataran formalisme! Sedang esensinya, rakyat akan lebih percaya kebenaran laporan Dahlan Iskan! Karena pemalakan, apalagi oleh orang pintar, sukar dicari bukti transaksinya!" ***
Selanjutnya.....

Mafia Merasuk ke Istana?

“KETUA Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud M.D. menduga mafia telah merasuk ke lembaga-lembaga tinggi negara sampai Istana Presiden, sehingga grasi (pengampunan hukuman) dari Presiden bisa dikeluarkan buat terpidana mati kasus narkoba Meirika Pranola alias Ola!” ujar Umar. 

“Belum lama grasi Presiden itu keluar, Badan Narkotika Nasional (BNN) menangkap MK, kurir Ola menyeludupkan narkoba dari Kuala Lumpur ke Bandara Husein Sastranegara, Bandung!” “Menteri Muda Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana menyatakan di televisi, alasan pemberian grasi itu antara lain semakin sedikit negara yang masih memberlakukan hukuman mati!” timpal Amir.

“Tapi pernyataan Denny itu dituding hanya sebagai dalih mengelak dari kesalahan fatal kementeriannya yang memberi rekomendasi grasi kepada Presiden! Karena, hukuman mati masih menjadi hukum formal di Indonesia. Kalau mau di ubah, harus berdasar kesepakatan nasional dengan mengganti UU-nya, bukan dengan menyelipkan selera pribadi seperti itu!” 

“Demikian pula dengan pernyataan Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi yang menuduh Mahfud M.D. hanya mencari popularitas dengan sinyalemennya mafia telah merasuk ke Istana itu, cuma menunjukkan tidak sterilnya sistem administrasi pemerintahan!” tukas Umar. “Sistem pemerintahan yang baik tak memberi peluang sedikit pun pada usaha-usaha orang mencari popularitas lewat kelemahan pemerintahan!” “Memelas sekali pemerintahan yang menteri-menterinya cuma pintar berkilah, silat lidah, kian kemari untuk menutupi kelemahannya begitu!” ujar Amir. 

“Padahal, sinyalemen Mahfud itu masalah serius yang amat buruk akibatnya pada kehidupan bernegara-bangsa! Bayangkan kalau lembaga-lembaga tinggi negara tanpa kecuali lembaga kepresidenan sudah dikuasai oleh jaringan mafia!” “Karena itu, para petinggi negara utamanya Presiden tak layak meremehkan sinyalemen itu, apalagi sekadar menudingnya ocehan mencari popularitas!” tegas Umar. “Sebuah tim pencari fakta untuk itu pantas dibentuk untuk membuktikan sinyalemen itu tidak benar! Sebaliknya, kalau ditemukan fakta yang mendukung kebenaran sinyalemen itu, semua elemennya di lembaga tinggi negara harus dibersihkan tuntas!” ***
Selanjutnya.....

Heroisme dan Patriotisme!

“HERO dan patriot sama artinya, pahlawan! Tapi, isinya berbeda! Hero mengandung arti dan penggunaan lebih luas, sedangkan patriot dibatasi prinsip idealisme yang luhur!” ujar Umar. “Orang-orang yang berada paling depan dalam tawuran bisa diang¬gap sebagai hero bagi kelompoknya! Tapi, bukan patriot!” “Para pemikir kita sering melukis¬kan beda hero dan patriot lewat Kum¬bokarno dan Wibisono! Keduanya adik Rahwana, raja Alengko!” timpal Amir. 

“Kumbokarno contoh hero! Ia korbankan jiwa-raganya demi abangnya, yang seka¬ligus raja penguasa negerinya! Sebaliknya Wibisono, sang patriot! Ia tak mau berkorban demi abang yang bejat, suka melecehkan perempuan seperti pada Shinta, istri Shri Rama dari Poncowati! Rahwana juga raja adigang-adigung, men¬indas rakyat, suka menyerang negara tetangga. Merampas harta kerajaan dan warganya! Wibisono memegang prinsip moral dan kebenaran, menolak rezim lalim meski itu abang¬nya sendiri! Itulah model patriot!”

