FOMC—Federal Open Market Committe—lembaga penentu kebijakan The Federal Reserve (The Fed), Bank Sentral Amerika Serikat (AS), dijadwalkan bersidang 14—15 Desember 2015.
Spekulasi mencekam, The Fed kali ini pasti menaikkan suku bunga tanpa peduli laporan mingguan Departemen Tenaga Kerja AS mengklaim pengangguran meningkat 13 ribu menjadi 282 ribu, tertinggi sejak Juli (Kompas.com, 11-12-2015).
Demam akibat rencana The Fed meningkatkan suku bunga acuan dari nyaris 0% itu sudah terjadi sepanjang 2015. Demam tertinggi memang di negara-negara emerging market termasuk Indonesia, karena mampu memikat dengan rente lebih baik rembesan dana eks talangan Pemerintah AS saat krisis kredit macet 2008.
Parahnya, negeri emerging market kemudian bergantung pada dana investasi kagetan itu, yang kapan saja peluang bisnis kembali membaik di negeri asalnya, dana itu berduyun pulang kampung. Hal itu membuat suhu ekonomi negeri emerging market mudah terpengaruh ekonomi AS.
Di Indonesia, saat ekonomi AS dilaporkan kurang baik sehingga The Fed dipastikan tak segera menaikkan suku bunga, beberapa bulan lalu, tekanan terhadap rupiah pun menurun hingga kursnya terhadap dolar AS yang sempat mencapai Rp14.800/dolar, langsung menguat sampai Rp13.400/dola AS. Demikian pula IHSG, yang dari puncaknya awal Juli mencapai 5.500 sempat melorot ke level bawah 4.000, saat bersamaan kembali ke atas 4.500.
Akhir pekan lalu, terpengaruh jadwal sidang FOMC dua hari ini, IHSG anjlok ke bawah level 4.400 dan rupiah kembali melemah di level Rp14 ribu/dolar. Bukti ketergantungan Indonesia pada dolar AS sudah merasuk ke sumsum. Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara berkata ketergantungan yang besar terhadap dolar itu berisiko terhadap stabilitas nilai tukar yang mengimbas kondisi makro ekonomi Indonesia. Defisit APBN saat ini ditutup utang luar negeri. Karena sumber pendanaan dalam negeri terbatas, korporasi mencari pinjaman ke kreditur global, jumlahnya kini mencapai 169 miliar dolar.
Kemudian pemilikan asing di pasar saham tinggi, hingga nasib harga saham di BEI sangat bergantung pada keputusan pemodal asing. Lantas, sejauh mana dampak andai The Fed jadi menaikkan suku bunga acuannya? Asal setelah dikonversi tidak lebih tinggi dari suku bunga acuan BI 7,5%, arus dolar pulang kampung mungkin tidak signifikan. Namun, tekanan psikologisnya bisa membuat rupiah dan IHSG rontok sekejap. ***
Demam akibat rencana The Fed meningkatkan suku bunga acuan dari nyaris 0% itu sudah terjadi sepanjang 2015. Demam tertinggi memang di negara-negara emerging market termasuk Indonesia, karena mampu memikat dengan rente lebih baik rembesan dana eks talangan Pemerintah AS saat krisis kredit macet 2008.
Parahnya, negeri emerging market kemudian bergantung pada dana investasi kagetan itu, yang kapan saja peluang bisnis kembali membaik di negeri asalnya, dana itu berduyun pulang kampung. Hal itu membuat suhu ekonomi negeri emerging market mudah terpengaruh ekonomi AS.
Di Indonesia, saat ekonomi AS dilaporkan kurang baik sehingga The Fed dipastikan tak segera menaikkan suku bunga, beberapa bulan lalu, tekanan terhadap rupiah pun menurun hingga kursnya terhadap dolar AS yang sempat mencapai Rp14.800/dolar, langsung menguat sampai Rp13.400/dola AS. Demikian pula IHSG, yang dari puncaknya awal Juli mencapai 5.500 sempat melorot ke level bawah 4.000, saat bersamaan kembali ke atas 4.500.
Akhir pekan lalu, terpengaruh jadwal sidang FOMC dua hari ini, IHSG anjlok ke bawah level 4.400 dan rupiah kembali melemah di level Rp14 ribu/dolar. Bukti ketergantungan Indonesia pada dolar AS sudah merasuk ke sumsum. Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara berkata ketergantungan yang besar terhadap dolar itu berisiko terhadap stabilitas nilai tukar yang mengimbas kondisi makro ekonomi Indonesia. Defisit APBN saat ini ditutup utang luar negeri. Karena sumber pendanaan dalam negeri terbatas, korporasi mencari pinjaman ke kreditur global, jumlahnya kini mencapai 169 miliar dolar.
Kemudian pemilikan asing di pasar saham tinggi, hingga nasib harga saham di BEI sangat bergantung pada keputusan pemodal asing. Lantas, sejauh mana dampak andai The Fed jadi menaikkan suku bunga acuannya? Asal setelah dikonversi tidak lebih tinggi dari suku bunga acuan BI 7,5%, arus dolar pulang kampung mungkin tidak signifikan. Namun, tekanan psikologisnya bisa membuat rupiah dan IHSG rontok sekejap. ***
0 komentar:
Posting Komentar