Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Parlemen Konflik, Dusun Terbakar!

KETIKA para pemimpin bangsa tak mampu menyelesaikan konflik antarelite politik di parlemen lewat musyawarah, rakyat juga lebih susah diharap menyelesaikan konflik antardusun dengan rembuk desa. 

Konsekuensinya, 50 rumah warga Dusun 2 Tanjungrejo, Kampung Tanjungharapan, Kecamatan Anaktuha, Lampung Tengah, Kamis (27/11), hangus terbakar akibat konflik antardusun. Sebenarnya, belakangan ini bentrokan antarwarga kampung di Lampung relatif reda sejak Kapolda Lampung Heru Winarko mengaktualkan kembali tradisi rembuk desa untuk mengatasi konflik masyarakat di akar rumput.

Tapi sosialisasi tradisi itu akhir-akhir ini kalah gema dari berita konflik elite politik di parlemen yang mendominasi berita televisi siang dan malam. Terbukti, rakyat meniru kelakuan buruk elite politik tak kenal musyawarah (rembukan) sebagai jalan menyelesaikan konflik. 

Anarkisme di Anaktuha disulut hilangnya dua remaja Dusun 1 Tanjungrejo kampung sama, Kurniajaya (15) dan Angga Wirayuda (16), sejak pergi bersepeda motor Senin (24/11) malam. Keluarga mencarinya. Dan Kamis (27/11) mereka menemukan sandal dan bercak darah di area Dusun 2. Info kedua remaja telah tewas merebak, dan kobar amarah warga Dusun 1 pun membakar rumah warga Dusun 2. 

Kasus ini sebaiknya dilihat dari satelit di mana Dusun Tanjungrejo, Kampung Tanjungharapan, Kecamatan Anaktuha, Lampung Tengah itu, hanyalah sebuah titik dari kesatuan wilayah Republik Indonesia! Kalau elite politik pemimpin negeri telah mewarnai kawasan tersebut dengan warna tertentu, seperti warna dominan konflik tak kenal penyelesaian lewat musyawarah, titik kecil dalam peta itu pun sukar diharapkan untuk berwarna lain. 

Maksudnya, elite dan para pemimpin pada level mana pun, keteladanan sikap dan perilaku mereka menjadi penentu mau jadi apa bangsa ini, sekarang dan masa depan! Masyarakat butuh teladan berupa sikap dan perilaku ideal dalam membangun karakter bangsa. Jadi seperti batik cetak, jangan harap corak batiknya jadi bagus kalau cetakannya buruk! 

Tentu kita semua prihatin dengan sumbu pendek emosi warga sehingga tersulut sedikit meledak, menyisakan kerusakan fatal! Namun, lebih dari itu, kasihan rakyat negeri ini, kelangkaan teladan perilaku terpuji dari elite di gugusan puncak pimpinan bangsa! Jika sikap-laku para pemimpin bangsa tak kunjung bisa dijadikan teladan, ke depan realitas bangsa justru bisa lebih buruk lagi! ***
Selanjutnya.....

Menyoroti Korupsi di Lampung!

JAKSA Agung M. Prasetyo menyoroti kasus korupsi yang ditangani aparat kejaksaan di Lampung. Aparat kejaksaan daerah ini diminta bekerja keras dengan prioritas pada penanganan kasus korupsi untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada kejaksaan. 

 Perhatiannya yang khusus pada jajaran kejaksaan di Lampung itu karena Prasetyo pernah menjadi kepala Kejaksaan Negeri (kajari) Lampung Utara. Sorotan pada kasus korupsi di Lampung itu wajar karena belakangan ini terkesan kasus korupsi di Lampung kian langka. 

Selain kasus lama larinya terpidana kasus korupsi Satono dan Alay, jika dicatat dari publikasi kejaksaan, misalnya, kasus lain yang ditangani hanya dua kasus.

Pertama, korupsi dana bansos kematian di Pemkot Bandar Lampung yang tiga tersangkanya telah ditetapkan sejak April 2014. 

Kedua, kasus korupsi dana alokasi khusus (DAK) di Dinas Pendidikan Lampung Tengah, kedua tersangkanya (kadisdik dan rekanan pelaksana) kabur! Kasus lain sepanjang 2014, kalaupun mungkin ada, belum dipublikasi ke media. 

Namun, bukan berarti aparat kejaksaan tidak bekerja mengendus dan menyelidiki untuk mendapatkan kasus korupsi, melainkan ada dua kemungkinan lain. Pertama, Lampung memang sudah bersih dari korupsi. Atau, kedua, korupsi di Lampung makin canggih sehingga tidak terendus oleh aparat kejaksaan dan kepolisian. 

 Kemungkinan pertama, untuk saat ini mungkin masih mustahil. Untuk kemungkinan kedua, bukan mustahil. Namun, bukan karena lemahnya kemampuan aparat kejaksaan dan kepolisian sehingga korupsi tidak terendus, melainkan cenderung lebih akibat tumpul dan kurang tajamnya naluri dan usaha aparat kejaksaan dan kepolisian untuk membongkar korupsi. 

 Kenapa naluri jaksa dan polisi menjadi tumpul dan usahanya jadi kurang gigih untuk membongkar kasus korupsi? Salah satu kemungkinan penyebabnya karena pimpinan jaksa dan polisi di daerah (kabupaten/kota) masuk Forkompinda—Forum Komunikasi Pimpinan Daerah—bersama kepala daerah dan pemimpin lainnya. 

 Sehingga, untuk menjaga dan memelihara stabilitas daerah, kasus-kasus apa pun dimusyawarahkan, yang besar dibuat jadi kecil, setelah kecil diselesaikan sampai tuntas! Dengan demikian, hanya kasus-kasus yang keterlaluan yang diproses lanjut, seperti korupsi dana bansos kematian dan dana DAK untuk pendidikan! Penyelesaian masalah lewat musyawarah itu—termasuk atas kasus hukum—tradisi anak negeri yang melembaga! ***
Selanjutnya.....

Bias Target Produksi Beras Lampung!

PRESIDEN Joko Widodo memberi target Gubernur M. Ridho Ficardo, Lampung harus mencapai produksi beras 1 juta ton sebagai bagian swasembada pangan nasional dalam tiga tahun ke depan. 

Target itu disampaikan dalam kunjungan Presiden ke Lampung pada Selasa (25/11), yang berdialog dengan petani di Trimurjo, Lampung Tengah. Untuk mencapai target itu, pusat membantu petani Lampung merehabilitasi irigasi 35 ribu hektare sawah, optimalisasi sawah 14 ribu hektare, dan memberikan 577 unit traktor tangan.

Kalau berita tersebut benar, Gubernur M. Ridho Ficardo tinggal goyang kaki, target itu tercapai dengan surplus berlimpah-limpah. Soalnya, produk beras Lampung pada 2013, menurut Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Provinsi Lampung Kusnardi, mencapai 1.885.446 ton. 

Jumlah itu lebih tinggi dari total konsumsi masyarakat sebanyak 864.242 ton, atau surplus 958.984 ton (Lampost.co, 30-12-2013). Dengan peningkatan produksi pada 2014 sebesar 5%, bahkan surplusnya saja sudah lebih 1 juta ton! 

Dilihat dari sisi itu, mungkin yang dimaksud Presiden dengan bantuan rehabilitasi irigasi 35 ribu hektare dan optimalisasi 14 ribu hektare sawah dan 577 unit traktor itu untuk menambah surplus produksi 1 juta ton lagi dari yang sudah tercapai. 

Tepatnya, surplus produksi beras Lampung dalam tiga tahun ke depan jadi 2 juta ton! Bias target yang merebak dalam berita media itu tentu perlu diluruskan! Namun, di balik itu, warga Lampung tetap merasa berterima kasih atas bantuan rehabilitasi irigasi untuk pengairan sawah seluas itu. 

Ada yang sudah lama mangkrak karena kehilangan roda pemutar dam, kemudian pelat besi dam berkarat dan nasibnya jadi besi tua! Juga optimalisasi dan traktor jelas bermanfaat bagi meningkatkan produktivitas petani! 

 Setelah semua bantuan tersebut terealisasi nanti, selain tujuan peningkatan produksi yang harus diwujudkan, tak boleh lupa juga revolusi mental yang mengiringinya harus mengaktual! Yakni, kemauan merawat semua peranti yang hadir dalam pembangunan seperti irigasi dengan semua dam dan saluran airnya! 

 Pemeliharaan dan perawatan semua hasil pembangunan harus paralel atau sejajar pentingnya dengan pengadaan fasilitas peningkatan standar hidup rakyat dalam proses pembangunan. Tanpa perawatan yang baik, sebentar saja fasilitasnya mangkrak karatan lagi! Tapi bukan salah rakyat, karena elite di eksekutif dan legislatif yang lupa menyediakan anggaran pemeliharaannya. ***
Selanjutnya.....

Gubernur Siap Dihukum Mati!

DALAM pertemuan dengan Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Senin (23/11), seluruh gubernur yang diwakili Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo, selaku ketua Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI), menyatakan mendukung pemberantasan korupsi. Mereka siap dipenjara dan dihukum mati jika terbukti korupsi. (Kompas, 25/11) 

 Namun, untuk itu Syahrul meminta agar sebelum kasusnya dibeberkan kepada media, dalam posisi mereka belum tentu bersalah, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan internal atas kasusnya oleh BPKP, BPK, dan Inspektoral Jenderal. Jadi tidak seketika diumumkan kepada media terlibat kasus korupsi, padahal belum tentu gubernur bersalah.