“Namun, meskipun hero bisa menjadi Kumbokarno atau biang tawuran, heroisme da¬lam lingkup terbatas itu tidak semata berarti buruk!” tegas Umar. “Heroisme bahkan dibutuhkan dalam melindungi atau mengatasi masalah keluarga, utamanya dari ber¬bagai hal yang mengandung ancaman! Ketika orientasi perjuangan terkait kepentin¬gan umum, penyikapannya meningkat jadi patriotisme! Ketepatan penyikapan penting, karena skala perjuangan berpengaruh pada orientasi! Jika perjuangan berskala kepentingan publik diorientasikan pada skala keluarga, berubah menjadi KKN!” 

“Dalam kehidupan sehari-hari beda heroisme yang ber¬sifat negatif dari yang positif, sangat tipis!” timpal Amir. “Bahkan antara heroisme negatif dan patriotisme juga tak sekontras Kumbokarno-Wibisono! Perlu nalar dewasa untuk memilah dan menyelaraskan sikap pada prinsip moral dan kebenaran! Patriotisme memang ekspresi kede¬wasaan! Karena itu, jangan harapkan itu dari kalangan pemimpin yang sering bersikap kekanak-kanakan!” “Celakanya, di media massa, terutama televisi setiap hari yang ditayangkan kebanyakan ekspresi kekanak-kanakan para pemimpin bangsa ini!” tukas Umar. 

“Dari situ, para remaja su¬kar mencari contoh patriotisme! Akibatnya, yang mereka tela¬dani hanya heroisme sempit yang negatif, subur menyemangati tawuran pelajar, mahasiswa, dan massa antardesa!” ***
Selanjutnya.....

Hormati Cita-Cita Pahlawan!

“PAHLAWAN yang kita peringati per¬juangan dan arti pengorbanannya hari ini adalah pahlawan kemerde¬kaan bangsa Indonesia!” ujar Umar. “Mereka dengan tulus-ikhlas mengor¬bankan jiwa raganya demi cita-cita mulia mewujudkan kemerdekaan bangsa Indonesia dengan rakyat yang hidup adil, makmur, dan sejahtera!” 

“Kemerdekaan bangsa telah berusia 67 tahun, tapi kehidupan adil, makmur, dan sejahtera masih jauh dari mayori¬tas rakyat!” timpal Amir. “Terkendalanya usaha mewujud¬kan cita-cita pahlawan kemerdekaan itu, di antaranya akibat pengelolaan sumber alam kekayaan negara yang tak sesuai amanat konstitusi, selain itu adanya korupsi di kalangan pe¬jabat negara dan pemerintahan! Belum lagi salah urus neg¬ara sehingga keuangan negara lebih banyak untuk belanja pegawai daripada untuk kesejahteraan rakyat! Ini terlihat pada APBD kabupaten/kota di seluruh Tanah Air, mayoritas anggaran untuk rakyat di bawah 30%!”

“Semua kendala bagi usaha mewujudkan cita-cita pahl¬awan kemerdekaan bangsa itu, hadir antara lain karena gejala kurang menghormati cita-cita pahlawan dari ka¬langan pejabat negara dan pemerintahan!” tegas Umar. “Rendahnya rasa hormat mereka pada cita-cita pahla¬wan, jadi kurang mampu mengendalikan keserakahan dirinya hingga korupsi!” 

“Maka itu, dalam mem¬peringati Hari Pahlawan kali ini hal terpenting dilakukan adalah menggugah rasa hor¬mat masyarakat pada cita-cita para pahlawan kemerdekaan untuk mewujudkan ke¬hidupan bangsa yang adil, makmur, dan sejahtera!” tukas Amir. “Boro-boro makmur dan sejahtera, keadilan hukum maupun keadilan substantif (sosial-ekonomi) saja masih jauh dari harapan rakyat!” “Semua itu terjadi akibat kurang berhasilnya pendidikan nasional menanamkan nilai-nilai kepahlawanan, intinya rela mengorbankan kepentingan pribadi demi menguta¬makan kepentingan orang banyak, kepentingan yang lebih luas!” timpal Amir. 

“Namun, kelemahan dunia pendidikan itu tidak berdiri sendiri! Tak lain, pendidikan di semua jen¬jang, lebih-lebih di level kabupaten/kota, kini sudah menja¬di subordinat dari kekuasaan politik! Tak pelak lagi, dunia pendidikan tak bisa mengelak dari realitas politik transak¬sional, utamanya dalam peraihan kekuasaan! Politik tran¬saksional memang tak ada urusan dengan penanaman nilai-nilai kepahlawanan pada anak didik!” ***
Selanjutnya.....

