Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Fatwa Baru MUI, Asas Pembuktian Terbalik!


"FATWA MUI, Majelis Ulama Indonesia, kian tajam!" ujar Umar. "Usai fatwa haram menayangkan dan menonton infotainment, MUI mengeluarkan fatwa baru merekomendasikan asas pembuktian terbalik dalam sistem hukum! Fatwa ini diharap mampu mendorong percepatan pemberantasan korupsi yang telah menjadi persoalan kronis bagi bangsa dan sulit dibuktikan!" (Kompas, [28-7])

"Tampilnya MUI di barisan depan pembenahan hidup bangsa dengan fatwa-fatwa aplikatif bagi penguatan pola hidup Qurani, jelas positif!" sambut Amir. "Fatwa terkait masalah yang belum diatur hukum, seperti asas pembuktian terbalik, tergantung pada pertimbangan Presiden dan DPR yang berwenang membuat hukum—UU! Sejauh ini, usul serupa dari berbagai unsur bangsa belum direspons positif para pembuat hukum itu!"


"Di sisi lain, pemberantasan korupsi tersandung mafia hukum, lalu penyidik sulit mendapat cukup bukti!" tegas Umar. "Hal itu dilukiskan Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI Masyuri Naim (Kompas, [28-7]), 'Selama ini korupsi itu seperti kentut. Tercium baunya, tetapi sulit dilacak dan diketahui dari mana sumbernya. Padahal korupsi marak dan jelas-jelas merugikan kepentingan rakyat'!"

"Namun, tampilnya MUI dengan fatwa itu sebagai penajam desakan penerapan asas pembuktian terbalik dalam sistem hukum tak menjadi jaminan bisa menggetarkan nurani para pembuat hukum!" timpal Amir. "Masalahnya, sasaran pemberantasan korupsi terutama abuse of power—penyalahgunaan kekuasaan—terutama kekuasaan negara dan pemerintah! Jebulnya, para pembuat hukum itu justru bagian dari sasaran! Malah, dekade awal abad 21 jadi realitas, pihak pembuat UU sendiri—kalangan DPR—ramai diadili kasus korupsi! Tak aneh, kalau para pembuat UU enggan menambah jerat baru yang lebih jitu lagi buat diri mereka!"

"Konon lagi di balik itu ada dalih buat mereka berlindung, kurang sejalannya asas pembuktian terbalik dengan asas praduga tak bersalah!" tukas Umar. "Dengan tameng itu mereka berlindung dan mengelak dari usul asas pembuktian terbalik yang mengandung ancaman bagi diri mereka! Untuk itu mereka lupa simpul Levy-Strauss, hukum itu resolusi imajiner buat konflik nyata! Artinya, hukum harus bisa mengaransemen elemen berlawanan menjadi harmoni kemaslahatan!"

"Berarti, mereka yang mengelak hingga takkan pernah bisa mengaransemen harmoni hukum bagi kemaslahatan itu, tidak kompeten jadi pembuat hukum!" sambut Amir. "Menyerahkan negara ke tangan yang tak kompeten, ingat kata Sang Panutan, tunggu saja kehancurannya!" ***

0 komentar: