MAKNA pembusukan politik (political decay) dalam pemakaiannya di media massa Indonesia bias menjadi dua, yang maksudnya sama sekali saling berbeda.
Sisi pertama yang menjelang pemilukada serentak ini banyak dipakai, pembusukan politik berupa penyebaran isu negatif (yang membusuk-busukkan satu pasangan calon) oleh suatu pihak. Bisa jadi yang menyebar isu negatif atas pasangan calon tersebut adalah lawannya dalam pemilukada, atau simpatisan lawannya.
Tapi, ada kalanya juga dari kalangan independen, yang benar-benar tidak memihak pada salah satu calon, tapi semata untuk menyelamatkan daerahnya agar tak jatuh ke tangan politikus yang rekam jejaknya terkenal memang busuk.
Sisi kedua, maksud pembusukan politik seperti yang lazim dalam teori ilmu politik, yaitu gejala atau bahkan realitas yang merupakan implikasi dari praktik rumusan Lord Acton: power tend to corrupt, absolut power corrupt absolutely. Jadi, pembusukan politik merupakan kondisi ketika para aktor pada berbagai cabang kekuasaan negara telah menyalahgunakan kekuasaan, baik untuk kepentingan sendiri, kelompok, atau koalisi antarkelompok.
Berbagai cabang kekuasaan negara pada sisi kedua ini maksudnya tentu eksekutif, legislatif, dan yudikatif (banyak hakim tertangkap tangan oleh KPK) sehingga pembusukan politik praktis mengimbas semua bidang kehidupan bangsa—ekonomi, sosial, budaya, hukum, dan sebagainya.
Setiap kekuasaan negara yang mengalami pembusukan tidak lagi bekerja efektif untuk kepentingan rakyat maupun kebenaran dan keadilan, tapi lebih berorientasi pada kepentingan pribadi, kelompok, maupun koalisinya.
Orientasi tersebut juga berlaku untuk membela diri dan mempertahankan kepentingan kelompok atau koalisi. Misalnya, salah satu unsur dari kelompok terlibat suatu kasus etika maupun hukum. Kelompoknya dari segala penjuru melalui segala media lantas membuat kontraisu seolah berita tentang unsurnya melanggar etika atau hukum itu hanya suatu usaha pembusukan politik dari pihak lawan.
Dengan segala cara pula ditempuh usaha agar unsur yang tersandung kasus etika atau hukum itu lolos dari vonis yang menjeratnya sebagai pesakitan bersalah. Dengan begitu, pembusukan politik yang merusak kelembagaan negara jadi tak berfungsi efektif untuk kepentingan rakyat maupun kebenaran dan keadilan terus meruyak semakin dalam.
Akibatnya, kelembagaan negara menjadi busuk, hanya bekerja untuk kepentingan pribadi, kelompok atau koalisi. Sedang kepentingan rakyat, ditelantarkan. ***
Tapi, ada kalanya juga dari kalangan independen, yang benar-benar tidak memihak pada salah satu calon, tapi semata untuk menyelamatkan daerahnya agar tak jatuh ke tangan politikus yang rekam jejaknya terkenal memang busuk.
Sisi kedua, maksud pembusukan politik seperti yang lazim dalam teori ilmu politik, yaitu gejala atau bahkan realitas yang merupakan implikasi dari praktik rumusan Lord Acton: power tend to corrupt, absolut power corrupt absolutely. Jadi, pembusukan politik merupakan kondisi ketika para aktor pada berbagai cabang kekuasaan negara telah menyalahgunakan kekuasaan, baik untuk kepentingan sendiri, kelompok, atau koalisi antarkelompok.
Berbagai cabang kekuasaan negara pada sisi kedua ini maksudnya tentu eksekutif, legislatif, dan yudikatif (banyak hakim tertangkap tangan oleh KPK) sehingga pembusukan politik praktis mengimbas semua bidang kehidupan bangsa—ekonomi, sosial, budaya, hukum, dan sebagainya.
Setiap kekuasaan negara yang mengalami pembusukan tidak lagi bekerja efektif untuk kepentingan rakyat maupun kebenaran dan keadilan, tapi lebih berorientasi pada kepentingan pribadi, kelompok, maupun koalisinya.
Orientasi tersebut juga berlaku untuk membela diri dan mempertahankan kepentingan kelompok atau koalisi. Misalnya, salah satu unsur dari kelompok terlibat suatu kasus etika maupun hukum. Kelompoknya dari segala penjuru melalui segala media lantas membuat kontraisu seolah berita tentang unsurnya melanggar etika atau hukum itu hanya suatu usaha pembusukan politik dari pihak lawan.
Dengan segala cara pula ditempuh usaha agar unsur yang tersandung kasus etika atau hukum itu lolos dari vonis yang menjeratnya sebagai pesakitan bersalah. Dengan begitu, pembusukan politik yang merusak kelembagaan negara jadi tak berfungsi efektif untuk kepentingan rakyat maupun kebenaran dan keadilan terus meruyak semakin dalam.
Akibatnya, kelembagaan negara menjadi busuk, hanya bekerja untuk kepentingan pribadi, kelompok atau koalisi. Sedang kepentingan rakyat, ditelantarkan. ***
0 komentar:
Posting Komentar