Polri Usut Bentrok Lamsel!

"HUKUM harus ditegakkan meskipun langit akan runtuh!" ujar Umar. "Prinsip itu agaknya yang dipakai Polri untuk mengusut pembunuhan, perusakan, dan penjarahan dalam bentrok massa 27—29 Oktober di Way Panji, Lamsel!" "Tapi, bagaimana dengan perjanjian damai warga Desa Agom dan Balinuraga?" tanya Amir. "Butir 8 perjanjian itu berbunyi, atas insiden bentrok 27—29 Oktober 2012 kedua pihak sepakat tidak melakukan tuntutan hukum." 

"Sepanjang tindakan polisi itu tidak didasarkan pada pengaduan, gugatan, atau tuntutan dari salah satu pihak yang membuat perjanjian, tindakan Polri secara formal tak ada relevansi atau kaitannya dengan bunyi kesepakatan dalam perjanjian damai mereka!" jawab Umar.

"Bahkan kalau dalam perjanjian itu disepakati aparat hukum tak boleh mengusut kasus itu, butir itu bisa batal demi hukum karena bertentangan dengan fungsi dan peran Polri yang diatur UU!" "Perjanjian itu dibuat oleh tokoh-tokoh adat, dengan sendirinya berdasar hukum adat!" kilah Amir. "Banyak kasus setelah ditegaskan telah diselesaikan hukum adat, polisi menghentikan proses hukumnya! Semisal kasus melarikan dan mencemarkan anak gadis, yang sering berakhir dengan penyelesaian adat kawin lari! Artinya, jika polisi mengusut kasus bentrok itu dan tidak mengakui kesepakatan yang dibuat tokoh adat, polisi tak konsisten dalam pengakuan terhadap eksistensi hukum adat!" 

"Mungkin tingkat maslahat dan mudaratnya yang jadi pertimbangan Polri!" tegas Umar. "Jika kasus melarikan gadis telah diselesaikan secara hukum adat dengan pernikahan, tentu penghentian kasusnya membawa maslahat—kebaikan bagi kedua keluarga jadi besanan! Sementara dalam kasus bentrokan, Polri menemukan adanya kasus pembunuhan, perusakan, dan penjarahan, kasusnya bisa menyisakan mudarat kalau tak diusut tuntas! Mudaratnya, pembunuhan dan perusakan dengan pengerahan massa bisa jadi modus untuk pengulangan atau peniruan tindakan serupa di masa depan! Jadi, semua pelakunya harus dituntut tanggung jawabnya sebagai proses pembelajaran lewat penjeraan!" 

"Tapi, untuk itu, Polri perlu menjelaskan kepada masyarakat!" timpal Amir. "Agar tak salah tafsir, seolah Polri merendahkan hukum adat!" ***
Selanjutnya.....

Obama Terpilih Kembali!

"PETAHANA Barrack Obama terpilih kembali memimpin AS hingga 2016!" ujar Umar. "Ia menang di 273 electoral college (dapil) dengan kepastian kemenangan 270, saat lawannya dari Partai Republik Mitt Romney baru meraih 203! Jumlah electoral college 538." "Itu beda Pemilihan Presiden AS dengan kita!" sambut Amir. 

"AS memakai sistem electoral vote, kemenangan ditentukan berdasar jumlah dapil (electoral college) yang dimenangkan! Sedangkan kita memakai sistem popular vote, jumlah pemilih terbanyak!"
"Kampanye Obama untuk mempertahankan jabatannya periode kedua tampak tak sengotot saat merebut untuk masa jabatan pertama!" tegas Umar. "Termasuk Partai Demokrat yang mengusungnya tak bekerja keras sehingga untuk kursi DPR (house of representative) dan Senat yang dilakukan bersamaan dengan pilpres, justru lebih banyak calon Partai Republik yang menang!" 

