Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Bisnis 'Langsam', Guru Wali Kota!


"LANGSAM..!" seru seorang ibu melintas di gang perumahan. "Langsam..!"
Adi yang baru pertama datang ke Medan menanya Edo, tuan rumah, "Jualan apa itu?"

"Itu pedagang keliling jual-beli pakaian bekas!" jelas Edo. "Bisnis langsam itu khas Kota Medan, di kota lain setahu saya belum ada!"

"Kok seruannya langsam?" kejar Adi. "Arti langsam kan menjalankan kendaraan pelan-pelan!"

"Langsam bermula dari ibu-ibu yang bisnis ke pelabuhan bebas Sabang atau Singapura! Mereka pulang membawa pakaian jadi asal luar negeri berupa lump sum, barang apkiran pabrik, yang tak masuk hitungan produksinya!" jelas Edo. "Setelah pelabuhan bebas Sabang tutup dan di Singapura juga tak ada lagi barang itu, mereka mencari pakaian apkiran dari rumah ke rumah! Langsam, metamorfosis dari lump sum itu, lebih dimaksud baju yang tak terpakai karena sempit akibat anak cepat besar, atau wanita yang setelah menikah tubuhnya melar! Jadi pakaian masih layak pakai!"


"Aku jadi teringat waktu kecil!" timpal Adi. "Ibu selalu membelikan baju Lebaran yang ukurannya kebesaran, katanya agar muat sampai Lebaram mendatang! Ternyata saat Lebaran berikutnya dipakai, bajunya sudah kesempitan! Akibatnya, setiap Lebaran tak pernah pakai baju yang pas!"

"Pakaian seperti itulah objek bisnis langsam!" tegas Edo. "Pakaian yang satu Lebaran sudah jadi sempit itu sama dengan jalanan kota yang cuma dibongkar-pasang lajurnya dengan pembatas sementara, yang tak perlu waktu lama sudah jadi sempit alias macet lagi! Jadi, bisnis langsam itu bisa jadi guru bagi wali kota, dalam membenahi kota untuk kelancaran lalu lintas tidak berorientasi jangka pendek, cuma bongkar-pasang lajur dan pembatas jalan!"

"Berarti harus berani seperti Ali Sadikin saat harus membongkar bangunan kiri kanan jalan lama ketika membangun Jalan Thamrin Jakarta jadi boulevard—setiap sisi tiga lajur tambah jalur lambat dua lajur hingga muat satu bus melintasi bus lain yang sedang berhenti!" timpal Adi. "Kalau tak berani begitu, jalan kota jadi seperti baju anak yang Lebaran depan sudah sempit, alias macet!"

"Tanpa mau berguru pada bisnis langsam, lalu lintas di kota jadi langsam, jalan pelan-pelan dan tersendat—tak bisa jalan dengan kecepatan normal!" tegas Edo. "Untuk itu, jika pelebaran jalan tak mungkin karena berbagai hal, pada titik-titik kemacetan harus dibuat flyover atau underpass! Bukan pula cuma dalam wacana, tapi segera dibangun dengan wujud yang nyata!" ***

0 komentar: