SETELAH kemacetan fatal menyergap jalan tol 23—25 Desember 2015, sehingga dari Merak ke Pejagan (Brebes) harus ditempuh sekitar 30 jam, Menteri Perhubungan mengeluarkan larangan truk angkutan barang lewat jalan tol selama liburan Natal dan Tahun Baru.
Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Djoko Sasono menjelaskan SE Menhub No. 48 Tanggal 25 Desember 2015 tentang Pengaturan Lalu Lintas dan Larangan Pengoperasian Kendaraan Angkutan Barang pada Masa Angkutan Natal 2015 dan Tahun Baru 2016 itu sebagai antisipasi lanjutan menghadapi kemacetan (detiknews, 26/12).
Namun, menurut Djoko, sejumlah truk angkutan barang dikecualikan dalam larangan tersebut. Truk yang dikecualikan yakni pengangkut BBM dan BBG, pengangkut ternak, pengangkut bahan kebutuhan pokok, pupuk, susu murni, barang antaran pos, dan barang ekspor-impor dari dan ke pelabuhan ekspor-impor. Sedang yang dilarang lewat tol adalah truk pengangkut bahan bangunan, truk tempelan, truk gandeng, kontainer, dan truk pengangkut barang dengan sumbu lebih dari dua.
Larangan yang baru dikeluarkan setelah kemacetan fatal terjadi itu mengesankan Kemenhub kecolongan dengan ledakan jumlah kendaraan di hari libur panjang. Djoko berkilah Kemenhub telah mengantisipasi seperti tahun-tahun sebelumnya. Tapi terbukti, antisipasi tersebut tak memadai. Larangan yang muncul setelah kemacetan fatal itu mungkin membantu kelancaran liburan tahun baru dan arus baliknya nanti.
Namun, truk pengangkut nonkebutuhan primer hanyalah salah satu dari penyebab kemacetan fatal. Karena itu, penyebab lainnya juga harus diatasi agar hal serupa tak berulang terus. Celakanya, kemacetan di jalan bebas hambatan di negeri ini sudah dianggap hal yang normal. Sehingga pokok masalahnya, dengan kemacetan yang setiap hari terjadi di tol Ibu Kota, tidak pernah dicarikan jalan keluar. Premis bahwa jumlah kendaraan lebih besar dari panjang jalan ditelan mentah-mentah terus.
Sehingga kekuràngan loket tol di pintu masuk dan keluar tol, penyebab laten kemacetan, tak pernah dipikirkan cara mengatasinya. Dahlan Iskan di zamannya mempromosikan sendiri kartu tol elektronik, yang memang bisa mempercepat transaksi. Tapi hingga sekarang gerbang tol otomatis nyaris mubazir, usaha pemasarannya nyaris tak terdengar. Semisal, bank pengelolanya harus diperbanyak. Kemacetan fatal itu bukan cerminan bangsa yang maju dengan banyaknya kendaraan. Tapi, cermin kedunguan bangsa yang tak mampu menyelesaikan masalahnya yang nyata. ***
Namun, menurut Djoko, sejumlah truk angkutan barang dikecualikan dalam larangan tersebut. Truk yang dikecualikan yakni pengangkut BBM dan BBG, pengangkut ternak, pengangkut bahan kebutuhan pokok, pupuk, susu murni, barang antaran pos, dan barang ekspor-impor dari dan ke pelabuhan ekspor-impor. Sedang yang dilarang lewat tol adalah truk pengangkut bahan bangunan, truk tempelan, truk gandeng, kontainer, dan truk pengangkut barang dengan sumbu lebih dari dua.
Larangan yang baru dikeluarkan setelah kemacetan fatal terjadi itu mengesankan Kemenhub kecolongan dengan ledakan jumlah kendaraan di hari libur panjang. Djoko berkilah Kemenhub telah mengantisipasi seperti tahun-tahun sebelumnya. Tapi terbukti, antisipasi tersebut tak memadai. Larangan yang muncul setelah kemacetan fatal itu mungkin membantu kelancaran liburan tahun baru dan arus baliknya nanti.
Namun, truk pengangkut nonkebutuhan primer hanyalah salah satu dari penyebab kemacetan fatal. Karena itu, penyebab lainnya juga harus diatasi agar hal serupa tak berulang terus. Celakanya, kemacetan di jalan bebas hambatan di negeri ini sudah dianggap hal yang normal. Sehingga pokok masalahnya, dengan kemacetan yang setiap hari terjadi di tol Ibu Kota, tidak pernah dicarikan jalan keluar. Premis bahwa jumlah kendaraan lebih besar dari panjang jalan ditelan mentah-mentah terus.
Sehingga kekuràngan loket tol di pintu masuk dan keluar tol, penyebab laten kemacetan, tak pernah dipikirkan cara mengatasinya. Dahlan Iskan di zamannya mempromosikan sendiri kartu tol elektronik, yang memang bisa mempercepat transaksi. Tapi hingga sekarang gerbang tol otomatis nyaris mubazir, usaha pemasarannya nyaris tak terdengar. Semisal, bank pengelolanya harus diperbanyak. Kemacetan fatal itu bukan cerminan bangsa yang maju dengan banyaknya kendaraan. Tapi, cermin kedunguan bangsa yang tak mampu menyelesaikan masalahnya yang nyata. ***
0 komentar:
Posting Komentar