 "Itu bisa terjadi karena swing voters (pemilih di luar pendukung fanatik Partai Demokrat atau Republik) objektif menilai Obama dan kabinetnya bekerja sungguh-sungguh untuk kepentingan rakyat AS!" tegas Umar. "Hasilnya memang tak spektakuler, pertumbuhan ekonomi triwulan III 2012 hanya 2%, tetapi oleh swing voters dinilai itulah prestasi terbaik yang bisa dicapai negerinya yang tertatih-tatih bangkit dari puing-puing kehancuran ekonomi peninggalan Bush Jr. Sedangkan kalau calon anggota DPR dan Senat dari Partai Demokrat banyak yang kalah, bisa jadi karena di negara bagian bersangkutan kapasitas dan kualitasnya kalah dari calon Partai Republik!" 

"Itu bedanya swing voters (pemilih berayun) dengan massa mengambang di negeri kita!" timpal Amir. "Kekhasan massa mengambang kita bukan objektivitasnya, tetapi kepentingan sesaatnya! Karena itu, kalau di AS presidennya menang, calon anggota DPR-nya bisa kalah, di sini nasib calon legislatif semua tingkat lebih ditentukan calon presidennya, karena pemenuhan kepentingan sesaat pemilih terpaket menjadi satu dengan calon presiden!" "Setelah menang untuk masa jabatan kedua, Presiden AS memprioritaskan agenda masa jabatan pertama yang belum tuntas!" tegas Umar. "Di sini, agendanya melanggengkan kekuasaan ke masa depan! Akibatnya, banyak tokoh partai berkuasa terlibat korupsi!" ***
Selanjutnya.....

Realisasi Perjanjian Damai!

"TOKOH adat dan masyarakat Desa Agom dan Balinuraga, Way Panji, Lamsel, menandatangani perjanjian damai di Balai Keratun, Minggu, disaksikan Sekprov Lampung Berlian Tihang dan Sekkab Lamsel Ishak," ujar Umar. "Hari yang sama di Novotel, Ketua Majelis Penyimbang Adat Lampung (MPAL) Kadarsyah Irsa dan tokoh adat Bali Shri Gusti Ngurah Arya Wedakarna M.W.S. III juga bersepakat damai!" 

"Esoknya, Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P. dan Gubernur Bali I Made Mangku Pastika bersama melepas pemulangan pengungsi dari Sekolah Polisi Negara (SPN) Kemiling ke Desa Balinuraga!" timpal Amir. "Klop, perdamaian antarwarga, tokoh adat, dan Gubernur! Artinya, segala dimensi damai terpenuhi!"

"Tinggal realisasi perdamaian dengan hidup bersama rukun dan damai antarwarga kedua desa!" tegas Umar. "Untuk itu, dengan telah dibentuknya panitia bersama rekonsiliasi oleh tokoh-tokoh kedua pihak, utamanya para penanda tangan perjanjian damai, kelembagaan untuk mewadahi kegiatan bersama mengisi prosesnya sudah tersedia! Tapi itu saja tidak cukup! Apa yang harus mereka lakukan dalam proses rekonsiliasi dan kebersamaan hidup selanjutnya, jelas dibutuhkan fasilitator! Untuk itulah, Sekprov dan Sekkab sebagai fasilitator perdamaian, diharapkan menjadi fasilitator dalam realisasi perdamaian selanjutnya!" 

"Posisi sebagai fasilitator realisasi perdamaian bagi Sekprov dan Sekkab otomatis—ex officio!" timpal Amir. "Tapi kegiatan apa saja mengisi usaha mempererat kerukunan dari kelompok dewasa, pemudi-pemuda, sampai belia perlu dirumuskan saksama! Kalau asal ngumpul dengan kegiatan asal ada, bisa cepat bosan!" "Kegiatan untuk itu harus dirumuskan ahlinya, selain membangun kebersamaan juga bermanfaat dan bisa menghasilkan!" tegas Umar. 

"Kelompok pemudi-pemuda, mungkin dimulai dari sejenis outbound bersama, lalu dimatangkan dalam kegiatan Tagana—Taruna Siaga Bencana! Untuk dewasa dan pemuda yang butuh pekerjaan tetap, disatukan dalam kelompok usaha bersama PNPM Mandiri! Untuk belia, disatukan dalam pramuka, dibuatkan marching band yang sederhana—alatnya cukup drum, angklung, dan suling! Kalau dari belia terpadu dalam kesatuan gerak marching band, dewasa mereka bisa kompak selalu!" ***
Selanjutnya.....

‘Obamanomic’ Vs ‘Romnesia’!

