Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Sihir Setan Gundul bin Nanoteknologi!


SEORANG tokoh dari desa Umar datang menemuinya di kota. "Warga desa kita resah!" keluh sang tokoh. "Ada sepasang setan gundul ahli sihir!"

"Setan gundul seperti apa?" potong Umar.

"Sebetulnya setan gundul itu julukan dari warga desa buat sepasang suami-istri pensiunan dengan kepala sama-sama botak, yang dikirim yayasan tinggal di kompleks tepian desa kita!" jelas tokoh.

"Yang itu! Aku jumpa waktu mudik Lebaran!" timpal Umar. "Tak mungkin mereka main sihir!"

"Kalau tak melihat sendiri memang tak percaya!" tegas tokoh. "Warga desa yang melihat langsung menyimpulkan itu sihir! Ceritanya, Pak Joyo pingsan. Suami-istri itu datang membawa kopor berisi botol-botol kosong. Si istri mencolok lengan kiri dengan jarum infus yang nyambung ke botol kosong dari kopornya, suaminya melakukan hal serupa di lengan kanan juga dengan botol kosong! Keduanya berkali-kali menukar botol kosong itu dengan botol kosong lainnya. Akhirnya, setelah satu jam lebih ke botol terakhir milik istrinya, mengalir cairan mirip lemak dari dalam tubuh Pak Joyo! Tak lama Pak Joyo sadar dan menyatakan tubuhnya merasa sehat! Warga yakin, botol-botol kosong itu tempat para jin pelaksana sihirnya!"

"Itu bukan sihir!" tegas Umar. "Bapak itu ahli nanoteknologi, bisa membuat mesin-mesin berukuran sepermiliar (nano) meter, atau 10 pangkat minus 9. Istrinya ahli mikrobioteknologi, kerjanya membuat virus dari beragam enzim untuk menghasilkan virus yang dibutuhkan!"

"Apa ada teknologi seperti itu?" potong tokoh.

"Maka itu, jangan tergesa menuduh sihir!" tegas Umar. "Jangan-jangan Pak Joyo kena serangan jantung atau malah strok! Untung cepat datang bantuan pasangan ilmu mutakhir!"

"Kalau tak terlihat mata, sepermiliar meter begitu, bagaimana mereka menanganinya?" kejar tokoh.

"Pakai scanning tunneling microscopy (STM) dan atomic force microscopy--AFM!" jelas Umar. "Tak cuma kecilnya ukuran yang ditangani alat-alat itu, kecepatan proses kerja atomiknya juga mencapai nanoseconds--sepermiliar detik! Kecil dan cepatnya nanotek itu jadi unggulan teknologi informasi! Intel, tahun 2005 merelis static random access memory (SRAM) 70 MB--mega (juta) bit--chip sebesar kuku itu berisi 500 juta transistor! Kini, persaingan chip di ponsel kita sudah di tataran GB--giga (miliar) bit per detik--1000 kali lebih cepat dari lima tahun lalu!"

"Uedan!" entak tokoh. "Kemajuan pengetahuan sudah sejauh itu, pendidikan kita bagaimana?"

"Dunia pendidikan kita masih sibuk mencari tambahan kutipan pada orang tua murid!" jawab Umar. ***

Selanjutnya.....

Paradoks Rendang di Nasi Bungkus!


UMAR membeli nasi bungkus pakai rendang satu potong. Ternyata potongan daging rendangnya kecil, tak sebanding dengan nasinya. Esoknya dia beli dengan rendang dua potong, rendangnya justru besar-besar! Ia ulang-ulang, hasilnya sama!

"Paradoks!" entak Umar. "Ideal atau logisnya kan, kalau pakai satu potong rendangnya besar agar sebanding untuk menghabiskan nasinya! Sedang kalau pakai dua potong diberi yang kecil, paling tidak salah satunya, agar daging tak berlebihan!"

"Meski terlihat cuma faktor subjektif, hal itu justru mencerminkan pelayan restoran brilian!" timpal Amir. "Ia memilah kelompok sosial pembeli nasi bungkus dengan rendang sepotong dan dua potong! Pembeli dengan rendang satu potong ia masukkan kelompok kurang mampu atau massa, biasa makan asal nasinya banyak dengan lauk secuil pun cukup! Sedang pembeli dengan dua potong rendang kelompok mampu atau elite, biasa makan lebih utama lauk ketimbang nasi!"

"Aneh, judgment pelayan itu merefleksikan cara berpikir dan bertindak mayoritas warga bangsa yang cenderung berorientasi elitisme berbasis feodalistik--sistem sosial yang menjustifikasi hak-hak istimewa warga lapisan atas!" tukas Umar.

"Contohnya, jika mayoritas warga lapisan bawah masih megap-megap di garis kemiskinan BPS sekitar Rp190 ribu per jiwa per bulan (setara upah minimum buruh dua anak Rp760 ribu per bulan), dinilai sah dan wajar saja jika anggota DPR menerima (Metro TV, [29-7]) sekitar Rp65 juta per bulan, nyaris 100 kali lipatnya!"

"Artinya, sah dan wajar saja jika mayoritas warga bangsa cuma bisa makan berlauk sepotong tempe, elitenya sekali makan berlauk setara 100 potong rendang!" timpal Amir. "Mayoritas massa pergi dan pulang kerja berimpitan di metro mini atau kereta api, di parkiran mobil DPR dalam tayangan Metro TV berjajar Alphard (Rp700 juta-Rp1,2 miliar) sampai Jaguar--lebih Rp2 miliar!"

"Cara pandang menganggap sah dan wajar saja realitas itu tentu luas implikasinya!" sambut Umar. "Secara umum masyarakat menjadi imun atau menganggap biasa saja elite hidup amat berlebih-lebihan di samudera kemiskinan massa yang bertahan hidup dalam kondisi serbakekurangan!"

"Lebih celaka lagi ketika imunitas itu menguat di kalangan elitenya, mereka bukan saja mati rasa untuk tetap bisa nyaman hidup mewah di atas penderitaan rakyatnya, bahkan lebih gila lagi semakin semata berorientasi bagi peningkatan kenikmatan diri dan kelompoknya! Paradoksnya, mereka ngeyel kampanye pola hidup sederhana mengamalkan amanat penderitaan rakyat!"

Selanjutnya.....

Fatwa Baru MUI, Asas Pembuktian Terbalik!


"FATWA MUI, Majelis Ulama Indonesia, kian tajam!" ujar Umar. "Usai fatwa haram menayangkan dan menonton infotainment, MUI mengeluarkan fatwa baru merekomendasikan asas pembuktian terbalik dalam sistem hukum! Fatwa ini diharap mampu mendorong percepatan pemberantasan korupsi yang telah menjadi persoalan kronis bagi bangsa dan sulit dibuktikan!" (Kompas, [28-7])

"Tampilnya MUI di barisan depan pembenahan hidup bangsa dengan fatwa-fatwa aplikatif bagi penguatan pola hidup Qurani, jelas positif!" sambut Amir. "Fatwa terkait masalah yang belum diatur hukum, seperti asas pembuktian terbalik, tergantung pada pertimbangan Presiden dan DPR yang berwenang membuat hukum—UU! Sejauh ini, usul serupa dari berbagai unsur bangsa belum direspons positif para pembuat hukum itu!"

"Di sisi lain, pemberantasan korupsi tersandung mafia hukum, lalu penyidik sulit mendapat cukup bukti!" tegas Umar. "Hal itu dilukiskan Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI Masyuri Naim (Kompas, [28-7]), 'Selama ini korupsi itu seperti kentut. Tercium baunya, tetapi sulit dilacak dan diketahui dari mana sumbernya. Padahal korupsi marak dan jelas-jelas merugikan kepentingan rakyat'!"

"Namun, tampilnya MUI dengan fatwa itu sebagai penajam desakan penerapan asas pembuktian terbalik dalam sistem hukum tak menjadi jaminan bisa menggetarkan nurani para pembuat hukum!" timpal Amir. "Masalahnya, sasaran pemberantasan korupsi terutama abuse of power—penyalahgunaan kekuasaan—terutama kekuasaan negara dan pemerintah! Jebulnya, para pembuat hukum itu justru bagian dari sasaran! Malah, dekade awal abad 21 jadi realitas, pihak pembuat UU sendiri—kalangan DPR—ramai diadili kasus korupsi! Tak aneh, kalau para pembuat UU enggan menambah jerat baru yang lebih jitu lagi buat diri mereka!"

"Konon lagi di balik itu ada dalih buat mereka berlindung, kurang sejalannya asas pembuktian terbalik dengan asas praduga tak bersalah!" tukas Umar. "Dengan tameng itu mereka berlindung dan mengelak dari usul asas pembuktian terbalik yang mengandung ancaman bagi diri mereka! Untuk itu mereka lupa simpul Levy-Strauss, hukum itu resolusi imajiner buat konflik nyata! Artinya, hukum harus bisa mengaransemen elemen berlawanan menjadi harmoni kemaslahatan!"

"Berarti, mereka yang mengelak hingga takkan pernah bisa mengaransemen harmoni hukum bagi kemaslahatan itu, tidak kompeten jadi pembuat hukum!" sambut Amir. "Menyerahkan negara ke tangan yang tak kompeten, ingat kata Sang Panutan, tunggu saja kehancurannya!" ***

Selanjutnya.....

Deklarasi Bebas Byarpet Nasional!

"MANA lebih tinggi undang-undang (UU) dengan deklarasi?" tanya Umar.

"Jelas lebih tinggi UU karena secara legal formal mengikat setiap warga negara menaatinya!" jawab Amir. "Sedang deklarasi tekad perjuangan sifatnya das sollen--yang harus diperjuangkan mewujudkannya, terutama oleh para deklarator! Contohnya Deklarasi Hak-hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia, itu tekad perjuangan bangsa-bangsa sedunia menegakkan HAM justru di tengah kondisi HAM yang buruk di seantero jagat!"

"Terima kasih!" sambut Umar. "Soalnya, Presiden mendeklarasikan listrik bebas byarpet nasional! Padahal, jalan tol yang diatur dengan UU sebagai jalan bebas hambatan saja dalam prakteknya bukan lagi bebas hambatan, bahkan sering lebih macet dari jalan nontol! Lebih macet lagi saat ada iringan mobil pejabat, jalan tol harus kosong dari kendaraan 15 menit sebelum iringan lewat!"

"Itu dia!" tegas Amir. "Jadi, deklarasi listrik bebas byarpet nasional lebih sebagai tekad perjuangan (das sollen) jajaran PLN untuk mewujudkannya! Untuk itu layak kita hargai dan salut pada jajaran PLN telah mendeklarasikan tekad perjuangan tersebut! Diharapkan, tekad itu akan memotivasi segenap jajaran PLN untuk bekerja keras pantang menyerah mengatasi tantangan keterbatasan sumber daya energi (pasokan) listrik!"

"Berarti tak lagi seperti selama ini, jajaran PLN cenderung seenak mereka saja mengatur giliran pemadaman ketika salah satu sumber pasokannya mengalami gangguan!" timpal Umar. "Ke depan, dengan deklarasi itu, segenap jajaran PLN wajib berjuang mengatasi agar tidak sampai terjadi pemadaman bergilir (byarpet) ketika hal sama terjadi! Saat terjadi hal-hal bersifat aksidental, seperti pohon tumbang menimpa jaringan atau travo disambar petir, jajaran PLN wajib bekerja dengan kondisi darurat, menanganinya cepat dan maksimal untuk segera memulihkan saluran daya, bukan lagi mengalihkan keluhan pelanggan ke pesawat telepon yang tak dilayani!"

"Kita harapkan deklarasi listrik bebas byarpet nasional ampuh menyulut semangat kerja keras jajaran PLN berjuang mewujudkannya!" tegas Amir. "Jika deklarasi itu berhasil memotivasi jajaran PLN sedemikian maksimal, listrik bebas byarpet nasional bisa diwujudkan cukup dengan deklarasi, mengalahkan jalan bebas hambatan yang gagal diwujudkan sekalipun pakai UU!"