Presiden Jokowi menyambut pernyataan gubernur itu dan sependapat tentang perlunya dilakukan pemeriksaan internal lebih dahulu sebelum ditangani aparat hukum terkait kasus korupsi. Untuk itu, Presiden menyatakan akan meminta Jaksa Agung dan Kapolri melakukan kebijakan sesuai harapan para gubernur. 

Meski, ia tegaskan hal itu tak berlaku untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dukungan gubernur untuk memberantas korupsi itu, jika bukan hanya penghias bibir dan dilaksanakan secara sungguh-sungguh dalam pemerintahan di daerah, pengaruhnya akan sangat besar dalam usaha menekan gejala korupsi. 

Para pejabat daerah sampai eselon terbawah sekalipun bisa mencium gelagat yang didasari sikap keras orang nomor satu di provinsinya! Jika implementasi sikap keras gubernur itu nyata, akan bisa dirasakan tekanannya sampai ke level terbawah. 

Sehingga, pejabat pada semua lapisan tak berani macam-macam! Tindakan korupsi sebagai perbuatan jahat berjemaah dan sistemik pun tak bisa dilakukan lagi karena iklimnya tidak mendukung! Iklim korup di daerah bisa dirasakan para pejabat sampai level terbawah, karena selain tindakan korupsi langsung unsur pimpinan terkait proses penerimaan dan belanja, terutama proyek, juga soal “wajib setor” bawahan ke atasan! 

Ini jelas bukan saja menjadi beban pejabat level bawah untuk memenuhi kewajibannya, melainkan juga justru merupakan dorongan dengan tekanan berat terhadap pejabat di bawah untuk melakukan korupsi! 

 Apalagi jika seperti yang bukan rahasia umum lagi sampai mereka derita saksinya, barang siapa yang tidak setor kena tindak dimutasi ke “meja kosong”! Nyatalah, iklim korupsi (atau tidak korupsi) yang diciptakan orang nomor satu di pemerintahan provinsi menjadi kuncinya! ***
Selanjutnya.....

Jadi, Tol dan KA Trans-Sumatera!

SELAIN memerintahkan perbaikan kondisi dan pelayanan di kapal penyeberangan Merak—Bakauheni, dalam kunjungannya ke Lampung, Selasa (25/11), Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi kepastian jadi dibangun jalan tol dan jalur kereta api (KA) Trans-Sumatera mulai 2015. Pernyataan itu menggembirakan warga Lampung. 

Sebab, setelah dipastikan JSS (Jembatan Selat Sunda) batal dibangun, juga tersiar pembangunan jalan tol dan jalur KA Trans-Sumatera, sebagai bagian dari program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), akan ditinjau kembali. Soalnya, Presiden terpilih Jokowi sempat mengisyaratkan tidak melanjutkan MP3EI yang merupakan program unggulan Presiden SBY. (Kompas.com, 5/9)

Alasan Jokowi, "Orientasinya jelas berbeda. Orientasi kami kan ke pertanian, kedaulatan pangan, dan seluruh infrastruktur. Itu sudah prioritas kami." Untuk itu, pembangunan jalan tol dan jalur KA Trans-Sumatera itu harus dibuat sesuai dengan konteks zamannya! 

Dalam hal ini, bukan sebagai proyek MP3EI lagi, tapi sebagai program pembangunan seluruh infrastruktur Kabinet Kerja pemerintahan Jokowi-JK! Sebagai konsekuensi proyek jalan tol dan jalur KA Trans-Sumatera bukan lagi dalam rangka MP3EI, tentu tahapannya juga harus melupakan pendekatan MP3EI yang memulai pembangunan ruas awalnya tidak merata di semua provinsi! 

Akibatnya, hingga saat ini satu jengkal pun tanah untuk tol itu belum ada disediakan oleh Pemprov Lampung. Daerah yang telah melakukan penyiapan lahan untuk jalan tol itu baru Sumsel, Riau, dan Sumut. Masalahnya, dalam MP3EI, memang dari kawasan itulah ruas awal tol Trans-Sumatera dimulai. 

Guna membedakan dari MP3EI, keputusan Presiden untuk pembangunan jalan tol dan KA Trans-Sumatera itu nantinya diharapkan menetapkan semua provinsi membangun serentak ruas jalan di daerah masing-masing dengan ujung ruas akhirnya saling bertemu! 

Dengan begitu, jalan tol bisa dibangun serentak dan selesai lebih cepat untuk dinikmati semua warga Pulau Sumatera! Sejalan dengan tol, jalur KA juga dibangun dengan standar angkutan masa depan, baik untuk penumpang maupun barang. 

Gaya pemerintahan lama membangun KA dengan mengharapkan gerbong yang diperoleh secara hibah, sudah tak sesuai lagi dengan tuntutan zaman! Apalagi jika untuk gerbong hibah itu, anggarannya setara membeli gerbong baru! Selamat mimpi tol dan KA Trans-Sumatera! ***
Selanjutnya.....

Kanibalisasi Lahan Petani Lampung!

LUAS rata-rata lahan pertanian yang dikuasai rumah tangga usaha pertanian di Provinsi Lampung, menurut hasil Sensus Pertanian 2013 (ST2013), bertambah 46,42% menjadi 11,04 ribu meter persegi dari 7,54 ribu meter persegi di ST2003. Itu kejutan buku Potret Usaha Pertanian Provinsi Lampung Menurut Subsektor (BPS Lampung 2014), hasil ST2013. 

 Realitas di Lampung itu jelas berlawanan dengan asumsi publik nasional yang terbentuk oleh hasil Sensus Pertanian sebelumnya, dengan rata-rata pemilikan lahan pertanian di Pulau Jawa menyusut terus, dari 0,48 hektare per rumah tangga pada ST1993,
menjadi tinggal 0,30 hektare per rumah tangga pada ST2003. Tren di Jawa ini persis sebagai proses involusi pertanian di Jawa temuan Clifford Geertz dalam penelitiannya pada 1960-an. 

 Bertentangan dengan asumsi yang bahkan telah menjadi mitos dalam benak publik nasional mengenai involusi pertanian itu, keunikan perubahan di Lampung tersebut menuntut disimak lebih jauh sebagai sebuah fenomena! 

Karena, di dalamnya gejala yang terjadi secara nasional, yakni sebanyak 5,04 juta petani gurem kehilangan lahannya, juga terjadi di Lampung dengan skala yang signifikan: 62,17% petani guram pemilik lahan di bawah 1.000 meter persegi, dan 23,47% pemilik lahan antara 1.000—1.999 meter persegi, kehilangan lahannya! 

Dari realitas kehilangan lahan pada petani guram dalam fenomena bertambahnya rata-rata luas lahan petani di Lampung menunjukkan gejala adanya kanibalisasi lahan pertanian oleh petani berlahan lebih luas terhadap lahan petani guram! 

Kanibalis paling mencolok dalam hal ini adalah kelompok pemilik lahan di atas 3 hektare yang jumlahnya naik hingga 25,56%! Terlihat, kelompok miskin semakin miskin kehilangan lahan usaha taninya, yang kaya semakin kaya dengan jumlah yang bertambah secara signifikan pula! 

 Di sisi lain, meski bertambahnya tak amat mencolok, kelas menengah pemilik lahan antara 5.000 meter persegi—1 hektare dan 1—2 hektare, mendominasi dengan jumlah absolut pemilik terbanyak, yakni 339.585 keluarga dan 327.922 keluarga. 

Dari 1.226.455 rumah tangga usaha pertanian, kedua kelompok kelas menengah tersebut mendominasi lebih dari 50% dengan 667.507 keluarga. Lewat simakan komprehensif itu, tampak fenomena Lampung justru mencerminkan kondisi bangsa—kelompok kaya tambah kaya, si miskin semakin kandas, dan kelas menengah bangkit mendominasi! ***
Selanjutnya.....

Balada Nasib Guru!

MENYAMBUT Hari Guru 25 November, Imam Asyrofi, guru di Bandar Lampung, menulis Balada Nasib Guru, ia sebar ke teman-temannya lewat SMS dengan pesan agar balada itu disebar ke para guru. 
Oleh temannya, balada itu diunggah ke media sosial Facebook, langsung dapat tanggapan dan komentar ramai, terutama dari kalangan guru. Tulisan Imam dimaksud seperti berikut ini;

Balada Nasib Guru 
- Berhasil dalam tugas sudah tradisi 
- Tak berhasil sanksi menanti 
- Loyalitas harga mati 
- Tidak loyal dimutasi 
- Pulang cepat dimarahi 
- Datang cepat tak dihargai 
- Sertifikasi jam tak mencukupi dikebiri 
- Hidup kaya dicurigai 
- Kalau miskin salah sendiri 
- Mau dilantik mesti usaha sana-sini 
- Potongan bank dan koperasi tiap bulan sudah menanti 
- Naik gaji cuma janji 
- Baru menikmati hasil sertifikasi ada jadwal uji kompetensi... 

Sebarkan ke semua guru biar mereka tahu nasibnya sendiri. “Selamat Hari Guru Nasional 25 Nobember 2014.” Hidup guru! Allahu Akbar! (Imam Asyrofi) Tanggapan dan komentar di Facebook secara umum menyambut baik balada Imam. 

Ada yang mengucapkan selamat Hari Guru dan menyeru hidup guru seperti dari Arifin Rahman, yang ditimpali Leny Yoseva dengan ‘@pak arifin.....guru itu pencetak cendekiawan. Banggalah jadi guru!’ Dijawab Arifin Rahman, ‘Saya sangat bangga jadi guru. Saya tidak pernah ragu untuk mengatakan saya guru SD... Hidup guru!’ 