"SELASA 6 November ini rakyat AS memilih presiden, calonnya petahana Barrack Obama dari Partai Demokrat versus Mitt Romney dari Partai Republik!" ujar Umar. "Obama kampanye Obamanomic, realitas ekonomi AS empat tahun ia memerintah! Kampanye Romney membuka 12 juta lapangan kerja baru empat tahun ke depan dan menyalahkan berbagai kebijakan Obama, oleh Obama dijuluki Romnesia, idea orang amnesia—lupa ingatan!" 

"Kubu Obama menilai kampanye Romney muluk dan berlebihan, lupa kebijakan Partai Republik di bawah Presiden Bush Jr. dua priode jabatan 2000—2008 mengakibatkan buble ekonomi—ekonomi gelembung sabun—ekonomi AS ambruk dan memicu resesi global!" timpal Amir. "Akhir 2008, saat terpilih sebagai presiden, Obama menerima puing kehancuran ekonomi AS dengan segala realitas buruknya! Empat tahun memerintah, Obama menata sepotong demi sepotong puzzle yang rusak, menggerakkan roda ekonomi dengan piece meal engineering berbasis penguatan jaminan sosial kepada mayoritas warga korban krisis 2008 yang kehilangan pekerjaan dan rumah!"

"Penguatan dan perluasan jaminan sosial itu secara kualitatif dan kuantitatif, dilakukan bertahap sesuai perkembangan ekonomi dan fiskal!" tegas Umar. "Sampai akhirnya, tanda-tanda berakhirnya resesi global muncul, di mana pada triwulan III 2012 ekonomi AS tumbuh 2%! Seiring itu, September 2012 tercatat pula terbukanya 171 ribu lapangan kerja baru dalam sebulan!" 

"Namun, bukan berarti Obama tak gagal dalam beberapa hal!" timpal Amir. "Antara lain, janji Obama memulangkan semua tentara AS dari Irak setelah dua tahun ia memerintah, hingga sekarang belum terwujud! Di Afghanistan, kehadiran militer sekutu AS justru kian intensif dengan front Taliban merembet ke Pakistan! Sedangkan dalam musim semi di Timur Tengah karena terlalu berorientasi melindungi kepentingan Israel, AS gagal dalam mengawal bangkitnya demokrasi dan civil society—Mesir kembali tercekam kekuasaan militer, Libya menjadi arena geng-geng bersenjata!" "Kelemahan Obama itu bisa membuat amnesia merebak di warga AS hingga memilih Romney!" tegas Umar. "Sejarah mengisyaratkan, pemilih AS juga tak terjamin sepenuhnya rasional!" ***
Selanjutnya.....

Dialektika Solusi Persaingan!

“PERADABAN berkembang dalam proses tak henti persaingan (kon­flik) tesis dan antitesis untuk mencapai solusi, sintesis! Dalam proses dialektika, sintesis kembali jadi tesis yang diuji lagi oleh antitesis dan seterusnya!” ujar Umar. “Dialektika solusi konflik itu berlangsung nyaris dalam semua bidang kehidupan—jadi tak hanya dalam ilmu—mulai persaingan produk dalam bisnis sampai persaingan kepentingan antarpribadi maupun kelompok sosial!” 

“Dialektika persaingan dinamis pada produk seluler!” timpal Umar. “Orang belum paham mengoperasikan HP yang baru dibeli, sudah keluar iklan model HP lebih baru lagi!” “Sebaliknya, lamban dalam pemberantasan korupsi!” tukas Umar.

“Dalam kasus simulator, KPK (tesis) menghadapi antitesis dari polisi—yang mengusut sendiri kasus itu dan menarik 20 penyidik Polri dari KPK! Lalu muncul sintesis dari Presiden SBY, Polri agar menyerahkan semua kasus simulator ke KPK! Tapi, sintesis Presiden itu segera jadi tesis, muncul antitesis dari Polri! Yakni, memperlambat penyerahan kasus simulator, mengancam penyidik yang tak memenuhi panggilan, dan gugatan perdata atas KPK! Sementara janji Presiden dalam solusinya akan membuat aturan penempatan penyi­dik ke KPK tak kunjung keluar, sisa lima penyidik yang menanti SK Presiden itu tak mampu bertahan hingga harus mundur dari KPK! Akibatnya, KPK jadi kian lemah kehabisan penyidik andal, dan itu berarti kemunduran!” 

