"DANREM 043 Amalsyah Tarmizi menempatkan leadership—kepemimpinan—pada urutan kedua potensi konflik laten di Lampung, setelah menurunnya komitmen pada empat pilar bernegara—Pancasila, UUD 45, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika—di urutan pertama dari 13 potensi konflik laten yang dipetakan!" ujar Umar. "Kelemahan leadership itu terutama dalam bersikap, rakyat dia anggap tak berhak bicara lagi karena suaranya telah ia beli (dengan sepaket sembako) saat pemilukada, hingga ia merasa paling benar sendiri saja!"
"Kasihan, pemimpin jadi potensi konflik laten! Artinya pemimpin jadi bagian dari masalah!" timpal Amir. "Padahal, seharusnya posisi pemimpin sublim—di tingkat lebih tinggi—sebagai pengelola resolusi konflik! Pada posisi sublim pemimpin sadar konflik, yakni konflik sebagai elemen inheren dalam semua sendi kehidupan—bahkan dalam pribadi setiap orang—yang harus dikelola, dengan demokrasi dan hukum sebagai sarana resolusi konflik!"
"Demokrasi sebagai resolusi konflik bekerja dengan mekanisme politik—menyelesaikan perbedaan (konflik) kepentingan lewat tawar-menawar (bargaining) dan musyawarah mufakat!" tegas Umar. "Pemimpin sadar konflik menyelesaikan semua potensi konflik laten melalui proses demokrasi secara demokratis sehingga tidak lagi hanya menonjolkan kemauannya sendiri saja! Dengan praktek demikian, leadership tidak lagi masuk urutan potensi konflik laten, tapi menjadi pemegang kunci resolusi konflik!"
"Untuk sublim ke posisi pengelola resolusi konflik itu, pemimpin harus akomodatif pada semua pikiran dan pendapat, karena semua itu berlatarkan kepentingan yang butuh resolusi untuk pemenuhannya!" timpal Amir.
"Tanpa kecuali kepentingan tersebut berbeda atau malah bertentangan dengan kepentingan sang pemimpin sendiri harus diakomodasi, karena ia sebagai pemimpin bukan cuma pemimpin atas dirinya sendiri, melainkan juga atas orang-orang yang beda kepentingannya itu!" "Jika tak mampu mengakomodasi kepentingan yang berbeda dari dirinya, pemimpin gagal menjadi juru kunci pengelola resolusi konflik! Akibatnya, ia cuma jadi bagian dari konflik yang bahkan paling ngotot mempertahankan kepentingannya sendiri!" tegas Umar. "Tak aneh, jika pemimpin seperti itu ditempatkan dalam nomor urut potensi konflik laten!" ***
"Tanpa kecuali kepentingan tersebut berbeda atau malah bertentangan dengan kepentingan sang pemimpin sendiri harus diakomodasi, karena ia sebagai pemimpin bukan cuma pemimpin atas dirinya sendiri, melainkan juga atas orang-orang yang beda kepentingannya itu!" "Jika tak mampu mengakomodasi kepentingan yang berbeda dari dirinya, pemimpin gagal menjadi juru kunci pengelola resolusi konflik! Akibatnya, ia cuma jadi bagian dari konflik yang bahkan paling ngotot mempertahankan kepentingannya sendiri!" tegas Umar. "Tak aneh, jika pemimpin seperti itu ditempatkan dalam nomor urut potensi konflik laten!" ***
0 komentar:
Posting Komentar