Guru profesi mulia, pengabdiannya besar bobot ibadahnya. Karena itu, sejak dulu Umar Bakri—julukan buat guru dalam lagu Iwan Fals—meski pergi mengajar dengan sepeda butut tetap selalu tekun dan penuh semangat menjalankan tugasnya. 

Kemuliaan profesi dan pengabdian yang tulus itu sewajarnya pula untuk dihormati oleh masyarakat, termasuk oleh para guru itu sendiri. Proporsi kedudukan yang terhormat itulah yang mendorong hadirnya lagu Umar Bakri Iwan Fals maupun Balada Nasib Guru Imam Asyrofi. 

Semua itu hadir demi menjunjung martabat profesi guru dari realitas yang masih butuh penyempurnaan. Artinya, baik masyarakat—terutama pemerintah—maupun kalangan guru sendiri agar terus berusaha memperbaiki dan menyempurnakan kinerja profesi guru lewat penghormatan dan penghargaan yang sewajarnya. 

Semakin baiknya kinerja guru membawa harapan lebih baik bagi generasi masa depan bangsa! 

Selamat Hari Guru!***
Selanjutnya.....

Revolusi itu Perubahan Cepat!

REVOLUSI itu perubahan cepat. Seusai dilantik 27 Oktober, Kabinet Kerja Jokowi-JK langsung bekerja cepat dan tegas. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti membatalkan pungutan terhadap nelayan kecil yang dilakukan pemerintah kabupaten. 

Pembatalan itu diproses lewat kerja sama dengan Menkum HAM Yasonna H. Laoli yang mengeluarkan SK penganuliran segala bentuk dasar pungutan. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said membuat kontrak G to G (pemerintah ke pemerintah) dengan Angola di Afrika untuk pembelian minyak bumi dengan harga jauh lebih murah dibanding lewat para agen pemasok seperti selama ini. 

Sekali melangkah, segala bentuk calo dan cukong dalam pembelian minyak bumi yang selama ini disebut dengan mafia migas itu “ditinggal” dengan cara yang elegan!

Di sektor migas yang berkecipak anggaran negara amat besar ini, Faisal Basri ditunjuk jadi Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas, yang memeriksa ulang semua kontrak dan perizinan dari hulu sampai hilir! Lalu SKK Migas yang menangani proses kontrak migas di hulu, kepalanya diganti dengan bekas pimpinan KPK pertama, Amien Sunaryadi. 

Masih dalam 30 hari pertama Jokowi-JK memerintah, harga BBM bersubsidi dinaikkan Rp2.000/liter! Tentu saja, banyak lagi kerja cepat yang dilakukan kementerian lain Kabinet Kerja dalam kurun sama, yang keseluruhannya secara simultan melakukan perubahan cepat sebagai ekspresi sebuah revolusi—dalam hal ini revolusi mental yang dirajut dalam kerja cepat dan tegas. Sebagai implementasi sebuah revolusi, tampak Kabinet Kerja menangani masalah bukan model problem solving, yang harus masuk ke dalam masalah yang sudah lama berbelit kusut masai! 

Langkah model problem solving justru dihindari agar tidak terjebak masuk belitan masa lalu yang tak pernah bisa diselesaikan. 

Sebagai bentuk sebuah revolusi, segala bentuk masalah warisan masa lalu itu ditinggalkan dengan sebuah loncatan oportunitas—seperti meninggalkan lilitan mafia migas dengan oportunitas kontrak langsung G to G. Jadi revolusi mental bukan revolusi yang berdarah-darah, bukan revolusi model Bharatayudha yang secara fisis harus ada yang dikalahkan! 

Revolusi mental adalah proses menang tanpo ngasorake, menang tanpa mengalahkan. Tapi menang dengan merajut oportunitas ke depan, dilakukan lewat perubahan cepat! ***
Selanjutnya.....

BEM UI-Unpad, Make Up Your Mind!

BEM—Badan Eksekutif Mahasiswa—Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE UI) dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran (FEB Unpad) menjabarkan sejumlah alasan untuk membuka pikiran (make up your mind) agar mendukung penaikan harga BBM Subsidi (detik-news, 19/11). 

"Tidak ada alasan lagi untuk tipengetahuankasi subsidi BBM ke subsidi sektor yang lebih dibutuhkan. Sangat jelas bukti bahwa subsidi BBM hanya dinikmati oleh masyarakat yang berpendapatan menengah ke atas," tegas siaran pers BEM FEB Unpad, Rabu (19/11)

BEM FEB Unpad mencapai kesimpulan itu lewat kajian melibatkan peneliti Center for Economics and Depelovment Studies Unpad. Ditemukan sejumlah kerugian dengan subsidi BBM, antara lain kerugian efisiensi (welfare loss) sebesar Rp64 triliun dan berbagai hal lagi yang mereka perinci. 

Subsidi BBM berdampak terhadap ketimpangan sejak 2008 hingga 2012 menunjukkan tren peningkatan kesenjangan pendapatan dan indeks Gini, tegas siaran pers itu. BEM FE UI juga mendukung penaikan harga BBM bersubsidi, berdasar hasil kajian subsidi ini lebih 70% digunakan oleh masyarakat mampu. 

Merekalah masyarakat yang tingkat pendapatan ekonominya sanggup membeli barang pada harga pasar. Siaran BEM FE UI itu menyoroti sejumlah alasan subsidi BBM makin membengkak membebani APBN dan mengurangi fiscal space. 

Padahal, alokasi subsidi BBM sangat timpang dibandingkan alokasi untuk aspek lain, seperti pendidikan, kesehatan, dan bantuan sosial. Subsidi BBM penyebab defisit ganda, kebijakan mistargeted, masyarakat berpendapatan menengah ke atas mendapat porsi subsidi paling besar, tegas BEM FE UI. Untuk itu, layak disampaikan salut kepada BEM FE UI dan FEB Unpad, yang memberi teladan bersikap elegan secara intelektual, yakni melalui proses kajian ilmiah untuk mendapatkan kebenaran berdasar standar ilmu pengetahuan. 

Pada kebenaran ilmiah itu sikap setiap intelektual disandarkan. Sikap mahasiswa begitu mencerminkan watak intelektual yang rasional dan jauh dari emosional, bisa menempatkan mahasiswa pada posisi terhormat dalam masyarakat berbudaya tinggi. 

Dengan watak intelektual yang standar itu pula mahasiswa tidak mudah terseret permainan busuk yang merendahkan derajat sosial komunitas kampus yang terhormat! Dengan demikian, independensi perjuangan mahasiswa berkibar paralel dengan panji-panji par excellence intelektualisme! ***
Selanjutnya.....

Tradisi Baru Pelantikan Gubernur!

PRESIDEN Joko Widodo melantik Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta di Istana, Rabu (19/11). Ahok menjadi gubernur kedua Jakarta yang dilantik di Istana, setelah Ali Sadikin yang dilantik Bung Karno. Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Dodi Ratmadji menyatakan pelantikan Ahok di Istana mengacu pada Pasal 163 Perppu No. 1/2014. Ke depan, pelantikan gubernur dari provinsi lain juga dilakukan di Istana oleh Presiden. (Kompas.com, 19/11) 

Jadi, pelantikan Ahok di Istana merupakan awal tradisi baru pelantikan gubernur. Namun, meski itu pelaksanaan perppu, tak urung tetap mengesankan dukungan Presiden Joko Widodo kepada pengganti dirinya di jabatan Gubernur DKI. Kesan itu menguat dengan adanya kontroversi penolakan pelantikan Ahok, baik oleh FPI maupun Koalisi Merah Putih di DPRD DKI.

Terlepas dari kontroversi itu, pelantikan gubernur di Istana secara langsung oleh Presiden mengandung isyarat penting bagi posisi gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah. Isyarat yang simbolistik itu diharapkan bisa memperbaiki pandangan bupati-wali kota yang sempat merasa bukan bawahan gubernur. 

Alasannya, mereka sama-sama dipilih langsung oleh rakyat, dengan demikian sama-sama bertanggung jawab kepada rakyat. Lalu, dana anggaran utama daerahnya ditransfer dari pusat. Transfer bagi hasil dari tingkat satu praktis hanya dianggap sebagai tambahan. Dengan pandangan seperti itu, ada bupati yang kurang menghargai gubernur di daerahnya. 

Diundang rapat tak mau hadir, sering merasa cukup diwakilkan pada staf. Akibatnya, koordinasi antarkabupaten-kota dalam membangun daerah juga kacau. Ada kabupaten yang membangun jalan buntu, kabupaten lain membangun jalan buntu ke arah lain, jalan-jalan yang dibangun antarkabupaten tak nyambung akibat tanpa koordinasi! Mengatasi gejala sedemikian, 

Gubernur Lampung M. Ridho Ficardo melakukan langkah persuasif menggalang secara khusus koordinasi bupati-wali kota di daerah ini. Sebuah awal pembangunan yang terkoordinasi antarkabupaten-kota pun bisa dilakukan. 

Tapi betapa terlambat koordinasi itu, “hari gini” baru dimulai. Hal serupa di provinsi lain jangan-jangan malah belum dilakukan. Karena itu, pelantikan gubernur di Istana sebagai isyarat wakil pusat di daerah perlu diperkuat dengan hal-hal lain lagi, agar gubernur tak dicueki bupati-wali kota di wilayah kekuasaannya! ***
Selanjutnya.....