“Lewat proses dialektika solusi persaingan, kita bisa melihat apakah dalam konteks peradaban suatu kasus membawa masyarakat mengalami kemajuan atau kemunduran, seperti contoh kasus persaingan (kekuasaan) KPK versus Polri itu!” timpal Amir. “Sedangkan untuk kasus konflik massa di Way Panji, Lamsel, tesis dan antitesisnya bergesekan sudah lama, sehingga gesekan itu menjadi titik api menghanguskan puluhan rumah Januari 2012! Sintesisnya—bantuan Pemkab pada korban—konon malah menyulut kecemburuan yang menyeret Pemkab dijadikan bagian dari tesis (masalah) sampai muncul aksi perobohan simbol kekuasaan—patung dekat kantor Pemda!” 

“Solusi perdamaian di lapangan bola Kalianda juga tak tuntas, ada kelompok tak setuju!” tegas Umar. “Untuk itu, sintesis solusi konflik beneran harus diwujudkan kali ini, sebagai dasar dialektika solusi persaingan dalam mengelola konflik ke masa depan!” ***
Selanjutnya.....

Keindonesiaan Kita pun Diuji!

“BENTROK fisik antaretnis yang menewaskan belasan orang di Lampung Selatan pekan lalu, seperti yang meruyak di berbagai daerah, jadi ujian bagi keindonesiaan kita!” ujar Umar. “Keindonesiaan itu identitas bangsa yang berciri Bhinneka Tunggal Ika! Identitas itu mengaktual sebagai karakter dalam kehidupan sehari-hari warga, mengekspresikan semangat Sumpah Pemuda—satu nusa, satu bangsa, satu bahasa—dan Proklamasi Kemerdekaan — bersatu dalam wilayah kedaulatan Republik Indonesia yang berasas Pancasila!” “Rumusanmu tentang keindonesiaan terlalu formalistik!” sela Amir. 

“Bahasa sederhananya, keindonesiaan itu sikap yang merasa nyaman di tengah lingkungan yang serbabeda secara sosial dan kultural dari dirinya! Seberapa besar merasa terusik dan tak nyaman oleh perbedaan itu, sebesar itu pula penurunan kadar keindonesiaan! Apalagi ketika ia telah sampai pada kesimpulan harus menghabisi yang beda dari dirinya, bisa jadi sudah habis pula kadar keindonesiaan pada dirinya! Sebab, prularisme (kebhinnekaan) itu realitas absolut!”

“Rumusan begitu terlalu sederhana pula, bisa disimplifikasi— harus serbabeda melulu!” tegas Umar. “Perlu dilengkapi pemahaman tentang kebersamaan dan persamaan dalam berbagai dimensinya sebagai ikatan dasar mencapai harmoni hidup berbangsa! Ketika ikatan dasar itu longgar, bukan saja tak mencapai harmoni, melainkan malah jadi permusuhan, keindonesiaan kita keluar rel!” “Tapi masalah keindonesiaan kita tak sebatas makna dan penghayatannya sebagai nilai-nilai pribadi warga itu!” tukas Amir. 

“Tapi justru ketika implementasinya dalam kehidupan bersama mengalami disharmoni antarunsur yang berbeda, pengelolaan konflik di atas kebersamaan itu yang tidak optimal, baik secara politik maupun hukum! Akibatnya konflik tidak mengalir dalam dialektika solusi persaingan menjadi proses pendewasaan kebersamaan dalam perbedaan, tapi malah menjadi bara permusuhan!” “Jadi, keindonesiaan hangus akibat proses dialektika solusi persaingan secara politik dan hukum macet!” tegas Umar. “Setiap konflik muncul, bukan penanganan cepat, tepat, dan adil hadir memberi solusi, tapi keraguan lalu pembiaran! Ini menasional, menghanguskan keindonesiaan warga bukan karena salah tingkah, melainkan karena salah urus!” ***
Selanjutnya.....

Kebebasan Warga Terancam!