"Namun, jika gagal, dalihnya mudah sekali!" tukas Umar. "Jalan tol bebas hambatan pakai UU saja gagal diwujudkan, apalagi listrik bebas byarpet nasional yang cuma pakai deklarasi!"

Selanjutnya.....

'Mismanagement Mine-land Bomb'!


SEORANG turis ke pantai barat untuk berselancar, sesampai pondokan tempat menginap seketika berlari menjauh dari pondokan dengan menggotong back packer--tas gendongnya.

"Mine-land bomb! Maine-land bomb!" teriak si turis pada teman-temannya menunjuk ke warung pondokan. Teman-temannya ikut berlari ketakutan, karena turis yang berteriak itu veteran perang Afghanistan memberi tahu ada bom ranjau darat! Ia kompeten dalam hal itu!

"Di mana?" tanya pemandu mendekati si turis tiarap."Dalam warung!" jawab si turis. "Warnanya hijau!""Itu tabung gas dapur warung!" jelas pemandu.

"Ranjau bisa disamar seperti apa saja!" tegas turis. "Dari bentuk dan ukurannya, itu bom ranjau darat! Lazimnya bom ranjau, tersentuh sedikit saja meledak!"
"Kenyataannya memang begitu!" timpal pemandu. "Ledakan bom ranjau darat itu beruntun di seantero negeri, frekuensinya mungkin lebih tinggi dari bom ranjau darat di Afghanistan!"

"Maka itu! Tunggu, kujinakkan!" tegas turis merangkak tiarap menuju tabung gas di dapur warung. "Now safe," serunya usai melepas tabung bom ranjau darat dari selang pemicunya.


Pemandu pun bercerita panjang bagaimana bom ranjau darat itu sampai ke rumah warga.
"Mismanagement!" tukas turis lain yang konsultan. "Proses planning, staffing, directing, dan controlling program seperti kau tuturkan itu dilakukan secara berantakan! Lebih fatal lagi, semua tahapan prosesnya tanpa dilandasi prinsip etika-moral--track bagi ilmu ekonomi dan public interest ditempatkan Adam Smith!"

"Prinsip etika moral seperti apa?" kejar pemandu."Dalam planning, etika-moral yang berorientasi pada keselamatan rakyat sasaranprogram tidak mendapat penekanan memadai!" jelas konsultan. "Akibatnya dalam staffing, distribusi tanggung jawab (job description) tidak jelas, saat terjadi masalah semua pihak saling melempar tanggung jawab!

Pelaksanaan atau directing-nya pun jadi sama sekali lepas dari etika-moral, tender pembuatan perangkat berbahaya itu jatuh ke perusahaan yang tidak mampu melaksanakan sendiri kewajibannya, sehingga menyubkontrakkan pekerjaan pada pihak yang tidak kompeten! Quality control produt tak jalan, dari banyaknya yang meledak bisa ditebak

'Standar SNI'-nya asal ditempel! Kontrol distribusinya juga lemah, lebih mengutamakan target kuantitatif, bukan keselamatan rakyat dalam bermain bom ranjau darat itu!"

"Kalau faktor etika-moral pada pengelolaan program pemerintah pokok masalahnya, bukan rahasia umum lagi!" tegas pemandu. "Celakanya, faktor itulah yang selama ini langka jalan keluarnya!"

Selanjutnya.....

Akhirnya, Korban Tabung Gas pun Jatuh di Lampung


"KORBAN tabung gas 3 kg akhirnya jatuh di Lampung!" ujar Umar. "Sukardi, warga Gisting Bawah, Tanggamus, jadi korban pertama konversi minyak tanah ke kompor gas di provinsi ini. Padahal distribusi kompor gas itu di Lampung belum selesai! Untuk tujuh kabupaten lagi--Lampung Timur, Tulangbawang, Tulang Bawang Barat, Mesuji, Lampung Barat. Lampung Utara, dan Way Kanan, pembagian 769.202 set kompor gas baru selesai awal Ramadan!"

"Sukardi sebenarnya sudah tahu tabung gasnya bocor, dia larikan keluar rumah!" sambut Amir. "Ternyata di belakang rumah ada tungku, apinya menyambar tabung, Sukardi pun terbakar sekujur tubuh!"

"Masalahnya, bagaimana agar korban pertama ini bisa menjadi korban terakhir!" tegas Umar. "Semua pihak di provinsi ini harus bisa bekerja sama melakukan pencegahan dini, dengan pemeriksaan ketat sejak penerimaan perangkat kompor gas baru dari Jakarta dicek satu per satu semua perangkatnya dalam air sampai betul-betul tak ada kebocoran, dengan prinsip lalai satu tabung, tewas satu orang! Kemudian proses pengisiannya, setiap tabung dipastikan ring dan valve-nya tidak rusak atau bocor! Lalu sepanjang jalur distribusi, dipastikan tak ada pengoplosan dan perbuatan jahat lain yang bisa berakibat korban jiwa!"

"Konsumen juga harus waspada!" timpal Amir. "Setiap membeli gas harus dicelupkan dulu dalam air di ember untuk memastikan peranti tabung tak ada yang bocor! Kalau ada kebocoran, segera kembalikan ke penjual dan beri tahu agar diamankan!"

"Kembali ke kerja sama antarinstansi untuk pencegahan dini, Pemprov mengordinasi agar setiap instansi terkait punya petugas di setiap mata rantai pengamanan tadi!" tegas Umar. "Sebagai jaminan pemerintah (daerah) telah melakukan tugas negara melindungi setiap warga, Pemprov Lampung bisa mengeluarkan label ‘security checked’ di setiap tabung yang baru diisi, sebagai tanda semua prosedur pengamanan telah dipenuhi! Ini bisa membantu konsumen merasa aman menggunakan perangkat yang mudah meledak itu!"

"Artinya, Lampung harus menjadi pelopor untuk peduli pada nasib rakyat dari ancaman bom yang dikirim ke rumah warga itu!" timpal Amir. "Jangan ikuti cara pemerintah nasional maupun provinsi lain yang tega melakukan pembiaran warganya jadi korban bom secara beruntun! Dengan jaminan 'security checked' itu, gejala ramai-ramai kembali ke minyak tanah bisa diatasi--karena beban rakyat semakin berat akibat minyak tanah langka, kalaupun ada Rp8.000/liter, lebih mahal dari pertamax Rp6.800/liter di Lampung!"

Selanjutnya.....

Keadilan Ekonomi ala Kerokan Kates!


"MBOK, siapa yang ngerokin kates--pepaya sayur--untuk pecal ini?" tanya Umar saat makan pecal di warung. "Kerokannya halus dan ukurannya rata sama besarnya, jadi seperti mi!"

"Siapa yang sempat saja!" jawab simbok penjual pecal. "Kadang saya, kadang bapaknya, atau anak perempuan, juga yang laki-laki! Semua bisa!"

"Selalu halus dan rata besarnya seperti mi begini?" timpal Amir. "Halus rata, jadi renyah!"
"Memang harus seperti itu! Bisa halus dan rata bukan soal siapa yang mengerok katesnya, tapi berkat kerokan buatan bapaknya!" jelas simbok. "Lina, ambilkan kerokan kates di dapur"


"Seperti ini kerokannya!" ujar Umar menerima kerokan dari Lina. "Mata pisaunya terbuat dari pelat baja tipis dibuat lima lipatan seperti kipas, lipatan tengah paling pendek, semakin ke tepi semakin tinggi, sehingga jajaran pisau mengikuti bulatnya buah pepaya! Di ujung lipatan muka-belakang dikikir tajam, bolak-balik fungsional, digagangi kayu agak besar agar enak dipegang!"

"Kerokan seperti ini belum ada di pasar, Mbok!" tegas Amir.

"Bapak bisa memproduksinya untuk dijual di pasar! Sekalian dibuat bentuk sebaliknya, pisau tengahnya tertinggi dan semakin ke tepi semakin pendek, untuk mengerok kelapa kopyor, agar kerokannya bisa halus dan rata begini, pasti lebih enak disantap pelanggan!"

"Bapaknya tak sempat, harus bantu saya jualan" jawab simbok. "Saya tak mampu jualan sendiri!"

"Begitu?" timpal Amir. "Tapi yang penting idenya, untuk menghasilkan kerokan berukuran sama yang rata, kerokannya disesuaikan dengan bentuk pepaya! Seharusnya begitu juga pembangunan untuk bisa menghasilkan keadilan sosial-ekonomi rakyat yang sama dan merata, disesuaikan pada bentuk kontur sosial-ekonomi rakyat! Bukan seperti sekarang, model teknokratis yang justru disesuaikan pada kepentingan kalangan elitenya!"

"Dengan penyesuaian pada kepentingan elite itu, proses pembangunan sosial-ekonomi jadi seperti kerokan kates bermata tunggal, hasil kerokannya tak berukuran sama dan rata!" tegas Umar.

"Jika terkait kepentingan elite, kerokannya dibuat besar dan tebal! Sedang yang tak terkait kepentingan elite, kerokannya kecil-kecil! Bahkan ada kerokan imajinatif, seolah-olah saja dikerok, padahal tak ada hasil kerokannya sama sekali!"

"Anehnya, justru kerokan kates model teknokratis yang lazim dipakai dalam pembangunan sosial-ekonomi!" timpal Amir. "Akibatnya, semakin lama pembangunan dijalankan, semakin tajam pula ketimpangan sosial-ekonomi antara elite dan rakyat--terutama ketimpangan pendapatan!"

Selanjutnya.....

Bulu Ayam Disasak,Siapa Diam Digasak!


"LIHAT, Nek! Tuh! Bulu ayam disasak!" tunjuk Tina keluar mobil. "Warga desa sini kreatif banget!"

"Bukan disasak!" sahut nenek. "Bulunya memang tumbuh terbalik! Namanya pitik walik! Parikan-nya, pitik walik sobo wono, sing becik ketitik yen olo ketoro--ayam berbulu terbalik main di hutan, yang baik terlihat, yang buruk ketahuan!"

"Rupanya karena peribahasa itu Nenek dan warga desa sini diam saja kalau ada orang berniat buruk berusaha mengakal-akali, karena yakin setiap perbuatan buruk akhirnya ketahuan?" tukas Tina. "Nyatanya tak selalu begitu, karena orang yang berniat buruk itu justru pakai peribahasa, bulu ayam disasak, siapa diam digasak! Pembodohan dan tipu-menipu pada warga desa merajalela!"


"Itu dahulu!" bantah nenek. "Sekarang berubah jauh sekali, kalau ada orang jahat masuk desa dikalungi ban mobil, dibakar hidup-hidup!"

"Sadis banget?" entak Tina. "Tak dihalangi polisi?"

"Kalau polisi tiba tepat waktu, tentu diamankan!" jawab nenek. "Begitu pun terkadang dikejar oleh warga untuk direbut kembali! Begitulah realitas perubahan luar biasa pada warga desa dari pitik walik sobo wono, ke bulu ayam disasak--bukan siapa diam digasak--tapi pencuri ayam ditanak!"

"Curi ayam saja dikalungi ban mobil?" kejar Tina.

"Pernah terjadi!" tegas nenek. "Perubahan juga terjadi terkait pembodohan dan akal-akalan orang luar desa! Dahulu kalau ada orang luar, warga desa ketakutan dikira intel, yang dengan mudah mengolah kasus membodohi, mengakali untuk memeras mereka! Serangan fajar saat pemilu dilakukan dengan membangunkan warga untuk memilih partai tertentu, diiringi ancaman bakal dibuat sengsara jika memilih lain!"

"Sekarang bagaimana?" potong Tina.

