"Sebuah drama kemiskinan yang pedih menyayat hati!" sambut Amir. "Saya sependapat dengan anggota DPD Anang Prihantoro (Elshinta, [16-7]), kalaupun permukiman darurat nelayan tersebut dianggap punya potensi merusak TNWK, bukan hanya penyuluhan tanpa jalan keluar seperti dilakukan sebelum pembumihangusan! Tapi juga diberi alternatif tempat mereka bisa memindah gubuknya! Apalagi setelah Kualakambas, disusul penertiban serupa ke Kualasekapuk yang telah bermukim darurat lebih 100 keluarga!"
"Berarti drama dalam skala lebih besar dan lebih tragis segera menyusul!" timpal Umar. "Lebih tragis, karena sebagian warga Kualasekapuk telah mengungsikan perempuan dan anak-anak guna melakukan perlawanan sampai tetes darah terakhir! Mengingat persenjataan lebih lengkap dimiliki petugas, dengan tekad warga sekalap itu kemungkinan jatuh korban jiwa pada pihak nelayan sulit dihindarkan!"
"Itu kalau para pemimpin di Lampung Timur atau Provinsi Lampung benar-benar berdarah dingin!" tegas Amir. "Kualakambas dan Kualasekapuk itu hanya salah satu masalah dari 200 ribu keluarga lebih yang hidup nomaden di pinggiran register hutan provinsi ini! Lebih 19 ribu keluarga dari 30 ribuan yang hidup di kawasan Tanggamus telah 'diwisuda' menjadi warga hutan kemasyarakatan! Sisanya menunggu ketangkasan kepala daerah setempat melaksanakan program serupa untuk menyelamatkan mereka! Jadi, pangkal masalah di pemda tingkat dua lambat menjalankan program yang sudah dicanangkan Pemerintah Pusat!"
"Selain itu, di kawasan TNWK sendiri, Lampung Post beberapa waktu lalu melaporkan lewat tulisan serial penjarahan hutan oleh kalangan bermodal besar untuk kebun singkong, tampak berjalan tanpa hambatan sampai ribuan hektare!" timpal Umar. "Karena itu, pembumihangusan Kualakambas dan Kualasekapuk menunjukkan tidak konsistennya tindakan aparat hukum! Penjarahan terbuka dibiarkan, sedang nelayan numpang di secuil pantai dibumihanguskan!"
0 komentar:
Posting Komentar