“KOALISI Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keamanan, terdiri dari Setara Institut, Kontras, Imparsial, dan Elsam, mendesak DPR menunda pembahasan RUU Keamanan Nasional (Kamnas) karena 40 pasalnya mengancam kebebasan warga!” ujar Umar. “Ancaman itu menurut Hendardi dari Setara Institut pada konferensi pers koalisi Kamis (1-11), akibat ada keinginan kembali menegakkan supremasi militer dalam kehidupan bernegara!” (Kompas, 2-11) “Jadi, inginkembali ke kondisi era Orde Baru!” 

 “Keinginan itu muncul tak terlepas dari gejala polisi yang masih kurang mumpuni mengatasi masalah keamanan selama berlakunya sistem supremasi sipil!” timpal Amir. “Dengan dalih itu, RUU Kamnas pun jadi mirip pengaturan kerja sama bantuan TNI pada Polri, tapi malah peran TNI yang lebih ditonjolkan hingga justru peran polisi dikesampingkan! Ini dicontohkan Al Araf dari Imparsial pada Pasal 20 dan 28 RUU, kepolisian daerah tak dimasukkan dalam unsur keamanan nasional di daerah! Justru TNI dan Badan Intelijen Negara (BIN) yang masuk!”

“Itu terpulang ke pemerintah, penyusun RUU, yang kayaknya kepengin punya UU Kamnas sejenis Internal Security Act (ISA) yang dimiliki Malaysia!” tukas Umar. “Banyak alasan untuk sampai pada keinginan seperti itu! Aksi massa yang sering mengganggu kelancaran roda ekonomi di kawasannya, dengan adanya UU Kamnas sejenis ISA mungkin bisa dikategorikan gangguan keamanan yang harus ditangani TNI dan BIN secara represif!” “Lebih celaka karena penentuan status suatu gangguan cukup oleh presiden sendiri tanpa konsultasi/persetujuan DPR, otoritarianisme seperti Orde Baru bisa kembali!” timpal Amir. 

“Tanpa kecuali ketika penentuan status itu memiliki tujuan terselubung untuk meringkus lawan politik penguasa!” “Dari penolakan pada RUU Kamnas tebersit pemikiran rasional, kalau masalahnya polisi yang kurang memadai mengelola sistem keamanan dalam supremasi sipil, kenapa bukan kemampuan dan kekuatan polisi saja yang ditingkatkan hingga tingkat mumpuni mengatasi tantangan!” tegas Umar. “Seiring itu, kapasitas dan kekuatan TNI ditingkatkan di bidang pertahanan baik personalia maupun persenjataannya! Jangan pula tugas TNI diperluas ke bidang keamanan, padahal mayoritas persenjataannya rongsok!” ***
Selanjutnya.....

Tirai Megakorupsi Hambalang!

“BPK—Badan Pemeriksa Keuangan—Rabu (31-10) menyingkap sedikit tirai megakorupsi proyek pusat olahraga Hambalang yang merugikan negara Rp243,66 miliar dari nilai proyek Rp2,5 triliun!” ujar Umar. “Hanya sedikit korupsi yang diperlihatkan karena data itu baru hasil audit investigasi BPK tahap I, baru sebatas aliran dana satuan besar, puluhan, dan ratusan miliar! Aliran dana sekunder, tersier, dan seterusnya dilakukan pada tahap II.” 

 “Meskipun baru tersingkap sedikit, kepastian ada kerugian negara sebesar itu sudah cukup untuk membuat tercengang!” timpal Amir. “Di tengah rakyat kebanyakan yang kian tersengal oleh beban hidup yang terus tambah berat, terkait proyek ini prestasi olahraga nasional di tingkat dunia juga jeblok terus, megakorupsi itu betul-betul membuat rakyat sesak napas!”

“Terpenting, meskipun KPK menyatakan hasil audit investigasi BPK tak memengaruhi penyidikan mereka atas kasus Hambalang karena KPK telah memiliki bukti-bukti sendiri yang kuat buat proses hukum, hasil audit BPK itu ternyata tak bertentangan dengan arah penyidikan KPK!” tegas Umar. “Setidaknya DPR bisa melihat relevansi pengusutan kasus Hambalang oleh KPK—meskipun sejauh ini dengan hasil audit itu pimpinan BPK baru bisa menyebut keterlibatan menteri-menteri dalam kasus tersebut sebatas pembiaran dan lalai! Cenderung diperingan!” 