"Sekarang, orang luar kalau bukan berasal dari kawasan sekitar desa itu kebanyakan takut, malah sama sekali tak berani melintas suatu desa!" tegas nenek. "Warga desa telanjur membuat stereotipe orang luar suka membodohi, mengakali dan memeras! Saat pemilu dan pilkada, serangan fajar justru mereka jadikan kesempatan gembira menyambut utusan semua calon, dengan pilihan tetap pada subjektivitas mereka!"

"Berarti terjadi pergeseran dengan reposisi warga desa dari sebelumnya sekadar objek, kini semakin menjurus untuk menjadi subjek!" timpal Tina. "Proses reposisi bersifat eksistensial ini bisa tak mulus bahkan menjadi liar, jika kecenderungan wild-wild east hingga orang luar takut melintas desa tak mendapat keseimbangan baru dengan meminimalisasi stereotipe mereka pada 'orang luar'! Bagaimana caranya, ahlinya yang tahu!"

Selanjutnya.....

Deklarasi Anak Batal Dibacakan!


"DEKLARASI 'Suara Anak Indonesia' hasil rumusan Kongres Anak Indonesia di Pangkal Pinang (19—24 Juli), batal dibacakan di depan Presiden SBY pada acara puncak Hari Anak Nasional di TMII kemarin!" ujar Umar. "Padahal mata acara itu ikut geladi resik sehari sebelumnya!"

"Apa alasan pembatalannya?" sambut Amir.

"Pendamping anak pembaca deklarasi, Puspasari, dikutip SM-Cybernews (23-7) berkata, pihaknya dapat informasi pembatalan dari penyelenggara atas perintah Istana!" jawab Umar. "Mata acara itu dijadwalkan lima menit pada pukul 09.12!"


"Isi deklarasinya apa sih, kok ada yang takut kalau itu didengar Presiden?" kejar Amir.

"Menurut Tempo-interaktif (23-7), deklarasi yang akan dibacakan dua perwakilan anak Indonesia, Maesa Ranggawati Kusnandar (15) asal Jawa Barat dan Arief Rochman Hakim (16) asal Bangka Belitung itu berisi delapan poin!" jelas Umar. "Kata Puspasari, panitia bilang tidak bisa dibacakan mungkin karena poin ke-8!"

"Apa isi poin ke-8 itu?" entak Amir.

"Poin ke-8 berisi permohonan peserta Kongres Anak Indonesia, agar anak-anak dilindungi dari bahaya rokok dengan melarang iklan rokok dan menaikan harga rokok!" jawab Umar. "Poin lain berisi permintaan kepada pemerintah agar menyediakan rumah khusus untuk anak-anak telantar dan korban kekerasan, mendahulukan proses mediasi dalam pengadilan anak, serta meminta jaminan kesehatan."

"Kalau cuma itu, apa mungkin Presiden SBY bisa merasa tertampar pipinya kalau dibacakan anak-anak di depannya? Kurasa petugas sensornya yang takut tak menentu!" tukas Amir. "Saking takutnya tak peduli acaranya jadi tak lucu, pembacaan deklarasi hasil Kongres Anak di depan Presiden pada Hari Anak Nasional ditiadakan!"

"Tukang sensornya pasti lebih tahu dari kita soal begitu!" timpal Umar. "Bisa jadi hal itu memang kurang pada tempatnya dibaca di depan Presiden! Jadi, tukang sensor bisa mendapat nilai negatif!"

"Bukan mustahil!" sambut Amir. "Tapi dengan itu memberi isyarat, kubu penguasa mulai rentan terhadap kritik! Kritik dari anak-anak sekalipun, hingga harus disensor pada upacara yang amat penting bagi anak-anak itu! Apalagi dari waktu sensor itu dilakukan, mengesankan hipokritnya para orang tua! Pada Hari Anak mengumbar janji melindungi anak-anak dari segala hal yang merusak mereka, saat bersamaan atas nama kekuasaan mengencundangi hak anak untuk didengar suaranya! Alhasil, perlindungan perlu diprioritaskan bagi anak-anak justru dari laku lajak mereka yang punya atas nama kekuasaan!"

Selanjutnya.....

Si 'Kambing Hitam' Perubahan Iklim!


"IBU menyambal pakai cabai apa sih, tak terasa menyengat pedasnya?" entak Budi.

"Itu dampak perubahan iklim, hujan turun tak menentu, banyak tanaman cabai rusak, harganya jadi mahal!" jawab ibu. "Karena mahal, cabai belum cukup umur dipanen, jadi kurang pedas!"

"Sudah mahal, tak pedas pula!" gerutu Budi. "Tapi kenaikan harga kebutuhan pokok bukan hanya akibat perubahan iklim yang berpengaruh di sentra produksi! Kenaikan harga itu juga akibat ongkos angkut dari sentra produksi ke pasar naik karena jalan rusak, yang tak cuma memperlambat jalan kendaraan, tapi malah macet, menyita waktu dan bahan bakar!"

"Jalan-jalan rusak jadi semakin parah juga karena perubahan iklim!" timpal ibu. "Karena hujan turun tak menentu, perbaikannya jadi terkendala!"


"Kalau itu, secara nyata dan jelas perubahan iklim dijadikan si 'kambing hitam'!" tukas Budi. "Sebab, kerusakan jalan tak segera diperbaiki terjadi sejak sebelum gejala perubahan iklim muncul! Lalu ketika terjadi perubahan iklim rusaknya semakin parah, hingga di jalan Lintas Sumatera saja bisa macet panjang di berbagai lokasi, perubahan iklim dijadikan alasan! Manusia tak mau disalahkan, semua kesalahan dilimpahkan ke alam!"

"Padahal, perubahan iklim itu sendiri tak terlepas dari kesalahan manusia!" timpal ibu. "Perubahan iklim terjadi akibat pemanasan global yang disulut oleh semakin padatnya gas karbon dari buangan cerobong industri, air conditioner dan mobil negara-negara maju di atmosfer, mengakibatkan efek rumah kaca--bumi semakin panas--penguapan laut kian besar, curah hujan meningkat, es di kutub mencair, dan permukaan air laut naik!"

"Tapi negara maju menyalahkan kita, karena membabat hutan tropis!" kejar Budi. "Padahal akibat pembabatan hutan itu yang tenggelam oleh banjir kita sendiri, bukan mereka!"

"Hutan tropis itu produsen oksigen terpenting untuk bumi sekaligus membuat keseimbangan dengan karbon di atmosfer!" jelas ibu. "Memang harus adil, negara industri harus serius melakukan mitigasi--mengurangi gas karbon dari industrinya, kita memelihara hutan tropis! Tapi perubahan iklim yang terjadi ekstrem di seluruh permukaan bumi sekarang menunjukkan, baik negara-negara maju maupun kita sama-sama kurang serius melaksanakan kewajibannya!"

"Kalau begitu kita harus antisipasi segala dampak perubahan iklim!" tegas Budi. "Jika para pemimpin dunia sudah lain di mulut lain perbuatan begitu, umat manusia sedunia yang menanggung derita!"

Selanjutnya.....

Dibubarkan, Tim Mafia Kasus Pajak!


"MABES Polri membubarkan tim independen yang menangani mafia hukum kasus pajak terkait Gayus Tambunan, padahal masih banyak pihak yang terkait belum ditangani, bahkan jaksa Poltak dan Cirus Sinaga belum ditetapkan sebagai tersangka!" ujar Umar.

"Juga, mengingat Gayus hanya pegawai golongan III/a, mudah diduga dia hanya setara pion dalam mafia pajak, tapi orang pada posisi strategis di atasnya belum didalami!"
"Entah ada apa di balik pembubaran tim yang terkesan mendadak itu!" sambut Amir. "Namun dengan pelimpahan kasusnya ke Bareskrim Mabes Polri untuk dilanjutkan penanganannya, masih bisa diharapkan penindakan lebih lanjut terhadap semua pihak yang terkait kasus mafia hukum dan kasus pajak Gayus Tambunan!"

"Tetap lebih afdal tim yang telah menelusuri kasus per kasus sejak awal, sehingga urutan selanjutnya tak bias!" tegas Umar. "Lebih lagi, atas temuan uang Gayus Rp74 miliar di safety box bank yang belum disebut Gayus dari mana saja asalnya, bisa sulit dilacak jika terputus jalinan pengusutannya! Termasuk menghilangnya dua orang tersangka, Robertus Antonius dan Imam Cahyo Malik, keduanya konsultan pajak terkait kasus Gayus! Menurut catatan Detikcom (21-7), Imam adalah konsultan pajak Bumi Resources--dari kelompok usaha terkait kasus pajak Rp1,5 triliun!"


"Dengan begitu memang, pembubaran tim ini bisa membuat seputar kasus mafia hukum dan pajak terkait Gayus Tambunan menjadi semakin misterius!" timpal Amir. "Dan semua itu kayaknya tak terlepas dari tergesa-gesanya pihak kepolisian memberangus Komjen Pol. Susno Duaji sebagai tokoh pertama pengungkap kasus mafia hukum kasus pajak Gayus yang melibatkan banyak oknum polisi, agar tak melanjutkan nyanyiannya yang bisa membuat lebih banyak lagi koleganya terlibat kasus yang dia sebut disimpan di dua brankas!"

"Pokoknya dengan pembubaran tim independen hingga terputus jalinan proses penanganan kasus terkait Gayus Tambunan, banyak pihak bisa menarik napas lega!" tukas Umar. "Di antaranya, dua jenderal yang disebut Susno terlibat kasus tersebut, Edmon Ilyas dan Raja Erizman! Sebab, saat ditanya soal kedua jenderal itu, Kabareskrim Komjen Pol Ito Sumardi menjawab, 'Sekarang kan kasus yang ditangani tidak ada indikasi pelanggaran, belum ada indikasi pelanggaran mereka. Tapi jika mereka dianggap ada kelalaian makanya mereka dicopot!" (RM-Online, [21-7])

"Syukur kalau begitu!" timpal Amir. "Cuma ingin tahu ada apa di balik dadakan itu, kok!"

Selanjutnya.....

Dari Teluk Meksiko ke Lumpur Lapindo!


"BENCANA semburan minyak kotor dari sumur pengeboran bawah laut yang meledak di Teluk Meksiko 20 April 2010 ke lima negara bagian AS--Texas, Lousiana, Mississippi, Alabama, Florida--berhasil diatasi! Para ahli British Petroleum (BP), pemilik anjungan yang meledak dan menewaskan 11 karyawannya itu, berhasil menyumbat sumber semburan!" ujar Umar. "Usaha keras BP hingga mengatasi bencana itu hanya dalam tiga bulan, berkat ancaman Presiden Barack Obama yang tak akan memberi izin lagi untuk pengeboran kepada BP! Buat izin yang ada hanya diberi waktu enam bulan lagi dari perpanjangan izin tiga tahun yang baru dikeluarkan Maret 2010!"

"Sedemikian keras pun ancaman Obama, di dalam negeri ia tetap menghadapi tekanan politik dari segala penjuru yang menilainya lembek!" sambut Amir. "Itu akibat semburan 11 ribu barel (1 barel satu drum berisi 188 liter) minyak kotor per hari itu telah merusak lingkungan pantai lima negara bagian dan mematikan banyak usaha perikanan dan nelayan! Dengan tekanan politik dalam negeri itu, Obama pun menekan BP untuk membayar ganti rugi kerusakan yang ditimbulkan, disetujui BP sebesar 20 miliar dolar AS--setara Rp182 triliun!"

"Membanding penyelesaian masalah semburan minyak kotor di Teluk Meksiko itu dengan kasus semburan lumpur panas Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur, terkesan perbedaannya seperti siang dan malam!" tegas Umar. "Di Lapindo, Presiden SBY cukup hanya dengan mengeluarkan Keppres yang meringanankan Lapindo untuk membayar uang muka ganti rugi 20 persen kepada para korban lumpur panas, sehingga sisanya sampai dituntut lewat demo dari Jatim ke Jakarta pun hingga kini belum selesai! Bersama itu, pemerintah mengeluarkan biaya sendiri Rp4,3 triliun untuk menanggulangi dampak lumpur panas Lapindo pada fasilitas publik--jalan tol, jalan kereta api, dan sebagainya! Sedang perusahaan yang harus bertanggung jawab, malah dibuat tenang-tenang saja! Tak ada tekanan dan ancaman sekeras Obama pada BP dari Presiden Indonesia pada Lapindo! Akibatnya, bencana lumpur Lapindo yang sudah empat tahun itu tak kunjung ada kepastian kapan bisa diselesaikan!"

