PROSES jungkir-balik sedang terjadi di sektor perikanan nasional! Seiring langkah Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menghapus pungutan atas nelayan kecil sampai maksimal kapal 10 gros ton (GT), Menko Kemaritiman Indroyono Soesilo sepakat menaikkan pendapatan negara bukan pajak (PNPB) sektor perikanan dari Rp250 miliar pada 2014 yang dinilai terlalu kecil!
Jungkir-balik dilakukan karena hasil PNPB Rp250 miliar itu didapat dari total subsidi BBM untuk usaha kapal ikan sebesar Rp11,5 triliun per tahun! Ternyata, 70% dari subsidi itu dinikmati kapal besar berukuran di atas 30 GT. Jumlah nelayan Indonesia tercatat 2,7 juta orang, 98,7% nelayan kecil. Alokasi subsidi BBM nelayan 2,1 juta kiloliter per tahun, untuk 630 ribu unit kapal di bawah 30 GT, dan 5.329 unit kapal di atas 30 GT. (Kompas, 1/11)
Indroyono menyatakan sudah diputuskan untuk mengubah peraturan pemerintah (PP) terkait PNPB dari sektor perikanan itu, dengan tahap pertama mencoba target Rp1,5 triliun pada 2015. (detik-finance, 8/11)
Di lain sisi, kalau subsidi BBM sebagian besar dinikmati pemilik kapal besar di atas 30 GT, nelayan kecil sampai 10 GT malah terbebani pungutan pendapatan asli daerah (PAD) kabupaten!
Maka, Susi mengajukan penghapusan pungutan itu ke Menkum HAM, yang Kamis lalu telah ditandatangani Menteri Yasonna H. Laoi. Sebagai pengganti dana Pemkab yang semula didapat dari pungutan terhadap nelayan kecil di bawah 10 GT itu,
Susi menjanjikan dana alokasi khusus—DAK. (Kompas, 7/11)
Salah sasaran subsidi BBM nelayan yang baru ketahuan setelah sedemikian lama berjalan itu, memprihatinkan! Apalagi imbal hasil atas subsidi BBM yang salah sasaran itu malah dibebankan pada nelayan kecil dengan pungutan untuk PAD!
Anomali kekuasaan mengelola perikanan yang terlalu jauh!
Penjungkirbalikan sebagai usaha untuk mengembalikan realitas dari anomali ke kondisi logis itu jelas menjadi keharusan! Langkah itu memperkuat asumsi perlunya mengatasi anomali salah sasaran subsidi BBM yang secara keseluruhan bukan alang kepalang besar jumlahnya!
Namun, banyak rakyat yang sebenarnya merupakan korban perekonomian buruk akibat subsidi salah sasaran—yang lebih dinikmati segelintir pengusaha terkaya seperti pemilik kapal-kapal besar—itu, telanjur terbius retorika keliru hingga menolak kebijakan meluruskan subsidi yang tujuan akhirnya demi keadilan buat mereka! ***
0 komentar:
Posting Komentar