Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Bulu Ayam Disasak,Siapa Diam Digasak!


"LIHAT, Nek! Tuh! Bulu ayam disasak!" tunjuk Tina keluar mobil. "Warga desa sini kreatif banget!"

"Bukan disasak!" sahut nenek. "Bulunya memang tumbuh terbalik! Namanya pitik walik! Parikan-nya, pitik walik sobo wono, sing becik ketitik yen olo ketoro--ayam berbulu terbalik main di hutan, yang baik terlihat, yang buruk ketahuan!"

"Rupanya karena peribahasa itu Nenek dan warga desa sini diam saja kalau ada orang berniat buruk berusaha mengakal-akali, karena yakin setiap perbuatan buruk akhirnya ketahuan?" tukas Tina. "Nyatanya tak selalu begitu, karena orang yang berniat buruk itu justru pakai peribahasa, bulu ayam disasak, siapa diam digasak! Pembodohan dan tipu-menipu pada warga desa merajalela!"



"Itu dahulu!" bantah nenek. "Sekarang berubah jauh sekali, kalau ada orang jahat masuk desa dikalungi ban mobil, dibakar hidup-hidup!"

"Sadis banget?" entak Tina. "Tak dihalangi polisi?"

"Kalau polisi tiba tepat waktu, tentu diamankan!" jawab nenek. "Begitu pun terkadang dikejar oleh warga untuk direbut kembali! Begitulah realitas perubahan luar biasa pada warga desa dari pitik walik sobo wono, ke bulu ayam disasak--bukan siapa diam digasak--tapi pencuri ayam ditanak!"

"Curi ayam saja dikalungi ban mobil?" kejar Tina.

"Pernah terjadi!" tegas nenek. "Perubahan juga terjadi terkait pembodohan dan akal-akalan orang luar desa! Dahulu kalau ada orang luar, warga desa ketakutan dikira intel, yang dengan mudah mengolah kasus membodohi, mengakali untuk memeras mereka! Serangan fajar saat pemilu dilakukan dengan membangunkan warga untuk memilih partai tertentu, diiringi ancaman bakal dibuat sengsara jika memilih lain!"

"Sekarang bagaimana?" potong Tina.

"Sekarang, orang luar kalau bukan berasal dari kawasan sekitar desa itu kebanyakan takut, malah sama sekali tak berani melintas suatu desa!" tegas nenek. "Warga desa telanjur membuat stereotipe orang luar suka membodohi, mengakali dan memeras! Saat pemilu dan pilkada, serangan fajar justru mereka jadikan kesempatan gembira menyambut utusan semua calon, dengan pilihan tetap pada subjektivitas mereka!"

"Berarti terjadi pergeseran dengan reposisi warga desa dari sebelumnya sekadar objek, kini semakin menjurus untuk menjadi subjek!" timpal Tina. "Proses reposisi bersifat eksistensial ini bisa tak mulus bahkan menjadi liar, jika kecenderungan wild-wild east hingga orang luar takut melintas desa tak mendapat keseimbangan baru dengan meminimalisasi stereotipe mereka pada 'orang luar'! Bagaimana caranya, ahlinya yang tahu!"

0 komentar: