"KEBIJAKAN swasembada daging sapi yang populis—menyenangkan hati rakyat—nuansa politiknya untuk meningkatkan perolehan suara dalam pemilu tercium sengak ketika mengimbas pada kenaikan harga daging sapi yang semula gradual seketika meroket tak terkendali!" tukas Umar.
"Di Jakarta pekan terakhir tanpa kenaikan konsumsi musiman harga daging sapi mencapai Rp100 ribu/kg! Akibatnya para pedagang mogok jualan karena sepi pembeli!" (Liputan-6.com, 19-11)
"Saat kebijakan itu dicanangkan jalan setahun lalu antara lain dengan mengurangi impor sapi bakalan nyaris separuh dari sebelumnya, pasokan sapi lokal cukup untuk menutupi kekurangan itu!" timpal Amir. "Tapi itu tak lama, karena sebulan berikutnya harga daging sapi di pasar mulai merangkak naik! Kenaikan dari semula Rp40 ribu/kg itu berlanjut dari waktu ke waktu hingga tak terkendali itu!"
"Kenaikan harga daging sapi pada periode awal kebijakan itu sebenarnya disebabkan selisih biaya produksi, sapi bakalan impor Rp22 ribu/kg timbang kotor, sapi lokal Rp26 ribu/kg!" tegas Umar. "Tapi, populasi sapi lokal yang semula cukup menutupi pengurangan sapi bakalan itu, pengembangannya lamban hingga minusnya terus meningkat sesuai perjalanan waktu! Iklan swasembada sapi lokal yang menggebu-gebu justru jadi bumerang karena di balik retorika itu realitasnya di lapangan tingkat keminusan semakin kritis! Dan tak terbendung lagi, ketimpangan antara konsumsi daging yang terus naik sepadan pertambahan penduduk dan pasokan yang terus menurun tak terjembatani lagi!"
"Mengatasinya dalam waktu singkat mudah, dengan mengimpor daging segar melebihi yang dibutuhkan, harganya bisa langsung anjlok!" timpal Amir. "Namun, impor dadakan yang kemudian jadi rutin untuk mengendalikan harga, eksesnya lebih buruk karena ketergantungannya malah pada impor daging segar—tak ada kegiatan ekonomi lain yang terkait!"
"Memang, meski impor daging segar untuk tahap awal tak bisa dihindari, revisi kebijakan atas pembatasan impor sapi bakalan menjadi pilihan terbaik!" tegas Amir. "Sebab, bisnis penggemukan sapi relatif punya multiplier effect yang baik, dari mengembalikan tenaga kerja yang telanjur di-PHK waktu kebijakan ditetapkan, industri pakan dan pertanian rumput gajah bisa bergairah kembali!" ***
0 komentar:
Posting Komentar