"Padahal, dari besarnya semburan, yang di Teluk Meksiko 11 ribu barel per hari itu hanya seperlima dari semburan lumpur panas Lapindo sebesar 10 ribu meter kubik per hari--satu meter kubik 1.000 liter!" timpal Amir. "Betapa jauh lebih berat derita korban lumpur Lapindo yang empat tahun lebih tanpa kepastian penyelesaian, hanya akibat tak memiliki pemimpin negara setegas Obama!"

Selanjutnya.....

Ratapan Rakyat Menumpu Istana!

"SENIN kemarin Istana Merdeka, singgasana Presiden SBY, jadi tumpuan ratapan dua janda pahlawan--Roesmini (78 tahun) dan Soetarti (79 tahun). Keduanya terancam pidana secara melawan hukum menempati rumah milik negara peninggalan rumah dinas suami mereka! Mereka melakukan aksi diam selama 65 menit, cerminan sikap mereka pada usia 65 tahun kemerdekaan RI!" ujar Umar. "Lalu juga muncul di depan istana Susi Haryani, korban ledakan tabung gas 3 kg yang menyebabkan anaknya Ridho Januar (4,5 tahun) menderita luka bakar sekujur tubuhnya! Ia dengan ratap tangis, meminta Presiden SBY membantu pengobatan anaknya!"

"Ratapan rakyat yang langsung menumpu istana itu jelas akibat tak efektifnya sistem di bawah!" sambut Amir. "Untuk kedua janda yang suaminya dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata berkat bintang jasanya, semestinya ada sistem yang mengatur penghormatan sebanding pengorbanan jiwa-raganya! Nyatanya, kedua nenek renta itu malah teraniaya!"

"Juga dalam konversi dari kompor minyak tanah ke kompor gas, seharusnya dilengkapi sistem perlindungan buat penerima tabung gas dan kompornya yang terpadu dalam program!" tegas Umar. "Termasuk dalam perlindungan itu standar kualitas perangkat yang dibagikan! Tapi nyatanya, pemerintah tetap membagikan kompor dan tabung gas dengan perlengkapan yang jelas mereka ketahui cuma berusia aman 1,5 tahun sampai dua tahun! Itu kan sama dengan sengala mengirim bom waktu berdurasi 1,5 tahun ke rumah warga seantero negeri!"

"Hari gini dalam pemerintahan modern masak kita masih bicara pentingnya jaminan atas risiko yang harus disiapkan pada setiap kegiatan! Konon lagi terkait kompor gas yang mudah meledak itu!" timpal Amir. "Rasio kecelakaan pada pembagian 52 juta set tabung gas sampai akhir tahun ini, dengan jumlah ledakan tabung gas sekitar 100-an kali, berarti cuma dua kecelakaan per sejuta tabung! Artinya, jaminan atas risiko yang harus ditanggung pemerintah sebenarnya relatif kecil, andai sistem perlindungan dari risiko disiapkan!"

"Bangsa besar menghormati jasa pahlawannya, atau melindungi rakyat atas pembagian materi mudah meledak dengan asuransi kecelakaan, merupakan cara berpikir modern!" tegas Umar. "Tak peduli para pemimpin kita selalu merasa diri modern, ratapan rakyat yang menumpu istana itu membuktikan realitasnya, cara berpikir pemimpin kita sesungguhnya masih terbelakang! Sehingga, ikhwal yang tak semestinya pun sampai istana!"

Selanjutnya.....

Negara Kekerasan Versus Kemiskinan!

"BORO-BORO mewujudkan negara kesejahteraan (welfare state) atau negara kemakmuran (prosperity state), cara penyelesaian masalah kemiskinan justru lebih cenderung untuk menyeret negara kita kian mewujudnyatakan kehadiran negara kekerasan--violent state!" ujar Umar. "Dari cara penghancuran dengan kekerasan usaha kaum miskin yang berdagang di kaki lima seantero negeri, sampai pembumihangusan permukiman darurat nelayan Kualakambas dan Kualasekapuk, Lampung Timur, dengan gamblang menunjukkan aparatur kepanjangan tangan pemerintah yang merepresentasikan kekuasaan negara justru melazimkan penggunaan kekerasan dalam menyelesaikan masalah yang merupakan ekses dari kemiskinan!"

"Penggunaan kekerasan juga telah jadi pilihan dalam menyelesaikan konflik kepentingan antara pemerintahan lokal dengan pihak-pihak lain, seperti terjadi dalam kasus makam Mbah Priuk di Jakarta Utara!" sambut Amir. "Pilihan pemerintah untuk lebih cenderung menjadikan Indonesia sebagai violent state itu diperkuat lagi dengan gagasan mempersenjatai Polisi Pamong Praja (Pol. PP) dengan senjata api! Bisa dibayangkan betapa bakal kian sadis kekerasan atas nama kekuasaan negara yang dijalankan pemerintahan negeri ini pada kaum melarat atas ekses kemiskinannya!"

"Pilihan yang lebih cenderung menonjolkan jalan kekerasan untuk penyelesaian masalah tersebut sekaligus telah menafikan dasar negara yang menjunjung tinggi asas perwakilan dengan hikmat kebijaksanaan lewat musyawarah untuk mufakat!" tegas Umar. "Kenyataan demikian tentu amat menyedihkan, lebih-lebih jika setiap kali penggunaan kekerasan sebagai jalan pintas penyelesaian masalah itu dihadapkan pada kaum miskin nan papa, yang ketika digilas habis oleh kekerasan kekuasaan tak menyisakan lagi sedikit pun milik untuk menyambung penghidupannya! Sekaligus, pupusnya harapan atas hak untuk ikut menikmati arti kemerdekaan bangsanya!"

"Tapi lebih memprihatinkan lagi adalah hilangnya rasa kemanusiaan yang adil dan beradab pada kalangan pemimpin yang telah mengutamakan bahkan mentradisikan penggunaan kekerasan untuk menggilas kaum miskin yang lemah dan membumihanguskan hak miliknya itu!" timpal Amir. "Praktek kekerasan itu secara nyata pula telah mengingkari kewajiban negara untuk memberikan perlindungan terhadap setiap warga negara dan hak miliknya dalam bentuk apa pun! Malang nian warga negara ini, jika harus hidup berkepanjangan dalam negara kekerasan!"

Selanjutnya.....

Drama Kemiskinan di Kualakambas!

"SEBANYAK 30-an gubuk nelayan Kualakambas dibumihanguskan Polisi Kehutanan Taman Nasional Way Kambas (Polhut TNWK) dan Polri!" ujar Umar. "Tindakan itu menghasilkan drama kemiskinan yang tragis! Sebagian korban bumi hangus yang tak punya keluarga di luar Kualakambas terpaksa bertahan hidup di bawah guyuran hujan yang tak henti tanpa tempat berteduh dan alat-alat masak makanan, bahkan juga tanpa bahan pangan yang untuk dimasak! Padahal, sebagian besar mereka anak-anak dan perempuan!"

"Sebuah drama kemiskinan yang pedih menyayat hati!" sambut Amir. "Saya sependapat dengan anggota DPD Anang Prihantoro (Elshinta, [16-7]), kalaupun permukiman darurat nelayan tersebut dianggap punya potensi merusak TNWK, bukan hanya penyuluhan tanpa jalan keluar seperti dilakukan sebelum pembumihangusan! Tapi juga diberi alternatif tempat mereka bisa memindah gubuknya! Apalagi setelah Kualakambas, disusul penertiban serupa ke Kualasekapuk yang telah bermukim darurat lebih 100 keluarga!"

"Berarti drama dalam skala lebih besar dan lebih tragis segera menyusul!" timpal Umar. "Lebih tragis, karena sebagian warga Kualasekapuk telah mengungsikan perempuan dan anak-anak guna melakukan perlawanan sampai tetes darah terakhir! Mengingat persenjataan lebih lengkap dimiliki petugas, dengan tekad warga sekalap itu kemungkinan jatuh korban jiwa pada pihak nelayan sulit dihindarkan!"

"Itu kalau para pemimpin di Lampung Timur atau Provinsi Lampung benar-benar berdarah dingin!" tegas Amir. "Kualakambas dan Kualasekapuk itu hanya salah satu masalah dari 200 ribu keluarga lebih yang hidup nomaden di pinggiran register hutan provinsi ini! Lebih 19 ribu keluarga dari 30 ribuan yang hidup di kawasan Tanggamus telah 'diwisuda' menjadi warga hutan kemasyarakatan! Sisanya menunggu ketangkasan kepala daerah setempat melaksanakan program serupa untuk menyelamatkan mereka! Jadi, pangkal masalah di pemda tingkat dua lambat menjalankan program yang sudah dicanangkan Pemerintah Pusat!"

"Selain itu, di kawasan TNWK sendiri, Lampung Post beberapa waktu lalu melaporkan lewat tulisan serial penjarahan hutan oleh kalangan bermodal besar untuk kebun singkong, tampak berjalan tanpa hambatan sampai ribuan hektare!" timpal Umar. "Karena itu, pembumihangusan Kualakambas dan Kualasekapuk menunjukkan tidak konsistennya tindakan aparat hukum! Penjarahan terbuka dibiarkan, sedang nelayan numpang di secuil pantai dibumihanguskan!"

Selanjutnya.....

Bisnis 'Langsam', Guru Wali Kota!


"LANGSAM..!" seru seorang ibu melintas di gang perumahan. "Langsam..!"
Adi yang baru pertama datang ke Medan menanya Edo, tuan rumah, "Jualan apa itu?"

"Itu pedagang keliling jual-beli pakaian bekas!" jelas Edo. "Bisnis langsam itu khas Kota Medan, di kota lain setahu saya belum ada!"

"Kok seruannya langsam?" kejar Adi. "Arti langsam kan menjalankan kendaraan pelan-pelan!"

"Langsam bermula dari ibu-ibu yang bisnis ke pelabuhan bebas Sabang atau Singapura! Mereka pulang membawa pakaian jadi asal luar negeri berupa lump sum, barang apkiran pabrik, yang tak masuk hitungan produksinya!" jelas Edo. "Setelah pelabuhan bebas Sabang tutup dan di Singapura juga tak ada lagi barang itu, mereka mencari pakaian apkiran dari rumah ke rumah! Langsam, metamorfosis dari lump sum itu, lebih dimaksud baju yang tak terpakai karena sempit akibat anak cepat besar, atau wanita yang setelah menikah tubuhnya melar! Jadi pakaian masih layak pakai!"

"Aku jadi teringat waktu kecil!" timpal Adi. "Ibu selalu membelikan baju Lebaran yang ukurannya kebesaran, katanya agar muat sampai Lebaram mendatang! Ternyata saat Lebaran berikutnya dipakai, bajunya sudah kesempitan! Akibatnya, setiap Lebaran tak pernah pakai baju yang pas!"

"Pakaian seperti itulah objek bisnis langsam!" tegas Edo. "Pakaian yang satu Lebaran sudah jadi sempit itu sama dengan jalanan kota yang cuma dibongkar-pasang lajurnya dengan pembatas sementara, yang tak perlu waktu lama sudah jadi sempit alias macet lagi! Jadi, bisnis langsam itu bisa jadi guru bagi wali kota, dalam membenahi kota untuk kelancaran lalu lintas tidak berorientasi jangka pendek, cuma bongkar-pasang lajur dan pembatas jalan!"