Berani untuk Tidak Populer! (2)

SIKAP reaksioner melakukan protes dan penolakan dengan tindakan anarkistis bisa menjadi pekerjaan sia-sia ketika ditujukan pada kebijakan pemimpin yang berani mengambil risiko untuk tidak populer. Karena, apa pun yang dilakukan pemrotes, pemimpin seperti itu tak akan goyah dan mengubah kebijakannya yang diprotes. 

 Apalagi protes dilakukan dengan menyiksa diri, seperti mogok narik angkot hingga tak dapat penghasilan, atau mogok kerja dan reli motor menghabiskan bensin, ujungnya cuma menjadikan diri sendiri sebagai masokis—orang yang mencapai kepuasan dengan menyakiti atau menyiksa diri sendiri.

Itu karena pemimpin yang berani tidak populer itu membuat kebijakan dengan sikapnya yang tegas berdasar keyakinan pada tujuannya yang baik, justru untuk mengubah keadaan yang buruk—amar makruf nahi mungkar! 

Untuk itu, segala reaksi dan penolakan sudah diprediksi sebagai tantangan yang terukur. Artinya, segala aksi protes itu sejak awal sudah “diperhitungkan”! Beda dengan pemimpin yang tidak tegas, tak berani mengambil risiko, selalu banyak pertimbangan takut popularitas dirinya merosot. 

Pemimpin model ini gentar menghadapi protes penolakan sehingga bisa surut dari kebijakannya dan menurunkan kembali harga BBM meski sempat dia naikkan! Itu demi memulihkan citra atau popularitas dirinya yang sempat melorot akibat kebijakannya menaikkan harga BBM. 

Jadi, pemimpin model ini bukan tujuan amar makruf kebijakannya yang utama, tapi popularitas dirinya! Selain tak gentar protes dan penolakan, pemimpin berani dan tegas tak butuh pujian, tak butuh sanjungan, tak butuh penjilat! 

Sikap tegas itu hong wilaheng, masa lalu bukan lagi sebab-akibat bagi hari ini yang telah dibuatnya cair menjadi peluang segala kreativitas ke masa depan. Ketegasannya memadu asta-brata kepemimpinan terintegrasi menggelinding sebagai bola salju oportunitas ke depan! 

 Oleh sebab itu, sikap, gaya, tindakan dan cara berpikir yang masih berorientasi masa lalu out of date, tertinggal kereta rombongan “Sang Parikesit’ yang telah menjadikan Bharatayudha tinggal sejarah! 

Kehidupan dilanjutkan dengan babat sejarah baru, dengan keberanian dan ketegasan pemimpin pembawa pakem-pakem cerita baru, bukan lanjutan lakon karangan dari zaman keserbaragu-raguan! Bukan pula cerita superhero! 

Tapi, keberanian dalam kehidupan sehari-hari yang secara nyata menyajikan peluang dan peluang buah keberanian! (Habis) ***
Selanjutnya.....

Berani untuk Tidak Populer!

BELUM cukup sebulan Jokowi-JK dilantik, Senin (17/11) malam Presiden dan Wakil Presiden baru ini menaikkan harga BBM bersubsidi Rp2.000/liter. Kebijakan mengalihkan subsidi ini keberanian luar biasa mengambil risiko tidak populer! 

Pengalihan subsidi BBM itu dilakukan dari konsumtif ke produktif, yakni selama ini sebagian besar lebih dinikmati secara konsumtif oleh kelompok masyarakat kelas menengah ke atas yang mampu, terutama para pemilik mobil. Subsidi itu dialihkan ke arah produktif dalam bentuk human investment kepada warga miskin yang benar-benar membutuhkan untuk meningkatkan taraf hidup keluarganya.

Tahap awal, setelah berlakunya harga baru BBM, pemerintah mentransfer dana bantuan mengatasi dampak kenaikan harga BBM tersebut kepada 15,6 juta Keluarga Harapan. Nantinya, pengalihan subsidi itu menjadi bantuan tetap bulanan kepada keluarga miskin dalam program perlindungan sosial lewat Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Kartu Indonesia Sehat (KIS), dan Kartu Indonesia Pintar (KIP). 

Dengan demikian, jumlah bantuan nantinya sesuai anggaran yang disiapkan, tak lagi sekadar bantalan krisis. Selain human investment untuk keluarga termiskin, pengalihan ke sektor produktif juga untuk infrastruktur, merehab jalan, dan irigasi. Kerusakan jalan di Tanah Air telah menjadikan biaya distribusi barang di Indonesia mencapai 17% dari biaya produksi, yang menurut Bank Dunia tertinggi di dunia. 

Sedang kerusakan irigasi yang simultan di seantero negeri menjadi penyebab utama Indonesia gagal swasembada pangan dan impor pangan terus membengkak! Semua itu cukup sebanding dengan risiko tidak populer yang dengan berani diambil pasangan Jokowi-JK. 

Namun, dengan besarnya jumlah kelas menengah ke atas—angka Bank Dunia sudah jauh di atas 100 juta orang—yang kurang diuntungkan kebijakan pengalihan subsidi ini, potensi penolakan mereka cukup besar. 

 Gerakan penolakan bisa seru, mengingat sudah demikian lama mereka menikmati subsidi konsumtif itu ratusan triliun rupiah setiap tahunnya. Dengan akibat, defisit APBN berlarut dan utang pemerintah terus memuncak. 

 Sebagai obat, bukan mustahil kebijakan terasa pahit, terutama untuk mengobati ketimpangan sosial yang dalam 10 tahun terakhir menajam dari indeks rasio Gini 0,300 menjadi 0,413. Kebijakan ini perlu untuk menarik kembali bangsa ke jalur yang benar menuju keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia! ***
Selanjutnya.....

Menyapu Bersih Mafia Migas!

PEMERINTAH membentuk Tim Reformasi Tata Kelola Migas dipimpin Faisal Basri untuk membenahi institusi di sektor minyak dan gas bumi guna mewujudkan kedaulatan energi dan institusi yang bersih. Menjadi tugas tim untuk menyapu bersih mata rantai mafia dari penguasaan mereka atas perdagangan dan industri di sektor minyak dan gas bumi. 

Menurut Menteri ESDM Sudirman Said, tim akan mengkaji seluruh proses perizinan sektor migas dari hulu ke hilir, menata ulang kelembagaan pengelolaan migas, mempercepat revisi UU No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, serta memperbaiki proses bisnis untuk mencegah pemburu rente dalam setiap rantai bisnis migas. (Kompas, 17/11)

"Para pemburu rente inilah yang disebut mafia migas!" tegas Sudirman. "Mereka memiliki kedekatan dan pengaruh terhadap pejabat tinggi dan pengambil keputusan sehingga berdampak pada tidak optimalnya produksi migas. Itu yang harus dicegah."

Akibat perbuatan mafia migas itu, tambah Sudirman, produksi migas dalam negeri tidak optimal, menyebabkan pemborosan, ekonomi biaya tinggi pada penyediaan migas. Situasi itu diperburuk dengan lemahnya peraturan yang ada. 

Pembentukan tim reformasi tata kelola migas ini jelas menggembirakan rakyat. Sekaligus menerbitkan harapan, semua hasil pengelolaan kekayaan alam negara yang selama ini dinikmati untuk sebesar-besarnya kemakmuran mafia beserta para pejabat tinggi kroninya, bisa dikembalikan ke jalur konstitusi untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat! 

Dengan pengelolaan yang benar-benar efektif dan efisien hasil pembenahan tim reformasi itu nantinya, harapan itu tidak berlebihan. Contohnya kebijakan Menteri ESDM baru membeli minyak bumi langsung dari produsen di Angola, Afrika, selisih harga triliunan rupiah bisa dihemat dibanding dengan pembelian lewat para pemasok yang selama ini dikoordinasi anak perusahaan Pertamina di Singapura. 

Kalau setiap sendi dari hulu ke hilir pengelolaan bisnis migas selesai dibersihkan tim dari stelsel mafia, banyak buah keefektifan dan keefisienan manajemen bisa dinikmati rakyat! Artinya, selain yang sudah ada bermanfaat optimal, dengan tata kelola yang baik itu prospek-prospek baru juga terbuka. 

Sehingga, sektor minyak dan gas bumi bisa tampil sebagai andalan bangsa dalam persaingan di tingkat global! Dengan riwayat mafia tamat, ekonomi negara semakin kuat, kesejahteraan rakyat pun bisa terus meningkat! ***
Selanjutnya.....

PBB Selidiki Kejahatan Perang ISIS!

KOMISI penyelidikan PBB di Suriah melaporkan militan Islamic State of Irak and Syria (ISIS) melakukan kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan dalam skala besar di Suriah. Isinya gambaran mengerikan tentang kehidupan warga di wilayah yang dikuasai ISIS mengalami pembantaian massal, pemenggalan, penganiayaan, perbudakan seks, dan kehamilan yang dipaksa (AFP/detik.com, 15/11). 

 "Komandan ISIS bertindak secara sengaja melakukan semua kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan dengan niat jelas-jelas untuk menyerang orang-orang dengan menyadari mereka sipil," demikian bunyi laporan PBB. "Mereka secara individu, secara pidana, bertanggung jawab atas kejahatan ini."

PBB menyerukan agar para pelaku yang bertanggung jawab atas kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan di Suriah dibawa ke pengadilan, terutama ke Mahkamah Pidana Internasional. Laporan PBB seiring dengan pernyataan pimpinan militer Amerika Serikat bahwa ISIS mulai tertekan dan sebuah tambang minyak yang dikuasai ISIS direbut kembali oleh pasukan Irak (pita berita Metro-TV, 15/11). 