 “Meskipun demikian, kita tetap salut pada BPK yang telah mengungkap arus besar penyimpangan dana lewat pelanggaran prosedur sehingga mengalir ke pihak-pihak yang seharusnya tak menerimanya!” timpal Amir. “Antara lain, seperti disebutkan anggota BPK Ali Masykur Musa, perintah membayar Rp217,13 miliar uang muka proyek, padahal pekerjaan belum dilaksanakan dan bukti pelaksanaan pekerjaan belum diverifikasi pejabat yang berwenang! Demikian pula uang muka proyek pada PT Adi Karya sebesar Rp189,44 miliar, maupun pada subkontraktor PT Dutasari Citralaras, yang komisarisnya istri ketua umum sebuah partai besar, sebesar Rp63,30 miliar!”

“Enak amat mereka mengeruk dana yang tidak semestinya mereka terima sebesar puluhan bahkan ratusan miliar itu sekali genjot!” entak Umar. “Mending kalau proyek yang dikerjakan baik! Sedangkan ini, bangunan proyeknya berkali-kali runtuh! Itu penyebab tudingan korupsi Hambalang dari Nazarudin—terpidana kasus wisma atlet—diseriusi KPK!” ***
Selanjutnya.....

Karisma Elite dan Massa!

“AMUK (belasan ribu orang) massa yang kalap hingga tak bisa diatasi ribuan polisi dan tentara menun¬jukkan orisinal dan murninya aksi kekerasan itu sebagai pelampiasan amarah warga sendiri, terlepas dari arahan maupun kepentingan elite!” ujar Umar. 

“Tudingan di balik kerusuhan itu ada elite bermain demi tujuan politik, bisa keliru! Karena, pengerah utama massa hari itu (29-10) adalah emosi mereka sendiri, yang tersulut oleh pemakaman rekan mereka yang menjadi korban bentrokan hari sebelumnya!” 

 “Terlepasnya amuk massa itu dari arahan dan kepentingan elite, bukan berarti adanya kesenjangan elite dan massa!” timpal Amir. “Dari peristiwa itu mungkin yang bisa dipastikan terkait relasi elite-massa adalah, tak hadirnya di lapangan hari itu elite berkarisma yang mampu menghentikan langkah maju massa!” “Saat emosi membara itu, memang hanya karisma ulung pemimpin yang bisa memadamkan!” tegas Umar. “Tapi tak ada elite sekelas itu yang hadir di lapangan, hingga tak ada yang bisa menghentikan gerak massa hari itu!”

“Lantas ke mana elite berkarisma hari itu?” sela Amir. “Mungkin justru di tempat yang semestinya!” tegas Umar. “Karena posisi elite berkarisma belakangan agak ter¬ganggu oleh elite pragmatis, di antaranya elite politik, yang sibuk mendekati rakyat saat butuh dukungan un¬tuk meraih kursi eksekutif atau legislatif! Di belakang elite politik itu ada pula ‘elite sembako’, yang posisinya di antara elite politik dan massa! Buah tangan elite sembako dinanti oleh massa, paket sembako yang memang mereka butuhkan! Sebagai imbalannya, massa menaati arahan si elite untuk pilihan dalam setiap pemilu nasional/daerah!” “Jadi konflik yang terjadi juga tak terlepas dari terganggu¬nya peran elite karisma oleh elite pragmatis!” timpal Amir. 

“Dalam prakteknya, ketika ada gejolak massa, seolah-olah elite pragmatis mampu mengatasi, tapi saat konflik me¬ledak ternyata malah tak kelihatan batang hidungnya! Pa¬dahal, elite karisma telanjur menjaga jarak agar tak terke¬san ‘ngerusuhi’ hubungan elite pragmatis dengan massa!” “Berarti salah satu hal penting untuk penyelesaian konflik, menempatkan kembali posisi elite karisma pada proporsinya—tak lagi dikesampingkan oleh hubungan elite pragmatis dan massa yang bersifat transaksional itu!” te¬gas Umar. “Masalahnya, massa sendiri menerima pengaruh elite pragmatis sebatas arahan pilihan saat pemilu, tidak untuk yang lain! Massa memberi sesuai transaksi, apa yang dibeli elite pragmatis! Sehingga, ketika elite pragmatis coba menghentikan langkahnya dalam konflik tertentu, massa tak peduli! Itu memang otoritas elite karisma!” ***
Selanjutnya.....