"Berarti harus berani seperti Ali Sadikin saat harus membongkar bangunan kiri kanan jalan lama ketika membangun Jalan Thamrin Jakarta jadi boulevard—setiap sisi tiga lajur tambah jalur lambat dua lajur hingga muat satu bus melintasi bus lain yang sedang berhenti!" timpal Adi. "Kalau tak berani begitu, jalan kota jadi seperti baju anak yang Lebaran depan sudah sempit, alias macet!"

"Tanpa mau berguru pada bisnis langsam, lalu lintas di kota jadi langsam, jalan pelan-pelan dan tersendat—tak bisa jalan dengan kecepatan normal!" tegas Edo. "Untuk itu, jika pelebaran jalan tak mungkin karena berbagai hal, pada titik-titik kemacetan harus dibuat flyover atau underpass! Bukan pula cuma dalam wacana, tapi segera dibangun dengan wujud yang nyata!" ***

Selanjutnya.....

80% Pemekaran Bermasalah!


"PRESIDEN SBY menyatakan 80% dari 205 daerah pemekaran baru 10 tahun terakhir kurang berhasil!" ujar Umar. "Pemekaran tidak identik peningkatan kesejahteraan rakyat atau peningkatan pelayanan publik! Daerah otonomi baru justru menimbulkan banyak masalah!"

"Pernyataan Presiden itu mengejutkan!" sambut Amir. "Bahwa ada daerah pemekaran bermasalah, kurang berhasil, tak bisa diingkari. Tapi jumlahnya sampai 80 persen, di luar dugaan! Karena itu, usaha pemerintah meredesain pedoman pemekaran amat tepat! Namun, masalah selalu bukan pada konsep dan pedomannya, tapi implementasinya! Acap dalam usulan dibuat seolah-olah standar konsep dan pedoman telah terpenuhi! Karena pemekaran sering terlalu politis di daerah, cek dan recek pusat baik DPR maupun pemerintah kandas oleh tekanan politik lokal!"

"Salah satu faktor yang sering dibuat seolah-olah telah memenuhi standar itu adalah kemampuan ekonomi daerahnya menyangga otonomi!" timpal Umar. "Ternyata, setelah menjadi daerah otonom, pendapatan asli daerah (PAD) tumbuh lamban, tanpa kecuali telah dibuatkan perda pengumpul dana yang mengada-ada—sehingga ribuan perda sejenis dibatalkan pusat! Akibatnya, sampai satu dasawarsa berjalan PAD-nya tak pernah mencapai 10 persen dari APBD! Artinya, lebih dari 90 persen kehidupan pemerintahan daerah otonomi baru itu tergantung pada dana pusat!"

"Celakanya, dalam realitas sumber pendapatan seperti itu, unsur-unsur elitenya di eksekutif dan legislatif memfasilitasi diri dari APBD setara daerah induk yang relatif maju!" tegas Amir. "Konsekuensinya, dengan PAD, DAU, dan DAK yang masih terbatas, tak cukup lagi untuk mendukung kiprah elitenya! Lalu dibuat APBD defisit, tanpa kejelasan sumber dana dari mana yang dibuat menutupi defisit itu tahun-tahun ke depan! Defisit itu membengkak terus dari waktu ke waktu!"

"Dengan pola anggaran yang terus menggali lubang tanpa daya menutup lubang itu, akhirnya tujuan pemekaran meningkatkan kesejahteraan rakyat dan peningkatan pelayanan publik malah terbengkalai!" timpal Umar. "Karena itu, redesain pemekaran yang sedang dibuat itu bukan hanya terkait syarat-syarat prapemekaran, melainkan juga standar fasilitas para pejabat usai pemekaran—sampai break event point PAD 20% dari APBD—tercapai! Tanpa batasan itu, pemekaran berlanjut cuma jadi ajang bancakan elite lokal, sedang tujuan pemekaran meningkatkan kesejahteraan rakyat dan pelayanan publik terbengkalai terus!" ***

Selanjutnya.....

Ancaman Jutaan Bom Tabung Gas!


"RAKYAT Indonesia dewasa ini tercekam ketakutan oleh ancaman ledakan tabung gas 3 kg dan aksesorinya, akibat telah berakhirnya usia aman perangkat dari 44,5 juta paket yang dibagikan pemerintah sejak 2007 dalam konversi minyak tanah ke kompor gas!" ujar Umar. "Akibat usia aman telah habis tapi pengganti aksesorinya tak segera tiba, jutaan paket tabung gas itu pun berubah menjadi bom waktu yang sebagian telah meledak beruntun di seantero negeri!"

"Konyol, pemerintah membagi jutaan paket yang mudah meledak itu dengan aksesori yang usia amannya hanya 1,5 sampai 2 tahun!" sambut Amir. "Lebih konyol lagi, ketika batas usia aman itu tiba, penggantinya belum siap pula untuk dibagikan! Lalu dengan enteng instansi yang bertanggung jawab mengimbau agar rakyat mengganti sendiri aksesori tabung gas yang habis usia amannya itu dengan membeli harga pabrik, selang Rp12.435, regulator Rp17.774, dan katup Rp15 ribu, total Rp45.209!" (SCTV, [4-7], 06.42)

"Tapi di mana barang itu bisa dibeli dengan harga pabrik, tak dijelaskan!" timpal Umar. "Jika harus membeli ke pabriknya, tak dijelaskan pula di mana tempatnya! Sebab kalau membeli di pasar, apalagi berlogo SNI, harganya dua kali lipat!"

"Padahal, kondisi perangkat paket tabung gas di rumah-rumah warga semakin kritis!" tegas Amir. "Menurut aktivis YLKI Tulus Abadi, sesuai dengan survei Badan Standardisasi Nasional (BSN), dinyatakan tidak layak pakai 66 persen tabung 3 kg, 50 persen kompor, 20 persen regulator, dan 100 persen selang--dari 44,5 juta paket perdana yang dibagi sejak 2007, ditambah produk di luar paket menjadi sekitar 60 juta unit!" (BUMN Watch.com [6-7])

"Artinya, demikian banyak bom waktu yang siap meledak di rumah warga seantero negeri!" timpal Umar. "Dengan sudah demikian banyak korban jiwa dan harta benda hangus terbakar, ancaman yang kian mencekam rakyat dalam ketakutan itu menjadi lebih luas dan serius hingga kurang sebanding dengan hasil konversi 10 juta kiloliter minyak tanah menjadi 5 juta kiloliter gas untuk menekan subsidi BBM Rp12 triliun per tahun!" (Gatra.com, [8-7])

"Keamanan jiwa rakyat jauh lebih tinggi nilainya dari subsidi yang bisa dihemat program tersebut!" tegas Amir. "Selain itu, negara wajib melindungi setiap warga negara dari segala bentuk ancaman, tanpa kecuali ancaman dari paket yang dikirim pemerintah ke rumah rakyat! Karena itu, negara--yang dikelola pemerintah--wajib bergerak cepat mengamankan rakyat dari ancaman itu secara at all cost--tanpa menimbang untung-rugi!" ***

Selanjutnya.....

Tarif Listrik Naik, Harga Cabai Loncat!


"PULANG belanja ibu kok tidur?" tanya Putri.

"Perut ibu seneb!" jawab ibu. "Harga cabai merah meloncat sampai lebih Rp40 ribu sekilo, barang-barang kebutuhan dapur lainnya juga, alasannya tarif listrik naik! Apa hubungan listrik dan cabai?"

"Dampak kenaikan tarif dasar listrik pada cabai dan kebutuhan lainnya bukan kaitan langsung dalam proses produksi, tapi dampak psikologis!" tegas Putri. "Lonjakan harga yang terdorong dampak psikologis justru tak terukur, karena lebih disulut oleh kepanikan! Beda dengan kenaikan harga terkait dengan faktor-faktor dalam proses produksi, bisa dihitung seberapa pengaruh setiap faktor produksi tersebut!"

"Jelas panik, pemerintah menaikkan tarif listrik menjelang bulan puasa, lalu Lebaran, lalu Natal dan Tahun Baru, yang tanpa didongkrak kenaikan tarif listrik pun kenaikan harga barang pada periode itu selalu otomatis terjadi!" tukas ibu. "Apa pemerintah tak memperhitungkan itu? Kalau tidak, lantas apa yang dibahas dalam rapat-rapat kabinet sampai menteri-menteri tertidur?"

"Mungkin pemerintah cuma membahas faktor-faktor yang punya kaitan langsung, sedang listrik dan cabai memang tak ada kaitannya!" timpal Putri. "Pemerintah bekerja sistemik, dalam hal ini dengan data dan angka yang tersedia, misalnya pendapatan per kapita Indonesia yang sekarang sudah tercatat di atas 3.000 dolar AS per tahun! Mereka tak peduli di balik angka aduhai itu ketimpangan pendapatan juga makin tajam baik antarkelompok sosial maupun antara nasional dan daerah!"

"Ketimpangan seperti apa?" tanya ibu.

"Contohnya, kalau secara nasional pendapatan per kapita sudah sedemikian tinggi, untuk Lampung bisa dihitung sendiri dengan PDRB pada 2009 Rp36 triliun dibagi tujuh juta penduduk, hasilnya Rp5,2 juta per tahun, alias masih di bawah 600 dolar AS per kapita/tahun!" jelas Putri. "Itu belum lagi dilihat dengan ketimpangan pendapatan di Lampung yang skala ketimpangan antara kelompok teratas dan terbawah bisa jadi simetris dengan ketimpangan pada skala nasional!"

"Kalau ketimpangan terkait dengan PDRB Lampung malah bisa lebih serius dari skala nasional, karena dalam PDRB Lampung terdapat banyak komponen hasil perkebunan besar, yang produknya diekspor tapi hasil ekspornya yang kembali ke Lampung cuma untuk dana operasional dan gaji buruh! Sedang ‘dagingnya’, tertahan di kantor pusatnya baik di Jakarta atau bahkan luar negeri!" tegas ibu. "Maka itu, ketika harga kebutuhan hidup meloncat mengejar kenaikan tarif listrik, perut warga lapisan bawah di Lampung paling seneb!"

Selanjutnya.....

Spanyol Raih Takdir Juara Piala Dunia!


"HANYA takdir, suratan nasib sebuah bangsa, yang menentukan Spanyol menjadi juara Piala Dunia 2010!" ujar Umar. "Dengan itu Piala Dunia di Afrika Selatan memberi pelajaran penting umat sejagat, takdir harus diraih dengan usaha atau ikhtiar maksimal! Seperti Spanyol, usaha itu berlatih keras mewujudkan kerja sama tim yang terbaik, taktis, dan strategi yang matang, diamalkan dalam perjuangan pantang menyerah!"

"Dengan takdir sebagai buah usaha dan ikhtiar maksimal itulah, Johan Cruyff, sang megabintang Belanda, sejak awal tak terlalu yakin tim negerinya bisa jadi juara dunia 2010! Ronald Koeman dan Frank Rijkaard bahkan membuat pernyataan senada setelah Belanda menjadi finalis di Afrika Selatan!" sambut Amir. "Alasan mereka sederhana, dalam berbagai segi ikhtiar dimaksud, apa yang dilakukan Timnas Belanda tak sebaik Spanyol! Artinya, bagi para tokoh sepak bola Belanda itu, dari usaha dan ikhtiar mambangun kapasitas tim, Spanyol lebih layak menjadi juara!"

"Perkiraan Cruyff dan kawan-kawan itu terbukti!" tegas Umar. "Pengalaman dua kali menjadi finalis Piala Dunia tidak memberi nilai lebih, dibanding Spanyol yang baru pertama jadi finalis!"