Indikasi tertekannya ISIS mungkin bisa dilihat dari tak berhasilnya mereka merebut Kota Kobane di utara Suriah meski telah mengerahkan kekuatannya secara maksimal bertempur melawan pejuang Suku Kurdi yang dibantu militer AS lewat serangan udara. 

Rangkaian laporan situasi terakhir itu menunjukkan terlalu luasnya front pertempuran yang dibuat ISIS di seantero Suriah dan Irak, berakibat ketajamannya menurun, sehingga bukan saja ISIS gagal merebut Kobane dalam waktu yang cukup lama, malah kehilangan tambang minyak di Irak yang sempat dikuasainya! 

Di sisi lain, dengan intensifnya perhatian PBB dan AS, bahkan AS sudah melibatkan diri dalam operasi militer, akan turunnya pasukan internasional meringkus tokoh-tokoh ISIS untuk diadili seperti petinggi Serbia dalam kasus Bosnia, tinggal soal waktu saja! 

Tindakan masyarakat internasional pada ISIS akhirnya tak dapat dielakkan dengan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang mereka lakukan secara biadab justru kepada sesama umat muslim sendiri! 

Jelas tak dapat diterima oleh semua masyarakat beradab, perbuatan ISIS membantai secara massal sesama umat muslim sendiri, menganiayanya di luar batas kemanusiaan, kaum muslimah yang baik-baik dijadikan budak seks! Semua perbuatan biadab ISIS seperti dilaporkan PBB itu harus dihentikan! ***
Selanjutnya.....

MEA, Mengejar Ketertinggalan!

MEA—Masyarakat Ekonomi ASEAN—mulai berlaku 2015, satu setengah bulan lagi. Dari paparan Lana Soelistianingsih dari Universitas Indonesia (UI) Kamis (13/11) diketahui, sebenarnya perekonomian Indonesia masih kedodoran menghadapi persaingan bebas terbuka dengan negara-negara lain dalam MEA. 

Kesan itu terpetik dari paparan Lana di seminar terbatas Lampung Economic Outlook 2015 di Bank Indonesia (BI) Bandar Lampung, yang diselenggarakan BI bekerja sama dengan Lampung Post dan Pemprov Lampung. 

Contoh kondisi ekonomi Indonesia masih kedodoran memasuki MEA itu, antara lain pada ekonomi biaya tinggi, dengan biaya distribusi barang menurut Bank Dunia tertinggi di dunia, yakni mencapai 17% dari biaya produksi.

Juga dalam biaya modal, suku bunga bank untuk pinjaman di Indonesia 11,7%. Itu sangat tinggi dibanding di Thailand 7%, Malaysia 4,6%, Singapura 5,4%, dan Filipina 5,8%. Suku bunga tinggi akibat inflasi tinggi, 2013 inflasi 8,38%. Inflasi cerminan perekonomian secara umum kurang efektif dan efisien. 

Sedangkan negara-negara ASEAN lainnya terlihat sudah jauh lebih baik. MEA disepakati para pemimpin negara Asia Tenggara pada KTT ASEAN 2007. Mulai 1 Januari 2015, ASEAN menjadi pasar dan basis produksi tunggal, pergerakan barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan aliran modal bebas tanpa hambatan dalam wilayah ASEAN. 

Seabrek data perbandingan antarnegara ASEAN disajikan Lana, tetapi semuanya menunjukkan Indonesia harus bekerja ekstrakeras mengejar ketertinggalannya dari sesama negara ASEAN. Kayaknya jadi seperti ditakdirkan, tuntutan untuk itu sesuai dengan tekad pemerintahan Jokowi dengan Kabinet Kerja, kerja, dan kerja! 

Seperti distribusi barang di Indonesia yang termahal di dunia itu, tuntutannya kerja keras membenahi infrastruktur dan membasmi segala bentuk pungli di jalan dan pelayanan publik. Meski tak bisa diingkari, Indonesia adalah tulang punggung MEA dengan 50% dari wilayah ASEAN, 38% populasi ASEAN dengan 250 juta orang penduduknya, dan menyumbang produk domestik bruto (PDB) tertinggi atau setara 34% PDB ASEAN. 

Bangsa Indonesia nantinya harus berbangga diri, lebih-lebih setelah negerinya menjadi pasar utama produksi negara-negara ASEAN lainnya. Dengan itu negara-negara tetangga tambah makmur untuk menampung lebih banyak TKI sehingga lebih cepat pula kemakmuran mereka merembes ke Indonesia! ***
Selanjutnya.....

Paradigma Lama Mengganjal! (2)

REVOLUSI mental tentu saja ditujukan pada semua warga bangsa. Namun, jangankan warga dari old fashion yang sudah karatan cara pikir dan kerja paradigma lama pada dirinya, pada pendukung Jokowi sendiri pun tak mudah mengganti gaya hidup dengan kebiasaan berpakaian branded produk asing menjadi berbaju kodian dari Tanah Abang dan sepatu Cibaduyut! 

Demikian pula program baru Jokowi, tak semua dipahami para pelaksana. Orang dekat Jokowi tak bisa menjawab kapan “kartu sakti” Jokowi ditenderkan. Tapi sebagai jalan terobosan mencapai tujuan lebih cepat, jalan tak mulus malah penuh onak dan duri tak terhindarkan. Untuk membiasakan warga
melalui proses vivere veri coloso itulah revolusi mental, agar warga tak kagetan melihat proses standar operasi dan prosedur (SOP) legal-formalnya “direvisi”! 

Shock itu yang sedang terjadi, Jokowi mengutamakan kerja, kerja, dan kerja mengatasi masalah dan mencapai tujuan lewat proses yang tak lazim, atau khas Jokowi. Itu dari kebiasaannya sejak jadi wali kota Solo, bukan lewat legal formal, tapi gaya khasnya. 

Tindakan menggusur pedagang kaki lima bukan dengan dengan buldoser, tapi makan bersama dengan para pedagang yang kemudian memindahkan sendiri lapaknya! Hal serupa diulang di Jakarta saat menggusur penghuni liar Waduk Pluit. Paradigma lama mengganjal dengan SOP legalitas formal pengadaan kartu dan sejenisnya ke depan nanti. 

Shock terjadi karena SOP legalitas-formal yang sebelumnya rigid, oleh Jokowi dilalui dengan pendekatan lain yang lebih cepat dan tepat mencapai tujuan. Untuk itu, tentu perlu merevisi SOP-nya. Setidaknya konvensional dari pengalaman, dibenarkan orientasi pada tujuan lewat pendekatan lain ketika jalur SOP legal formal justru memperlambat usaha mencapai tujuan. Padahal, kondisi yang harus diatasi sudah darurat kemanusiaan, seperti kemiskinan kronis yang telah berakar sejak zaman penjajah! 

Cara pikir dan kerja lama yang tak mampu mengatasi kemiskinan kronis hingga tetap bertahan hingga sekarang, de facto adanya. Dan itu, tak lepas dari hambatan SOP legal formal yang tak berpihak pada warga miskin kronis, hingga jangankan jaminan sosial, KTP atau KK sebagai syarat mutlak untuk mendapatkan bantuan itu pun tak mereka dapatkan! Kondisi seperti itulah yang harus diterobos dengan pendekatan lain justru untuk mengatasi SOP legal formal yang menghalangi jangkauan ke tujuan! (Habis) ***
Selanjutnya.....

Paradigma Lama Mengganjal!

DISKURSUS terkait perubahan paradigma dalam menjalankan pemerintahan terjadi kontroversi antara gerbong old fashion bermuatan cara berpikir penguasa lama yang mapan di satu pihak dan di lain pihak paradigma baru Kabinet Kerja yang kaya terobosan, vivere veri coloso—menyerempet-nyerempet bahaya! 

Dari berbagai dialog di media massa maupun langkah politik nyata di parlemen terkesan kuat, paradigma lama berusaha mengganjal setiap langkah paradigma baru! Di parlemen, sehari menjelang pilpres, old fashion meloloskan UU MD3 yang menguntungkan pihaknya, disusul mengubah UU pemilihan kepala daerah langsung menjadi pilkada oleh DPRD. Itu mengisyaratkan old fashion bukan saja berusaha bertahan tetap eksis, melainkan malah memperkuat paradigmanya untuk menjadi determinan masa depan!

Dengan demikian, tak ayal paradigma lama akan mengganjal setiap langkah paradigma baru! Dimulai dari menguasai seluruhnya posisi jabatan pimpinan di parlemen, old fashion melanjutkan usaha mengganjal ke langkah-langkah awal Kabinet Kerja! 

Salah satunya, program “kartu sakti” Jokowi-JK (KKS, KIS, dan KIP) dengan mempermasalahkan hingga ke soal siapa pemenang tender pencetakan kartunya yang telah diluncurkan itu. Ganjalan paradigma lama dengan cara berpikir yang serbamapan itu akan terus terjadi, karena menjadi sarana untuk come back-nya rezim yang mereka bela dengan segala cara maupun konsekuensinya! 

Di lain sisi, paradigma baru akan terus hadir dengan terobosannya, sembari terus mengelak dari setiap ganjalan paradigma lama. Hal ini dilakukan paradigma baru dengan menyadari cara pikir dan kerja old fashion telah membuat kita tertinggal, indeks pembangunan manusia (IPM) kita hari ini setingkat di bawah Palestina! 

Itu karena old fashion dengan cara kerja yang mapan terlalu terpaku pada standard operating procedure (SOP) dan legalitas, hingga banyak hal yang tercecer dari standar itu tersingkir dari manfaat pembangunan—jutaan orang tak punya KTP atau KK tak bisa menerima jaminan perlindungan sosial. 

