LANGKA, seorang Kepala Negara menyatakan dukacita buat korban kecelakaan bus kota. Tapi Presiden Jokowi tidak kepalang, ia sampaikan rasa dukanya lewat media sosial buat keluarga 18 penumpang Metromini yang tewas tertabrak kereta api di pelintasan Angke, Jakarta, Minggu (6/12).
"Saya merasakan kesedihan yang mendalam dari keluarga para korban kecelakaan Muara Angke, semoga diberi ketabahan-Jkw," tulis Jokowi di akun Twitter @jokowi, Minggu. "Kita berduka atas kecelakaan Metromini-Commuterline di Muara Angke. Harus dievaluasi agar tidak terjadi hal yang sama-Jkw," tambahnya. (detiknews, 6/12)
Minggu, pukul 08.45, Metromini B80 jurusan Kota—Kalideres menerabas celah dua palang pintu kereta yang telah tertutup. KA sudah dekat, bus kota itu ternyata tak bisa tembus ke seberang rel KA karena di depannya ada kendaraaan lain memenuhi selebar badan jalan. Metromini coba mundur, tapi tak sempat lolos, ditabrak kereta dan terdorong sejauh 100 meter sampai membentur beton stasiun Angke. Dari 25 penumpang Metromini, seorang sempat melompat keluar, 18 orang tewas terjepit puing bus yang ringsek. Keneknya tewas di tempat, sedang sopir nekat Asmadi (35) meninggal setelah dirawat di RS.
Bus kota sejenis Metromini tercatat sering kecelakaan, oleh pengamat disebut kecenderungan itu akibat sopir mengejar setoran. Sopir seperti itu suka ugal-ugalan kurang memperhatikan aturan lalu lintas dan keselamatan pemakai jalan lainnya. Pada hari sama juga terjadi kecelakaan bus kota sejenis (Kopaja P19) menabrak pejalan kaki di Jalan Thamrin. Nasib malang sopir bus kota, menjadi korban kecelakaan atau masuk penjara akibat tekanan memburu setoran. Meski, mungkin lebih buruk lagi elite politik negerinya, banyak masuk penjara akibat menabrak aturan etika dan hukum demi memburu rente kekuasaan.
Namun, kenapa nasib sopir bus umum Ibu Kota dari zaman ke zaman berburu setoran tak bisa diakhiri? Perhatian Presiden Jokowi atas Metromini maut ini mungkin bisa dijadikan titik tolak revolusi mental dan aturan main di balik operasi bus kota sejenis Metromini, agar tidak lebih lama lagi mengorbankan jiwa penumpang dan pemakai jalan lainnya.
Masalah itu berpangkal pada tekanan juragan bus terhadap sopir untuk mendapatkan setoran yang dipatok tinggi, agar para juragan bisa membayar rente kredit kendaraan mereka ke bank, yang tarif suku bunga acuannya memang tinggi! Ternyata, itulah salah satu pangkal bencana yang berulang-ulang itu! ***
Minggu, pukul 08.45, Metromini B80 jurusan Kota—Kalideres menerabas celah dua palang pintu kereta yang telah tertutup. KA sudah dekat, bus kota itu ternyata tak bisa tembus ke seberang rel KA karena di depannya ada kendaraaan lain memenuhi selebar badan jalan. Metromini coba mundur, tapi tak sempat lolos, ditabrak kereta dan terdorong sejauh 100 meter sampai membentur beton stasiun Angke. Dari 25 penumpang Metromini, seorang sempat melompat keluar, 18 orang tewas terjepit puing bus yang ringsek. Keneknya tewas di tempat, sedang sopir nekat Asmadi (35) meninggal setelah dirawat di RS.
Bus kota sejenis Metromini tercatat sering kecelakaan, oleh pengamat disebut kecenderungan itu akibat sopir mengejar setoran. Sopir seperti itu suka ugal-ugalan kurang memperhatikan aturan lalu lintas dan keselamatan pemakai jalan lainnya. Pada hari sama juga terjadi kecelakaan bus kota sejenis (Kopaja P19) menabrak pejalan kaki di Jalan Thamrin. Nasib malang sopir bus kota, menjadi korban kecelakaan atau masuk penjara akibat tekanan memburu setoran. Meski, mungkin lebih buruk lagi elite politik negerinya, banyak masuk penjara akibat menabrak aturan etika dan hukum demi memburu rente kekuasaan.
Namun, kenapa nasib sopir bus umum Ibu Kota dari zaman ke zaman berburu setoran tak bisa diakhiri? Perhatian Presiden Jokowi atas Metromini maut ini mungkin bisa dijadikan titik tolak revolusi mental dan aturan main di balik operasi bus kota sejenis Metromini, agar tidak lebih lama lagi mengorbankan jiwa penumpang dan pemakai jalan lainnya.
Masalah itu berpangkal pada tekanan juragan bus terhadap sopir untuk mendapatkan setoran yang dipatok tinggi, agar para juragan bisa membayar rente kredit kendaraan mereka ke bank, yang tarif suku bunga acuannya memang tinggi! Ternyata, itulah salah satu pangkal bencana yang berulang-ulang itu! ***
0 komentar:
Posting Komentar