"Betapa pentingnya hikmah dari totalitas nilai Piala Dunia bisa dilihat, sihirnya mencapai Cikeas--di mana Presiden SBY nonton bareng dengan sejumlah menteri kabinetnya!" timpal Amir. "Tentu hal itu tak lepas dari kerinduan memiliki tim nasional sepak bola yang berkiprah di pentas Piala Dunia! Tapi sayang, hasrat itu cuma bisa dipendam Presiden atau Menteri Olahraganya, karena haram bagi FIFA pemerintah campur tangan dalam organisasi sepak bola negerinya, seperti PSSI. Sebesar apa pun pemerintah menginginkan itu, no way! Jadi, lebih tepat menarik hikmah Piala Dunia untuk membentuk tim pemerintahan setangguh tim Spanyol, dari pusat sampai daerah!"

"Prinsipnya membangun takdir bersama sebuah bangsa untuk menjadi bangsa yang tangguh!" tegas Umar. "Tentu dimulai dari negara yang direpresentasikan pemerintah, lalu oleh warga dalam segala jalur kehidupan! Semua berikhtiar meraih takdir bersama lewat usaha mewujudkan kerja sama tim terbaik, dengan taktik dan strategi matang, berjuang pantang menyerah!"

"Lewat menonton Piala Dunia kita menyadari betapa untuk hal-hal elementer itu saja kita masih kedodoran!" timpal Amir. "Tak banyak pemimpin berorientasi meraih takdir bersama sebuah bangsa, karena lebih berjuang demi kekuasaan diri, keluarga, dan kelompoknya belaka!"

Selanjutnya.....

Multilogika Fakta, Multisisi Realitas!


"CERDIK nian redakturnya!" entak Umar. "Semula dimuat berita bejudul 'Separuh Anggota Dewan Korupsi', diprotes sejumlah anggota Dewan! Lalu diralat dengan mengganti judulnya jadi, 'Separuh Anggota Dewan Tidak Korupsi!"

"Intinya sama, karena fakta punya multilogika! Terpenting, mereka memenuhi hak jawab!" timpal Amir. "Tak jauh beda dengan perdamaian antara Polri dan Majalah Tempo yang dimediasi Dewan Pers. Selain Tempo siap memenuhi hak jawab Polri, kedua pihak berkesimpulan, judul berita Tempo dalam sampul edisi 14-20 Juni 2010 'Kapolri di Pusaran Mafia Batu Bara' tidak sepenuhnya mencerminkan isi berita. Lalu, Tempo memahami keberatan Polri terkait sampul edisi 28 Juni-4 Juli 2010 dan menyesali gambar sampul tersebut telah menyinggung Polri!"

"Tak sepenuhnya mencerminkan, multilogikanya sebagian lainnya mencerminkan!" sambut Umar. "Gambar sampul seperti apa yang disesali itu?"



"Gambar seorang polisi membawa tiga celengan berbentuk babi!" jelas Amir. "Isi beritanya soal rekening gendut sejumlah jenderal polisi! Tapi Tempo edisi itu tak terbaca luas, karena diborong orang di agen! Sisi ini tampaknya terlepas dari langkah formal Polri, sehingga disinyalir berlanjut dengan pelemparan bom molotov ke kantor Majalah Tempo (6-7), dan penyerangan pada aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama Setia (8-7) yang diduga sebagai sumber informasi rekening jenderal polisi itu!"

"Berarti ada pula multisisi realitas!" timpal Umar.

"Selain sisi formal Polri dan Tempo berdamai, ada realitas lain dari memborong majalah, melempar bom molotov, sampai penyerangan aktivis ICW! Ikhwal terakhir ini memprihatinkan Presiden SBY dan memerintahkan agar diusut tuntas!"

"Untuk mengusut pelaku bom molotov dan para penyerang aktivis yang keduanya dilakukan dini hari mungkin tak mudah! Apalagi seandai pun tertangkap, mengaitkannya dengan para jenderal pemilik celengan babi gemuk bisa lebih sulit lagi!" tegas Amir.

"Artinya, usaha penyelesaian masalah ini lewat multisisi realitas relatif mustahil, cuma menambah tumpukan kasus tak terselesaikan! Karena itu, jika penguasa sungguh-sungguh ingin menyelesaikan masalah ini, jalur terbaik lewat multilogika--sebagian isi berita yang tetap berisi kebenaran!"

"Memang! Kebenaran, meski sebagian, memandu pada kebenaran-kebenaran selanjutnya!" timpal Umar.

"Sedang teror molotov dan penyerangan aktivis sebagai realitas buatan untuk mengalihkan perhatian ke arah yang sesat--cuma membuat penyelidikan rekening babi gemuk tersesat!"

Selanjutnya.....

Sandal Beda Warna, Aksi KIB II Kecewa!


TERGESA nonton voli 17-an, di jalan ayah baru sadar pakai sandal jepit beda warna, merah dan biru! Ia suruh anaknya pulang untuk mengambil pasangan warna yang benar. Tapi saat sampai anaknya tak membawa sandal. "Percuma dibawa, Yah!" ujar anak.

"Pasangan sandal yang tinggal di rumah beda warna juga!"

"Jelas yang tinggal beda warna, pasangannya ayah pakai!" timpal ayah. "Sudah, tak apa! Cara berpikir begitu bisa membuatmu jadi menteri!"

"Jadi menteri?" sambut anak. "Apa menteri juga disuruh mengambil sandal beda warna?"

"Secara prinsip tak beda!" jawab ayah. "Presiden SBY di awal jabatan kedua mengumpulkan menteri Kabinet Indonesia Bersatu II (KIB II) dan semua gubernur, membuat program prioritas hal-hal yang kurang pas--sandal beda warna! Lahir 170 program aksi dengan 369 subrencana aksi! Hasil evaluasinya diumumkan (8-7), 49 subrencana aksi mengecewakan! Itu di lingkup Menko Polhukham, Menko Perkonomian, dan Menko Kesra!"

"Jadi banyak menteri yang ditugasi menyiapkan pasangan sandal beda warna agar pas, terbukti mengecewakan?" tukas anak. "Kasihan kabinet, terpaksa ke acara 17-an pakai sandal beda warna! Sekalipun mereka berpakaian jas lengkap!"

"Pemakaian sandal beda warna ke acara 17-an itu gambaran metaforis, mengesankan kehadiran mereka dengan pakaian resmi yang lengkap itu ditopang oleh kinerja yang kurang beres!" tegas ayah. "Untuk itu kita salut kepada Presiden SBY, yang melalui unit kerjanya melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan semua program aksi! Dengan begitu para menteri yang kinerjanya kurang beres tahu diri, mendapat tekanan untuk bekerja lebih baik, meningkatkan kemampuan!"

"Kalau pemain sepak bola di Piala Dunia, ditugasi sebagai striker dengan dukungan aliran bola yang serbamulus--pada menteri dukungan dana dan fasilitas yang serbacukup--tapi tak kunjung bisa menembak bola ke sasaran dan mencetak gol, pemain itu dikeluarkan dan diganti!" timpal anak.

"Dalam pemerintahan seperti kabinet, tak mesti seperti di Piala Dunia!" jelas ayah.

"Kalau dalam zaken cabinet, menteri-menteri disusun seperti pemain bola--sesuai bidang keahliannya, ketika ada menteri yang gagal memenuhi fungsinya lazim diganti seperti pemain bola! Lain hal dalam 'kabinet partisan', menteri diangkat tak berdasar keahlian di bidang tugas kementeriannya, tapi berdasar jasanya memenangkan suara dalam pemilihan presiden! Jadi andai gagal, cuma konsekuensi yang sudah diperhitungkan atas penyerahan tugas pada yang bukan ahlinya!"

Selanjutnya.....

Belanda Favorit, Spanyol Memikat!


"LOLOS ke final setelah unggul 3-2 dari Uruguay lewat peningkatan kerja sama tim yang cukup signifikan, Belanda kian difavoritkan menjuarai Piala Dunia 2010!" ujar Umar. "Namun, untuk di final jumpa Spanyol yang bermain memikat saat menaklukkan Jerman 1-0 di semifinal, Belanda harus membenahi serius sektor pertahanannya! Karena, Belanda masih kecolongan dua gol dari Uruguay tanpa Luis Suarez—striker Ajax Amsterdam—yang paham gaya pertahanan Belanda!"

"Kerapuhan pertahanan Belanda itu memang bisa memupus impian memenangi pertandingan final, andai Spanyol bisa mengulangi permainan possession football yang nyaris sempurna seperti saat menaklukkan Jerman!" sambut Amir. "Attacking football membuat Belanda jadi bermain long passing, akan mudah dipatahkan Spanyol yang kemudian mendominasi dengan permainan shot passing—terakhir menjadi kekhasan sekaligus keunggulan Spanyol!"

"Keunggulan nyata Belanda dalam pengalaman, dua kali jadi finalis Piala Dunia, 1974 dan 1978! Sedang Spanyol, prestasi terbaiknya juara empat Piala Dunia 1950 di Brasil!" tegas Umar. "Namun, selain juara Euro 2008 dengan menekuk Jerman di final dan mengulangnya di semifinal Piala Dunia, untuk pertama dalam sejarah, Juli 2008 Spanyol tercatat di puncak FIFA World Ranking, menjadi negara keenam yang pernah memuncakinya dan Spanyol satu-satunya yang belum pernah juara Piala Dunia! Antara November 2006 sampai Juni 2009, Spanyol tak terkalahkan pada 35 pertandingan internasional sebelum dikalahkan AS di Piala Konfederasi! Rekor itu teratas, setara Brasil!"

"Dengan kata lain, penanjakan prestasi Spanyol menuju puncak tahapan prosesnya bersifat historis terekam jejaknya oleh FIFA, selangkah demi selangkah dari November 2006 hingga ke final Piala Dunia 2010!" timpal Amir. "Peningkatan catatan prestasi itu seiring dengan peningkatan kualitasnya di pentas dunia! Artinya, jika Spanyol Senin dini hari jadi juara dunia, a-b-c prosesnya bisa dipelajari negara yang ingin menyamainya!"

"Tapi faktor luck—keberuntungan—masih 51 persen menentukan hasil sepak bola!" tegas Umar. "Itu sebabnya, tim Belanda yang ditangani pelatih Bert van Marwijk bisa mencapai prestasi lebih baik daripada saat ditangani pelatih terkenal seperti Hiddink, Johan Cruyff, Marco van Basten, Frank Rijkaard! Siapa tahu faktor luck era Van Marwijk bisa bablas sampai jadi juara Piala Dunia!"

"Kalau bisa jadi juara Piala Dunia tentu tak cuma faktor luck!" timpal Amir.

"Buktinya Indonesia yang cuma mengandalkan faktor luck, untuk juara tingkat ASEAN saja tak bisa!"

Selanjutnya.....

Boleh Kalah, tapi Bukan Pecundang!


"SEUSAI kalah 2-3, para pemain Uruguay memberi ucapan selamat kepada pemain Belanda yang menang dan maju ke final Piala Dunia 2010, ada dengan salam, ada dengan pelukan!" ujar Umar. "Sikap sportif itu mengagumkan, Uruguay menunjukkan mereka boleh kalah tapi tetap terhormat karena bukan pecundang!"

"Di Bandar Lampung, pasangan Eddy Sutrisno-Hantoni Hasan menerima kekalahannya dan mengakui pasangan Herman H.N.-Thobroni Harun sebagai pemenang pemilihan umum kepala daerah—pilkada! Di sidang KPU, sikap itu diikuti tiga kandidat lain dengan menandatangani berita acara rekapitulasi!" sambut Amir. "Hal sama dilakukan Taufik Hidayat-Agus Revolusi, kandidat di Lampung Selatan, mengakui kemenangan dan mendukung pasangan Rycko Menoza-Eki Setyanto! Jadi tampak, sikap sportif “boleh kalah tapi bukan pecundang” tak cuma terjadi di Piala Dunia, tapi juga di pilkada kabupaten/kota Lampung!"