 Terobosan untuk bisa mengangkat yang tertinggal oleh cara kerja old fashion memang harus dengan meninggalkan cara kerja tersebut! Tapi, ini jelas tak diinginkan old fashion, maka ganjalan darinya pun jadi bersifat laten! 

Itu jauh hari sudah terpikir oleh Jokowi, hingga sejak awal dia canangkan revolusi mental! Mengubah paradigma harus lewat mengubah perilaku terbukti pada diskursus perubahan dewasa ini! (Bersambung) ***
Selanjutnya.....

Mengefektifkan Manfaat Bansos!

DANA bantuan sosial (bansos) yang rawan penyimpangan, banyak pejabat masuk bui sebagai akibatnya, menuntut usaha untuk mengefektifkan manfaatnya agar tepat sasaran, signifikan bagi warga miskin. Motif penyimpangan dana bansos yang terungkap kebanyakan buat memperkaya diri atau orang lain. 

Sedang yang dipakai untuk menggalang dukungan politik, yang nilai penyimpangannya diduga jauh lebih besar, justru lolos dari jaring penegak hukum! Menjelang pemilukada serentak di banyak kabupaten-kota 2015, sewajarnya jika ada usaha nyata mengefektifkan manfaat bansos dengan mencegah secara maksimal penggunaannya untuk menggalang dukungan politik!

Usaha mengefektifkan bansos di daerah sejalan dengan gerak pemerintahan Jokowi-JK yang mengintegrasikan bansos di Pemerintah Pusat dari alokasinya di 14—16 kementerian ke satu kementerian menjadi program perlindungan sosial baru! Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro menyatakan penertiban bansos dilakukan atas perintah Presiden. 

Anggaran bansos 2014 mencapai Rp91,8 triliun, di dalamnya termasuk alokasi untuk pembayaran iuran premi Jaminan Kesehatan Nasional bagi 86,4 juta orang miskin senilai Rp19,9 triliun. (Kompas, 1/11) Besarnya anggaran bansos, kata Bambang, tidak signifikan memberdayakan orang miskin. 

Alasannya, program tersebut di beberapa kementerian sehingga nilainya menjadi kecil-kecil dan kurang fokus. Pengefektifan dana bansos di daerah jelas tak terlepas dari peran para politikus DPRD kabupaten/kota masing-masing untuk menyelaraskan rancangan anggarannya dalam APBD dan pengawasan pelaksanaan programnya! 

Tanpa ketajaman peran para politikus DPRD dalam penetapan program dan pengawasannya, peluang kerawanan selalu menganga. Selain itu, untuk menekan penyimpangan faktor efek penjara juga harus diperkuat! Yakni, lewat penegakan kepastian hukum atas kasus terkait bansos yang sudah lama diproses, seperti kasus dana bansos untuk orang meninggal di Bandar Lampung! 

Alangkah baiknya jika para pengelola anggaran bansos di eksekutif dan legislatif mengevaluasi pelaksanaan bansos 2014 dengan mengoreksi yang kurang tepat sasaran, memperbaiki mekanisme pelaksanaannya pada 2015 agar bisa meningkatkan efektivitas bansos. 

Dengan demikian, diharapkan bansos kian signifikan mengurangi penderitaan rakyat miskin, tak lagi dijadikan alat politik oleh petahana dalam pemilukada! ***
Selanjutnya.....

Jungkir-Balik Sektor Perikanan!

PROSES jungkir-balik sedang terjadi di sektor perikanan nasional! Seiring langkah Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menghapus pungutan atas nelayan kecil sampai maksimal kapal 10 gros ton (GT), Menko Kemaritiman Indroyono Soesilo sepakat menaikkan pendapatan negara bukan pajak (PNPB) sektor perikanan dari Rp250 miliar pada 2014 yang dinilai terlalu kecil! 

Jungkir-balik dilakukan karena hasil PNPB Rp250 miliar itu didapat dari total subsidi BBM untuk usaha kapal ikan sebesar Rp11,5 triliun per tahun! Ternyata, 70% dari subsidi itu dinikmati kapal besar berukuran di atas 30 GT. Jumlah nelayan Indonesia tercatat 2,7 juta orang, 98,7% nelayan kecil. Alokasi subsidi BBM nelayan 2,1 juta kiloliter per tahun, untuk 630 ribu unit kapal di bawah 30 GT, dan 5.329 unit kapal di atas 30 GT. (Kompas, 1/11)

Indroyono menyatakan sudah diputuskan untuk mengubah peraturan pemerintah (PP) terkait PNPB dari sektor perikanan itu, dengan tahap pertama mencoba target Rp1,5 triliun pada 2015. (detik-finance, 8/11) Di lain sisi, kalau subsidi BBM sebagian besar dinikmati pemilik kapal besar di atas 30 GT, nelayan kecil sampai 10 GT malah terbebani pungutan pendapatan asli daerah (PAD) kabupaten! 

Maka, Susi mengajukan penghapusan pungutan itu ke Menkum HAM, yang Kamis lalu telah ditandatangani Menteri Yasonna H. Laoi. Sebagai pengganti dana Pemkab yang semula didapat dari pungutan terhadap nelayan kecil di bawah 10 GT itu, 

Susi menjanjikan dana alokasi khusus—DAK. (Kompas, 7/11) Salah sasaran subsidi BBM nelayan yang baru ketahuan setelah sedemikian lama berjalan itu, memprihatinkan! Apalagi imbal hasil atas subsidi BBM yang salah sasaran itu malah dibebankan pada nelayan kecil dengan pungutan untuk PAD! 

Anomali kekuasaan mengelola perikanan yang terlalu jauh! Penjungkirbalikan sebagai usaha untuk mengembalikan realitas dari anomali ke kondisi logis itu jelas menjadi keharusan! Langkah itu memperkuat asumsi perlunya mengatasi anomali salah sasaran subsidi BBM yang secara keseluruhan bukan alang kepalang besar jumlahnya! 

Namun, banyak rakyat yang sebenarnya merupakan korban perekonomian buruk akibat subsidi salah sasaran—yang lebih dinikmati segelintir pengusaha terkaya seperti pemilik kapal-kapal besar—itu, telanjur terbius retorika keliru hingga menolak kebijakan meluruskan subsidi yang tujuan akhirnya demi keadilan buat mereka! ***
Selanjutnya.....

Membina Semangat Pahlawan!

PAHLAWAN terbaik tentunya yang punya banyak bintang dan tanda jasa, pertanda ia ikut setiap pertempuran penting—mempertaruhkan jiwa-raganya—merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Tapi, hal itu bukan berarti merendahkan mereka yang diberi gelar pahlawan tanpa tanda jasa! 

Karena, pengabdian pada nusa dan bangsa bisa dilakukan dalam bidang apa saja, tidak hanya perang, tetapi juga saat damai! Jadi, saat bangsa tak lagi perang, hidup rukun damai dalam pergaulan dunia, pahlawan dalam segala bidang dan profesi diperlukan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa!

Gelar pahlawan memang tidak semata bisa dicapai lewat pertempuran bersenjata! Kepahlawanan dalam olahraga, dalam pendidikan, dalam ekonomi (semisal pahlawan devisa), atau dalam politik, dan sebagainya, selalu dibutuhkan! 

Semua bidang profesi butuh pahlawan dalam kontribusinya memajukan bangsa! Untuk itu, semangat pahlawan bisa dibina di semua bidang. Semangat pahlawan itu seperti yang dicontohkan para pahlawan, yakni rela mengorbankan dirinya, jiwa dan raganya, demi mencapai dan membela kemerdekaan bangsa! 

Dalam semangat pahlawan, kepentingan pribadi, keluarga, kelompok, dan golongan dikesampingkan demi mengutamakan kepentingan umum atau kepentingan kemanusiaan yang luhur! Pembinaan semangat pahlawan dimulai pada masa anak-anak di sekolah lewat berbagai pelajaran, terutama kepramukaan. 

Di luar sekolah formal juga dilakukan pamong bekerja sama tokoh-tokoh warga, seperti mendirikan Tagana—Taruna Siaga Bencana! Melalui gerakan ini, para remaja dilatih keterampilan menolong korban saat terjadi bencana! 

Mereka terlatih untuk mengabdi pada kemanusiaan dengan mengesampingkan kepentingan pribadi dan golongan! Semangat pahlawan rela mengorbankan kepentingan pribadi dan golongan demi kepentingan umum yang lebih luas atau kepentingan kemanusiaan itu tak asing dalam masyarakat lapisan bawah yang hidup dengan pola paguyuban. 

Beda di lapisan atas, seperti politikus parlemen yang berebut kekuasaan hingga parlemen terbelah, mereka lebih mengutamakan kepentingan pribadi dan golongan, dengan mengorbankan kepentingan bangsa—yang butuh keteladanan pemimpin! 

Sikap serakah kekuasaan para politikus hingga rela mengorbankan kepentingan bangsa itu jauh dari semangat pahlawan, tak layak diteladani! ***
Selanjutnya.....

Tiap 2,6 Menit Balita Meninggal!

PARA orang tua agar waspada gejala radang paru-paru atau pneumonia pada anak balitanya. Penyakit tersebut di Indonesia merenggut nyawa satu anak balita setiap 2,6 menit! (Kompas, 5/11) Angka kematian itu berdasar data 2012. Jika dirata-rata, 22 anak meninggal setiap jam di Indonesia akibat penyakit yang disebabkan mikroorganisme tersebut. 