"Dengan sikap sportif menghormati prestasi atau hak atas kemenangan rivalnya, orang jadi lebih terhormat--ketimbang pecundang justru merendahkan dirinya di mata orang yang menilai negatif penonjolan sikap kerdil!" tegas Umar. "Keteladanan sikap sportif tengah dibutuhkan masyarakat kita dalam skala nasional berdimensi luas, terutama di sepak bola dan pilkada yang acap ricuh! Sikap sportif harus secara simultan hadir dalam kehidupan sehari-hari warga hingga menjadi cerminan karakter bangsa!"

"Kondisi ideal itu jelas harus diwujudkan sebagai realisasi proses pembangunan karakter bangsa!" timpal Amir. "Untuk itu, munculnya contoh positif dalam pergulatan hidup masyarakat seperti dari pilkada ini, amat penting diangkat dan diberi penghormatan khusus! Penghormatan terhadap sikap yang layak diteladani itu bisa menanamkan kesan positif ke memori massa yang diharapkan bisa menumbuhkan nilai-nilai positif itu dalam kehidupan masyarakat!"

"Lebih menarik lagi munculnya sikap sportif itu dari Pilkada Bandar Lampung, yang sejak jauh hari proses penyelenggaraannya bermasalah--seperti kelebihan cetak surat suara sampai 116 ribu lembar!" tegas Umar. "Tapi hal itu tak jauh beda dengan sikap sportif di Piala Dunia, putusan wasit kadang keliru dan merugikan salah satu pihak tapi pemain tetap melanjutkan bertanding dan menerima hasil akhirnya!"

"Tampak, sikap sportif juga harus didasari suatu kesiapan lainnya, siap berkorban!" timpal Amir. "Siap mengorbankan kepentingan dirinya--apalagi yang cuma egoistik--demi kepentingan orang banyak, berjalannya sistem pada idealnya!"

Selanjutnya.....

Pembalasan Jerman, Antisipasi Spanyol!


"DALAM sepak bola, serangan berkekuatan sebesar apa pun bisa diantisipasi untuk menangkalnya! Sebab itu, pada setiap turnamen juaranya bukan selalu siapa yang terkuat, melainkan juga siapa yang terbaik menangkal serangan! Target utama penangkalan, mematikan peran pemain poros serangannya!" ujar Umar. "Itulah cara Spanyol di final Euro 2008! Cukup membuat Michael Ballack selaku poros serangan Jerman frustrasi, daya serangnya jadi mandul! Mampukah Spanyol mengulang sukses itu di arena Piala Dunia 2010, ketika Jerman melakukan pembalasan atas kekalahannya di final Euro 2008?"

"Kalau cara di Euro 2008 dipakai Spanyol untuk menangkal gempuran Jerman sekarang, bisa jebol!" sambut Amir. "Jerman kini beda, membuat diversifikasi poros dan serangan berlapis dengan ujung trisula Klose, Podolski, dan Mueller, dengan poros bola masing-masing! Meski Schweinsteiger mengganti peran Ballack, aliran bola ke depan lebih banyak lewat Lahm dari tepi kanan dan Boateng dari tepi kiri dengan target Mueller dan Podolski! Tugas Schweinsteiger, Khedira, dan Ozil menjamin saluran bola sampai ke pucuk trisula di area berbahaya! Pada saat itu, Schweinsteiger manuver melapisi Klose, Khedira melapisi Mueller dan Ozil melapisi Podolski, atau kombinasinya, bersama dan serentak menjebol benteng lawan!"

"Strategi itu sudah dipakai Jerman menaklukkan Argentina 4-0!" tegas Umar. "Spanyol--dengan bergantinya pelatih Euro 2008 Luis Aragones ke Vincente Del Bosque untuk Piala Dunia 2010--kini juga memakai multipolar, dengan Alonso ke David Villa di tepi kiri, Ramos ke Iniesta di tepi kanan, Xavi melapisi Torres di tengah! Artinya, counter attack Spanyol tajam, kokoh, dan berbahaya! Tapi bukan adu kekuatan man to man marking inti strategi Spanyol menangkal keperkasaan Jerman! Melainkan, dengan possession football! Spanyol menjadikan gaya ini salah satu keunggulan tim, seperti saat di 16 besar menyingkirkan tim tangguh Eropa lainnya, Portugal! Dengan possession football Spanyol, para pemain Jerman bisa jengkel dan kembali frustrasi!"

"Di Euro 2008 Jerman frustrasi akibat terpusat pada Ballack yang emosional hingga pelipisnya berdarah tabrakan dengan Marcos Senna dan dapat kartu kuning!" timpal Amir. "Tapi kini, dengan pressure keras man to man marking setiap Jerman kehilangan bola, possession football Spanyol dan multipolar Del Bosque bisa buyar!"

"Asumsi begitu menafikan antisipasi pamungkas yang kreatif dari Spanyol!" tegas Umar. "Padahal, antisipasi itu yang ditunggu penonton sejagat!"

Selanjutnya.....

Mampukah Belanda Ukir Sejarah Baru?


"SETELAH kekhasan total football tinggal kenangan, mampukah Belanda mengukir sejarah baru menjadi juara Piala Dunia 2010?" tanya Umar. "Sejarah baru melampaui prestasi 1974 dan 1978 yang cuma sebagai finalis!"

"Jika hanya dengan mengandalkan pada Arjen Robben seorang untuk membuyarkan pertahanan lawan seperti di perempat final lawan Brasil--yang diuntungkan emosi lawan yang disulut Robinho setiap terjadi freekick, meskipun digelari pembunuh raksasa, paling jauh Belanda mungkin cuma jadi finalis lagi!" jawab Amir. "Andai Brasil lebih tenang saat menghadapi Belanda, Felipe Melo tak sampai bunuh diri di menit 52 dan mendapat kartu merah di menit 75--setelah tertinggal 1-2 di menit 68! Emosi tim berakibat fatal bagi Brasil menjadi faktor keberuntungan buat Belanda!"

"Untuk mengukur kemampuan Belanda mengukir sejarah tentu harus dibandingkan dengan tiga tim di depannya!" ujar Umar. "Pertama Uruguay di semifinal, sebelum Jerman atau Spanyol di final! Pertama, keunggulan skill individu Belanda yang mengantarnya sampai semifinal diuji dengan faktor luck Uruguay yang juga luar biasa! Tak kepalang, raksasa Eropa Prancis dan tuan rumah Bafana-Bafana dikubur pada babak pertama oleh faktor luck Uruguay yang menjuarai grup A!"

"Lalu dibanding Jerman atau Spanyol dengan kelas bintang para pemain setara tapi lebih solid pada permainan tim, dalam head to head Belanda mendapat nilai minus dalam soliditas tim!" timpal Amir. "Ini tantangan yang harus diatasi Belanda lewat pertandingan semifinal, sehingga di final bisa lebih solid!"

"Tantangan itu berada pada pelatih Van Marwijk, untuk mendisiplinkan pemain dari gejala mau mencetak gol sendiri-sendiri--bahkan dari luar jarak tembak! Memang, salah satu tendangan Robben jadi gol penentu kemenangan, tapi itu justru memperkuat asumsi kurang prioritasnya soliditas tim!" tegas Umar. "Asumsi itu terbukti pada tanding lawan Brasil, kedua gol terjadi lewat bola mati! Gol pertama lawan bunuh diri saat freekick dari luar kotak penalti. Gol kedua tendangan pojok! Jadi, tak ada gol hasil kerja sama tim mengolah bola hidup! Beda Jerman dan Spanyol, lebih banyak gol hasil kerja sama tim saat bola hidup!"

"Dengan adanya titik lemah dibanding kedua calon lawannya di final itu, apalagi soliditas tim Spanyol yang hadir di Afsel telah teruji dengan mengalahkan Jerman di final Piala Eropa 2008, Belanda harus merebut faktor luck dari Uruguay di semifinal!" timpal Amir. "Sebab, di atas kertas, Belanda butuh faktor luck lebih besar untuk mengukir sejarah jadi juara Piala Dunia 2010!"

Selanjutnya.....

Siklus Piala Dunia, Giliran Jerman Juara!


"MENURUT siklus peraihan Piala Dunia, Jerman yang telah tiga kali menjuarainya mencapai siklus terjauhnya tahun ini--20 tahun--untuk kembali menjadi juara! Terakhir Jerman menjuarai Piala Dunia 1990 di Italia!" ujar Umar. "Jerman pertama menjuarai Piala Dunia 1954 di Swiss, baru meraih kembali 20 tahun kemudian saat jadi tuan rumah 1974 dengan mengalahkan Belanda di puncak performa total football Johan Cruyff, 2-1."

"Dilihat dari penampilan sepanjang Piala Dunia 2010, meski dikalahkan 0-1 dari Serbia akibat para pemain muda shock usai Kolse dikartu merah lewat dua pelanggaran relatif sepele, setelah pertandingan berikutnya kembali menemukan performa timnya, permainan Jerman semakin determinatif hingga mampu menggilas Argentina 4-0 di perempat final!" sambut Amir.

"Hambatan psikologis di semifinal menghadapi Spanyol yang mengalahkannya dengan gol tunggal Torres di final Piala Eropa 2008, tampaknya tak perlu terlalu dikhawatirkan! Alasannya, selain Spanyol masih hadir dengan the winning team yang sama, tim Jerman relatif berubah total dengan pemain muda yang terbukti lebih efektif!"

"Memang, perubahan komposisi tim Jerman dari Piala Eropa 2008 ke Piala Dunia 2010 signifikan!" tegas Umar. "Dimulai dari jenderal lapangan tengah Michael Ballack yang emosional di final Euro 2008 diganti Schweinsteiger yang malah jadi inisiator luar biasa itu! Daftar panjang pemain tengah lama diganti Sami Khedira, sedang Torsten Frings diganti Metut Ozil! Kiper Lehmann diganti Manuel Neuer! Di lini depan, Kevin Kuranyi diganti pemain belia Thomas Mueller yang trengginas meski baru tiga bulan masuk tim nasional!"

"Paling mengejutkan dan sempat membuat 'Sang Kaisar' Beckenbauer keder atas tim Jerman, bek senior Christoph Metzelder tak masuk daftar pemain ke Afrika Selatan, padahal Ballack sedang cedera!" timpal Amir. "Ini sangat menguntungkan untuk menghadapi Spanyol, karena Metzelder punya hubungan emosional kuat dengan pemain inti Spanyol yang bersama merumput di Real Madrid! Apalagi barisan pertahanan kini diisi Jerome Boateng--tak masuk tim Euro 2008--jadi lebih tangguh sejalan dukungan penyerangan dari sayap kiri, mengimbangi Philipp Lahm (kapten) dari sayap kanan!"

"Keberanian pelatih Joachim Loew melengser nama-nama besar dari tim dan menggantinya dengan pemain baru yang muda-muda, menjadi kunci kebangkitan Jerman tepat pada siklusnya!" tegas Umar. "Tapi, sejarah tak selalu berjalan linear! Itulah tantangan terberat Jerman!"

Selanjutnya.....

Uruguay, Bermodal Keunggulan Sejarah!


"DALAM Piala Dunia 2010 Uruguay tampak biasa-biasa saja! Tertatih-tatih di grup, 16 besar, dan perempat final, akhirnya sampai ke semifinal!" ujar Umar. "Jika disebut banyak faktor luck yang membuatnya sampai ke semifinal, tidaklah keliru! Seperti, jika lengan Suarez tak tertabrak bola di mulut gawangnya, hingga dihukum kartu merah dan penalti tapi gagal berbuah gol buat Ghana, Uruguay tersingkir tanpa lewat adu penalti!"

"Justru karena faktor luck akrab pada Uruguay, kiprah juara Piala Dunia dua kali (1930 dan 1950) sampai ke semifinal di Afsel ini jadi tak biasa lagi!" sambut Amir.

"Motivasi untuk mengulang sukses genap 80 tahun dan 60 tahun lalu, bisa menjadi modal keunggulan sejarah bagi Uruguay! Modal serupa tak dimiliki Belanda yang belum pernah jadi juara Piala Dunia, sekalipun kapasitas tim dan individu pemainnya di atas kertas lebih baik!"