"Artinya, satu anak balita penderita pneumonia meninggal tiap 2,6 menit," kata Direktur Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Sigit Priohutomo. Jumlah kematian balita Indonesia akibat pneumonia terbesar kedua setelah diare. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar 2007, sebanyak 15,5% kematian anak balita disebabkan pneumonia, setingkat di bawah akibat diare, 25,2%. Sedangkan menurut analisis data global, Indonesia berkontribusi 17,9% terhadap total kematian anak balita di dunia akibat pneumonia, yang mencapai 1,1 juta jiwa pada 2012.

Laporan Badan PBB untuk Anak-Anak (UNICEF) 2013 menyebutkan Indonesia di peringkat 10 dunia dalam jumlah kematian anak balita akibat pneumonia dan diare, dengan jumlah kematian 29 ribu jiwa. India di peringkat teratas dengan jumlah kematian 436 ribu. 

Gejala pneumonia pada anak balita yang perlu diwaspadai orang tua, antara lain anak gelisah, frekuensi napas lebih cepat dari biasanya, dan bibir kebiruan. Jika gejala itu terlihat, segera bawa ke puskes atau rumah sakit! Pneumonia yang masih gejala awal bisa disembuhkan. 

Tapi, kalau sudah gagal napas hingga harus pakai alat bantu napas, harapannya 50%. Namun, daripada mengobati, lebih baik mencegah. Rajin periksa kesehatan anak di posyandu, lengkapi imunisasi, terutama Haemophilus influence tipe B khusus antipneumonia, dan untuk ketahanan fisis balita dengan memberi air susu ibu sedikitnya masa enam bulan pertama. 

Dari tingginya tingkat kematian anak balita akibat pneumonia ini, tak terlepas dari kesan masih kurangnya penyuluhan tentang penyakit ini terhadap warga yang kondisi sosial ekonominya rentan! 

Selain itu, kondisi lingkungan dan pola hidup mereka juga rawan menyebabkan anak balita terjangkit pneumonia, seperti orang tuanya merokok di ruang sempit tempat balita bermain! 

Jadi perlu mendorong pemerintah untuk lebih aktif melakukan penyuluhan agar warga lebih care pada kondisi anak balita mereka dalam pola hidupnya! Ingatkan warga, nyawa anak balita mereka sendiri taruhannya! ***
Selanjutnya.....

Dicabut, Fasilitas Mewah Pejabat!

PEMERINTAH Jokowi-JK mencabut semua fasilitas mewah yang dinikmati pejabat, dari penggunaan ruang VVIP di bandara sampai rapat di hotel! Presiden segera mengeluarkan instruksi pejabat pemerintahan agar rapat di gedung atau fasilitas yang ada di instansi mereka. "Kami harus tekan defisit dengan membatasi biaya yang tidak perlu, termasuk rapat di hotel," ujar Wapres M. Jusuf Kalla. 

Kecuali kalau rapat dengan semua gubernur dan bupati-wali kota, hingga ruangan untuk 1.000-an orang tak dimiliki kementerian, tambahnya. Fasilitas mewah pejabat bukan cuma ruang VVIP di bandara dan hotel tempat rapat dan menginapnya. 

Banyak hal lagi yang harus disesuaikan dalam mengubah pola hidup pejabat yang serbamewah wah-wah-wah, menjadi hidup yang serbasederhana sebagaimana dicontohkan Presiden Joko Widodo. Artinya, harus jelas apa saja yang dicabut untuk mengurangi setiap “wah” yang kadung terlembaga dalam pola hidup pejabat!

Namun, bagaimanapun juga, tak mudah membuat pejabat hidup sederhana! Sejak era Presiden Soeharto aturan pola hidup sederhana sudah ada. Bahkan presiden masa itu mencontohkan makan tiwul di hari kemerdekaan! 

Hasilnya, pola hidup sederhana hanya bisa diwujudkan sebatas seremonial belaka! Pola hidup sederhana jadi sekadar unjuk kepura-puraan! Serbaseolah-olah (pseudomatika) itu terlembaga sistemik dalam pemerintahan. Semisal, dengan kampanye pola hidup sederhana yang maksimal, rumah menteri dibangun dan ditata sedemikian rupa mewahnya, seperti di Widia Chandra! 

Pseudomatika kemudian melembaga dalam retorika politik penguasa! Setiap pejabat terlatih bicara retoris, membuat kesan seolah-olah negerinya sudah maju dan rakyat hidup makmur lewat gambaran sesat penumpang pesawat terbang selalu penuh, jumlah mobil yang banyak hingga jalanan macet. Padahal, indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia di bawah Palestina! 

Pengalaman pseudomatis itu membuat rakyat menyambut pola hidup sederhana ala Jokowi-JK yang ditekankan pada pejabat! Berbagai pembatasan itu tentu harus berlaku selain terkait hal-hal yang bersifat material, juga dalam penampilan seperti mengurangi kebisingan sirene mobil pengawal setiap pejabat lewat! Protokoler juga perlu diproporsionalkan! 

Hal penting terakhir, dengan pola hidup sederhana kerja pejabat diefektifkan dengan penghematan anggaran, agar kerja pejabat bisa makin efisien—berhasil guna! ***
Selanjutnya.....

JSS, Sebuah Minderheids Nota!

JSS—Jembatan Selat Sunda—meski secara fisis bangunannya belum pernah ada, wujudnya sudah terpateri dalam benak warga Lampung! Wujud itu, sebuah jembatan gagah di atas laut memanjang hingga batas pandang! Entah dijiplak dari mana, gambar JSS itu memenuhi bentangan baliho kampanye, dijadikan tumpuan harapan sebagai lintasan masa depan! 

Itu, ketika amuk angin barat mengguncang Selat Sunda, gelombangnya melonjak-lonjak lebih 3 meter. Setiap itu terjadi, tidak ada kompromi! Antrean truk pengangkut barang Jawa—Sumatera mengular belasan kilometer menutup semua lajur di jalan tol Merak berminggu-minggu, menanti ombak Selat Sunda kembali tenang untuk aman dan nyaman dilayari!

Itu terjadi bukan karena para nakhoda kapal penyeberangan, para cucu moyang pelaut yang gagah berani itu, kini jadi penakut! Namun, mereka tidak berlayar menembus ombak tinggi Selat Sunda karena Syahbandar yang taat aturan pelayaran internasional melarang kapal mereka berlayar dalam kondisi laut yang tidak aman! 

Jadi, saat kondisi Selat Sunda seperti itu, meski dermaga dan kapal diperbanyak, angkutan barang Merak—Bakauheni dan sebaliknya akan tetap lumpuh! JSS pun diimpikan sopir-sopir truk yang akibat kelamaan antre kehabisan uang belanja makan sehari-hari, yang muatan sayur-mayur dan buah-buahannya busuk tertahan menunggu gelombang Selat Sunda berbaik hati kepada mereka! 

Proyek JSS terakhir ini digagas Pemprov Lampung dan Banten yang membentuk konsorsium bersama PT Bangungraha Sejahtera Mulia. Disepakati, biaya keseluruhannya non-APBN, dengan mengandalkan pada gabungan investor asing dan domestik! 

Namun, ketika rancangan itu disampaikan ke pusat untuk mendapat legalitas, bukan hanya Perpres (No. 86+2011) didapat, juga oleh KIB II proyeknya ditarik ke pusat dan dikaitkan dengan APBN! Bahkan, Menko Perekonomian Hatta Rajasa janji pada 2014 dilakukan ground breaking JSS, tetapi janji itu terbukti dusta! 

Lebih dari itu, dari rencana semula JSS berbiaya sekitar Rp100 triliun, lewat Perpres 86/2011, naik jadi Rp225 triliun! Kondisi JSS terakhir ini dihabisi Jokowi-JK, dengan vonis tidak sesuai dengan visi-misi Indonesia sebagai poros maritim dunia! Kebetulan ini November, musim angin barat akhir Desember hingga Januari sudah dekat. Selamat antre sepanjang zaman menanti badai Selat Sunda reda, sopir truk tersayang! ***
Selanjutnya.....

Menyambut Agen Bank Nirkantor!

SEBENTAR lagi di kampung-kampung akan hadir agen layanan keuangan digital (LKD) alias agen individu bank nirkantor yang melayani penarikan dan tabungan para peserta Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS) melalui Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Indonesia Sehat (KIS). Eksistensi mereka sesuai Surat Edaran Bank Indonesia (BI) nomor 16/12/DPAU tentang LKD Dalam Rangka Keuangan Inklusi melalui Agen LKD Individu, Juli 2014. 

Namun, untuk implementasinya perbankan masih menunggu regulasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Khusus terkait transaksi tunai dan tabungan peserta PSKS, BI bersama Bank Mandiri dan Kantor Pos sudah melakukan uji coba pada peserta Program Keluarga Harapan (PKH) Oktober lalu, hasilnya cukup baik. (Kompas, 3/11 dan 5/11)

Direktur Micro and Retail Banking PT Bank Mandiri Tbk. Hery Gunardy kepada Kompas (idem) mengungkapkan pihaknya sudah mengajukan izin kepada BI untuk 9.000 agen LKD setahun ke depan. Selain menjalankan fungsi LKD Bank Mandiri, agen juga bisa melayani transaksi uang elektronik bagi penerima bantuan nontunai dari pemerintah. 

Dengan hadirnya agen individu LKD atau bank nirkantor di desa, meski awalnya sebatas melayani transaksi bantuan pemerintah dan menabung sebagiannya, prosesnya bisa mendorong reforma layanan (akses) perbankan warga miskin! 

Reforma layanan perbankan itu menjadi kunci reforma kapital, yang pentingnya dalam mengatasi kemiskinan seiring dengan reforma agraria! Tersingkirnya warga miskin dari proses reforma agraria dan reforma kapital, menjadi salah satu penyebab latennya mereka tertahan di jurang kemiskinan! Reforma kapital, meski dimulai dari dana bantuan pemerintah, tak masalah. 

Sebab, dengan adanya dana jaminan sosial yang teratur—di negara kesejahteraan lazim disebut human investment—bisa menghilangkan mumet mereka dari kebuntuan dalam mencukupi makanan keluarga, berubah menjadi kreatif! Jadi asumsi kalau disuapi dana tunai terus jadi manja dan malas, tak kuat contoh kasusnya di welfare state! 

Namun, untuk mempercepat pengentasan kemiskinan, keberanian pemerintahan Jokowi-JK membongkar subsidi BBM dan dialihkan ke PSKS, harus dilengkapi keberanian melakukan reforma agraria sesuai amanat UU Pokok Agraria Nomor 5/1960. Kalau itu dilakukan saksama dengan PSKS, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia lebih cepat terwujud! ***
Selanjutnya.....

Polisi Bersihkan Fitnah di Media Sosial!

POLISI mulai membersihkan media sosial dari fitnah dan penghinaan. Setelah menangkap MA, tersangka fitnah pada Presiden Jokowi dengan pornografi di Facebook, polisi menangkap tiga orang tersangka admin @Triomacan2000 yang menyebar fitnah lewat Twitter dengan modus pemerasan pejabat perusahaan negara! (Kompas.com, 4/11) 

Meski dalam kasus MA penahanan ditunda setelah Presiden Jokowi memaafkan, polisi melanjutkan proses hukumnya. Itu isyarat, polisi tegas dalam usaha membersihkan media sosial dari fitnah dan penghinaan.

Tindakan polisi yang menunjukkan para penyebar fitnah dan penghinaan lewat media sosial bisa dilacak, ditangkap dan ditahan pelakunya, menggembirakan masyarakat luas! Terutama, para pemakai media sosial yang tak terbatas usia dan latar belakang sosial—dari buruh penusuk satai sampai ibu negara! 

Betapa para pengguna media sosial sempat diresahkan oleh ramainya penyebaran fitnah dan penghinaan itu, khususnya di era pemilihan presiden lalu. Kala itu, tak sedikit warga yang enggan membuka media sosial karena terlalu banyaknya fitnah dan penghinaan di dalamnya! Lebih lagi, terkesan fitnah dan penghinaan itu disebar oleh admin yang terorganisasi! 

Dilihat dari ramai serta banyaknnya fitnah dan penghinaan waktu itu, sebenarnya penindakan yang dilakukan polisi dewasa ini relatif terlambat. Namun, bisa dipahami, karena tak mudahnya menetapkan status tersangka untuk diproses hukum. 

Kasus penghinaan yang nyata seperti di tabloid Obor Rakyat, sekarang belum disidang. Karena itu, pembersihan media sosial dari fitnah dan penghinaan yang dilakukan polisi dewasa ini, sebagai langkah awal yang baik, layak didukung. 

Diharapkan, tindakan polisi yang tegas dan konsisten dalam hal ini bisa menjadikan media sosial sebagai sarana silaturahmi dan bercanda yang sehat bagi masyarakat! Sekaligus, media mencerdaskan kehidupan bangsa! 

Di lain sisi, tindakan polisi yang tegas itu juga menjadi warning pada masyarakat, untuk tidak ikut-ikutan menggunakan media sosial sebagai sarana menyebar fitnah dan penghinaan! Sepandai apa pun orang menyamarkan identitas di balik akunnya, seperti pada kasus yang telah diungkap, polisi akan bisa menemukan orang yang harus bertanggung jawab atas akun itu! 

Untuk itu, alangkah baiknya jika sesama pemakai saling menjaga media sosial sebagai tempat bermain yang menyenangkan bagi semua! Hindari penggunaannya sebagai tempat fitnah dan caci-maki! ***
Selanjutnya.....

Pengalihan Subsidi BBM Nontunai!

PENGALIHAN subsidi BBM menjadi subsidi langsung kepada 17,1 juta keluarga miskin, Senin (3/11), diluncurkan Presiden Joko Widodo melalui program jaminan sosial nontunai Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Indonesia Sehat (KIS). Berbeda dengan bantuan langsung tunai sebelumnya, penerima akan dikirimi kartu telepon seluler yang nomornya dijadikan nomor rekening bank yang bersangkutan. 

Dananya ditransfer antara tanggal 1—10 setiap bulan ke nomor rekening tersebut. Penerima bisa menarik sebagian dan menabung sisanya! Selain Kantor Pos, penarikan juga bisa dilakukan di agen layanan keuangan digital (LKD) yang akan dihadirkan dekat penerima. Warga yang tak punya telepon seluler boleh meminjam dari keluarga atau tetangga, didampingi orang yang mengerti cara melakukan penarikannya. (Kompas, 3/11)

Bantuan nontunai tersebut telah diuji coba Oktober pada penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH). Hasilnya, dinilai lebih memudahkan peserta program. Bantuan ini sebagai pengalihan dari dana subsidi BBM menjadi subsidi langsung ke warga miskin ditegaskan Wakil Presiden M. Jusuf Kalla (Metro TV, 3/11). 

Sebagai pengalihan subsidi, selain menurut logika jumlah jaminan sosialnya lebih besar dari BLT atau BLSM yang cuma bantalan krisis akibat kenaikan harga BBM, jaminannya teratur setiap bulan sepanjang tahun! 

Dengan bantuan diberikan nontunai, bisa diharapkan tidak langsung dihabiskan seperti saat menerima bantuan tunai. Meski demikian, perlu diberikan bimbingan terutama terkait akses yang mereka miliki ke dunia perbankan dengan rekening tersebut.

Bimbingan pertama pemahaman bahwa uang yang disimpan di rekening itu jauh lebih aman dari disimpan di bawah bantal. Kedua bimbingan menggunakan uangnya ke arah lebih produktif, benar-benar untuk kebutuhan keluarganya—jangan sampai, seperti pernah ditegaskan Bupati Tulangbawang Hanan A. Rozak, warga miskin itu menghabiskan uangnya untuk main judi buntut, yang ternyata masih ramai di pelosok-pelosok! 

Untuk itu, diharapkan pamong bisa minta bantuan polisi membersihkan desanya dari judi dan penyakit masyarakat. Sedang agar warga penerima gemar menabung, sebaiknya bank memberi insentif bantuan modal dan bimbingan memulai usaha mereka yang mengelola rekeningnya secara baik. Itu sesuai tujuan dana jaminan sosial guna mengentaskan warga dari kemiskinan! ***
Selanjutnya.....

Hikayat Gubernur Ahok!

HIKAYAT juga berasal dari kisah nyata yang ditulis dalam bentuk dramatisasi yang menonjolkan karakter unik tokohnya, semisal Judge (Hakim) Bao! Salah satu kisah nyata dengan karakter tokoh unik yang kelak mungkin ditulis jadi hikayat, bukan mustahil, ialah Gubernur Ahok! Hikayat Gubernur Ahok oleh penulisnya dimulai dari masa kecil Ahok di Negeri Laskar Pelangi—Belitung. 

Masih tergolong belia ia ketika terpilih menjadi bupati di belahan timur pulau tersebut. Seusai masa jabatannya sebagai bupati, ia terpilih menjadi anggota DPR. Dari situ pula ia dicalonkan partainya sebagai wakil gubernur Ibu Kota Negara, mendampingi Jokowi yang menjadi calon gubernurnya.

Bukan saja mereka menang telak dari petahana yang didukung mayoritas partai politik! Bahkan, gubernurnya dua tahun kemudian terpilih menjadi presiden. Ahok pun dapat peluang jadi gubernur! 

Dramatisasi karakter khas Ahok dalam era kepemimpinannya di Ibu Kota itu mungkin dimulai dari kisah ia memergoki bus baru Trans-Jakarta karatan! Ia mencak-mencak, mengundang perhatian Kejaksaan Agung untuk mengusut pengadaan ratusan bus yang bernilai triliunan rupiah itu! 

Episode ini tentu lengkap dengan hasil Kejaksaan Agung menangani kasusnya, kepala Dinas Perhubungan dan semua yang terlibat ditahan, disita bukti pencucian uang hasil korupsi, termasuk kondotel di Bali! 

Episode lain yang penting tentu adanya demo anarki dan demo rutin setiap Jumat, massa menolak hak Ahok melanjutkan jabatan gubernur sesuai aturan main demokrasi! Kelak, di zaman demokrasi telah matang, episode ini bisa menjadi bagian yang digemari penonton karena menggelitik orang zaman itu, ada massa menolak hak konstitusional yang didapatkan secara sah! 

Episode penting berikutnya adalah ketika Ahok memecat kepala Dinas Pekerjaan Umum. Ia dipecat Ahok karena tak mau menandatangani pembayaran proyek pengerukan sungai-sungai di Jakarta. Ini salah satu proyek unggulan Jokowi-Ahok untuk mengatasi banjir, nilainya triliunan rupiah. 

Akibat kepala Dinas PU tak mau meneken pembayaran, proyeknya yang harus selesai sebelum musim hujan tiba terhambat, banjir pun belum teratasi signifikan! Selain itu, pelaksana proyek rugi seratusan miliar. Jadi, dalam hikayat itu juga ada kisah Ahok gagal mengatasi banjir, hanya karena—entah kenapa—ada pejabat enggan menandatangani pembayaran proyek pengerukan sungai-sungai!" ***
Selanjutnya.....