"Faktor sejarah itu memang jadi aktual di Afrika Selatan, tapi dengan nada sebaliknya--momentum mengulang sejarah yang terlalu lama ditunggu itu akan menjadi beban mental yang berat pada para pemain Uruguay!" tegas Umar. "Tapi pelatih Uruguay Oscar Tabarez membantah perang urat saraf yang mengarah ke timnya itu, dengan menegaskan faktor sejarah itu bukan beban, melainkan justru jadi pendorong semangat juang timnya untuk mewujudkan harapan bangsanya! (fifa.com, [3-7]). Sepanjang sejarah Piala Dunia, selain juara dua kali, Uruguay juga tiga kali masuk semifinal, 1954 di Swiss, 1970 di Meksiko, 2010 di Afsel! Uruguay juga dua kali juara sepak bola di Olimpiade, serta tiga kali juara Copa Amerika!"

"Uruguay negara yang aktif sejak sepak bola dijadikan turnamen internasional awal abad 20, termasuk dalam keorganisasiannya!" timpal Amir. "Sepak bola masuk Olimpiade musim panas 1920 di Mesir yang dijuarai Belgia, Uruguay menjuarai dua Olimpiade berikutnya--1924 dan 1928! Atas dasar prestasi itu, Kongres FIFA 28 Mei 1928 di Amsterdam memutuskan pelaksanaan Piala Dunia FIFA pertama dengan tuan rumahnya Uruguay! Itu tak terlepas juga dengan peran Uruguay sebagai tuan rumah konferensi FIFA 1924 saat membuat sistem profesional dalam sepak bola yang berlaku hingga sekarang!"

"Dalam final Piala Dunia pertama di Montevideo 1930, tuan rumah Uruguay menekuk Argentina 4-2 disaksikan 93 ribu penonton!" tegas Umar. "Pada 1950, saat Piala Dunia kembali digelar usai Perang Dunia II, Uruguay kembali jadi juara setelah menaklukkan tuan rumah Brasil dalam pertandingan pertama yang dicatat FIFA sebagai Maracanazo--one of the most famous matches in World Cup history!"

Selanjutnya.....

Spanyol Ada Angin, Paraguay Ada Tuah!


"NASIB Spanyol seperti Belanda, sepak bolanya jadi bench mark papan atas Eropa, tapi belum pernah menjadi juara Piala Dunia!" ujar Umar. "Prestasi terbaik dicapai Spanyol di Piala Dunia 1950, masuk semifinal dan juara empat! Sisanya, dari 12 kali lolos kualifikasi, lima kali masuk perempat final—1934, 1986, 1994, 2002, 2010! Jumpa Paraguay di perempat final membuka peluang Spanyol buat lebih dari sekadar mengulang sukses 1950, karena empat raksasa saling “bunuh” di perempat final—Jerman, Argentina, Belanda, dan Brasil!"

"Masalahnya, meskipun Spanyol juara Piala Eropa 2008, apa bisa mengalahkan Paraguay?" sambut Amir. "Memang, ini pertama kali Paraguay sampai perempat final di Piala Dunia, selebihnya tiga kali cuma sampai babak kedua—1986, 1998, 2002! Tapi letak negaranya terjepit di tengah tiga negara juara Piala Dunia—Brasil 5 kali (1958, 1962, 1970, 1994, 2002), Argentina dua kali (1978, 1986), dan Uruguay dua kali (1930, 1950), hingga ada tuah juara di kawasannya! Paraguay tertinggal dari tetangganya mungkin akibat 60 tahun ditindas pemerintah reaksioner, termasuk diktator Jenderal Alfredo Stroessner! Tapi sejak April 2008 derita panjang itu berakhir dan kini dipimpin seorang humanis, mantan Uskup Katolik Fernando Lugo, yang memberi spirit baru kepada bangsanya untuk maju! Spirit baru dan tuah kawasan bagi Paraguay itu bukan hal sepele!"

"Tapi perjalanan Spanyol meraih Piala Eropa 2008 menunjukkan siapa mereka sekarang ini!" tegas Umar. "Spanyol memenangi semua pertandingan di grup, 4-1 atas Rusia, 2-1 atas Swedia dan juara bertahan Yunani, di perempat final menekuk juara Piala Dunia 2006 Italia 4-2, di semifinal jumpa Rusia lagi digilas 3-0. Dalam final lawan Jerman di Wina, Spanyol unggul 1-0 lewat gol Fernando Torres di menit 33. Jadi terlihat ada angin baik buat Spanyol untuk mencatat prestasi lebih baik di Piala Dunia, bahkan mungkin mencapai puncak!"

"Tapi pada 24 Juni 2009, meskipun menang terus dari grup sampai perempat final Piala Konfederasi FIFA yang juga di Afrika Selatan, Spanyol kalah 0-2 dari Amerika Serikat di semifinal!" timpal Umar.

"Itu Juni!" potong Amir. "Usai itu, rekor kualifikasi sempurna untuk Piala Dunia dicatat Spanyol, 10 kali main 10 kali menang di grup 5 Eropa, diakhiri mencukur Bosnia 5-2 pada 14 Oktober 2009!"

"Paraguay juga dahsyat, lolos kualifikasi Piala Dunia 2010 justru dengan mengalahkan 1-0 tim Diego Maradona di Buenos Aires, pada hari yang dimitoskan tuahnya, 9 September 2009, alias 9-9-9," tegas Umar. "Kita uji, lebih unggul angin Spanyol atau tuah Paraguay!" ***

Selanjutnya.....

Belanda Vs Brasil, Kontroversi Wasit!


"MALAM nanti drama Piala Dunia 2010 berlanjut, Belanda dan Brasil harus saling menyingkirkan agar masuk semifinal!" ujar Umar. "Sama piawai dribbling-nya, siapa lebih unggul Arjen Robben dan Robinho? Trio Robben, Van Persie, Kuyt, atau trio Robinho, Kaka, Fabiano?"

"Dalam perjalanan kedua tim sampai perempat final, Belanda masih seperti dinilai Johan Cruyff, soliditas tim kurang prima! Sebaliknya Brasil, sejak pertama turun menekuk Korea Utara 4-0, soliditas timnya lebih baik--meski permainannya belum determinatif!" sambut Amir. "Lalu, apakah pada laga hidup-mati bagi nasib timnya di Piala Dunia ini kedua tim akan mampu mengaktualisasikan permainan terbaiknya, tak mudah dijawab! Sebab, kembali ke Johan Cruyff, membangun soliditas tim perlu waktu lama, yang berati belum tentu cukup hanya lewat empat pertadingan sampai 16 besar!"

"Karena itu, dilihat dari sisi Belanda yang belum pernah menjuarai Piala Dunia (Brasil lima kali juara Piala Dunia), kehadiran mereka kali ini mungkin tak bisa disamakan dengan 1974 dan 1978 saat mencapai final berkat total football yang prima dimainkan Johan Cruiff dan kawan-kawan!" tegas Umar.

"Namun, dilihat dari sisi Brasil, peluang Belanda tidak tertutup karena yang dihadapi--Robinho, Kaka, dan Fabiano juga belum sekelas kuartet Roro--Ronaldo, Ronaldinho, Roberto Carlos, Romario di masa puncaknya! Apalagi era Pele-Garrincha! Jadi bisa dikata, untuk pertemuan nanti malam, Belanda-Brasil 50-50."

"Seandai kedua tim turun full team seperti babak sebelumnya, pemain yang bisa menjadi penentu hasilnya mungkin Robben dan Fabiano!" timpal Amir. "Kedua pemain punya kebiasaan berbeda! Robben sering mencetak gol lewat dribel bola dari tepi lapangan lalu masuk ke tengah sampai jarak tembak dan melepas tendangan keras! Sedang Fabiano seperti seniornya Ronaldo, lewat umpan terobosan yang menembaknya ke gawang lawan melihat situasi, tak selalu langsung tendang keras! Sering digocek dulu guna menciptakan momentum gol--kiper mati langkah hingga arah bola tak terjangkau--cukup dicolok asal bola masuk jaring! Peluang keduanya untuk unjuk kebolehan itu, juga 50-50."

"Dengan demikian, hasil akhirnya bisa-bisa malah ditentukan oleh wasit, karena di Piala Dunia 2010 ini relatif banyak putusan kontroversial! Seperti saat Jepang lawan Paraguay, kalau tabrakan pemain Paraguay jatuh, Jepang kena free kick! Tapi di tabrakan lain Jepang yang jatuh, Jepang juga yang kena free kick! Apa pun terjadi, yang salah Jepang!" tegas Umar. "Jadi, siapa lebih diuntungkan putusan kontroversial wasit yang akan maju ke semifinal!"

Selanjutnya.....

Piala Dunia 2010, Brasil tanpa Samba!


"DERETAN bintang Robinho, Kaka, Fabiano, meski terus melaju di Piala Dunia 2010, belum memperlihatkan gaya khas samba Brasil!" ujar Umar. "Terakhir, saat menindas Cile 3-0, Brasil justru mengandalkan serangan balik, mirip gaya Jerman dan Argentina di 16 besar! Dengan semua itu Piala Dunia 2010 jangan-jangan malah akan tercatat sebagai era counter attack football!"

"Jangankan gaya samba orisinalnya, sentuhan kecil kisi-kisinya saja, seperti mengoper bola dengan tungkai ke belakang, berulang gagal dilakukan Fabiano dan Robinho!" sambut Amir. "Gaya samba berintikan permainan satu-dua satu-dua (ketukan irama samba) dengan gonta-ganti pasangan yang memainkannya, dironai aneka gerak tipu indah mengecoh lawan! Gaya ini dimainkan pemain tengah dan penyerang dalam mengalirkan bola menembus pertahanan lawan! Gaya yang dirintis generasi Garrincha-Pele saat merebut Piala Dunia dua kali berturut 1958 dan 1962 itu, pola dasarnya--meski adaptif--masih dimainkan sampai generasi Ronaldo-Ronaldinho-Roberto Carlos yang meraih Piala Dunia 2002--dengan Ronaldo pencetak gol terbanyak sepanjang sejarah Piala Dunia, 15 gol! Gaya itu pada dasarnya tetap coba dimainkan oleh tim Brasil sekarang, tapi masih belum kentara sambanya!"

"Tujuan tarian samba satu-dua satu-dua dengan gonta-ganti pasangan itu, terutama guna memikat lebih banyak pemain lawan berkerumun ikut menari samba, untuk pada saat yang tepat bola dikirim ke sisi lain lapangan di mana telah menunggu pasangan lain yang sepi pengawalan!" tegas Umar. "Jadi bukan asal samba, tapi buat membuka peluang bagi striker mencetak gol!"

"Aku jadi teringat cerita kakek saat dunia terjangkit virus demam samba sepak bola Brasil era 1960-an!" timpal Amir. "Sampai pelosok udik perkebunan Sumut, orang di afdeling main bola pakai gendang bonggo dipalu irama samba, tentu samba ala Melayu, dengan rentak satu-dua satu-dua lagu Pung-Tipak-Tipung! Uniknya, menurut kakek, mereka belum pernah melihat permainan tim Brasil seperti kita nonton televisi sekarang! Mereka cuma dengar nama Pele dari radio, lihat gambar dan aksinya di koran!"

"Kere-aktif!" entak Umar. "Kawasan udik pelosok perkebunan hingga kini masih jadi ladang bibit pemain berbakat alam yang berimajinasi bermain gaya Pele-Ronaldinho! Tapi begitu diambil pelatih kota, imajinasinya dihabisi, dicetak jadi 'pemain pragmatis', asal bisa menang! Rupanya hal sama menggejala secara universal, lebih lagi sejak Piala Dunia 2006 yang dijuarai Italia lewat sepak bola negatif asal menang di laga final, hingga Brasil juga kena dampak kehilangan samba!"

Selanjutnya.....