HASIL audit forensik terhadap Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) menyebutkan terjadi anomali dalam pengadaan minyak pada 2012—2014. Berdasarkan temuan lembaga auditor Kordha Mentha, jaringan minyak dan gas (migas) telah menguasai kontrak suplai minyak senilai 18 miliar dolar AS atau sekitar Rp250 triliun selama tiga tahun. (Koran Tempo, 11/11)
Beberapa perusahaan pemasok minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM) ke Pertamina melalui Petral, menurut Menteri ESDM Sudirman Said, setelah diedit ternyata semuanya berafiliasi pada satu badan yang sama. Badan itu menguasai kontrak 6 miliar dolar AS per tahun atau sekitar 15% dari rata-rata impor minyak tahunan senilai 40 miliar dolar AS.
Jaringan mafia migas tersebut punya pembocor informasi dalam tubuh Petral.
Menurut Dirut Pertamina Dwi Sutjipto, kebocoran informasi rahasia dan intervensi pihak eksternal ini memengaruhi pengembangan bisnis, mitra secara tidak langsung, dan proses negosiasi oleh Petral. Juru bicara Pertamina, Wianda Pusponegoro, juga mengonfirmasi adanya penguasaan kontrak oleh jaringan tertentu itu menambah panjang rantai suplai sehingga harga beli minyak kurang kompetitif.
Demikianlah cerita miris yang mengoyak rasa keadilan rakyat tentang Petral, anak perusahaan Pertamina di Singapura. Sesuai rekomendasi tim antimafia migas yang dipimpin Faisal Basri, Petral yang fungsinya melakukan pembelian minyak di luar negeri untuk Pertamina itu telah dibubarkan.
Ternyata, selain keberadaan dan kerjanya tidak efisien, hasil audit itu menunjukkan Petral juga menjadi sarang penyimpangan. Jelas merupakan keharusan bagi pemerintah, dalam hal ini kementerian ESDM, untuk menindaklanjuti temuan audit forensik itu ke proses hukum. Betapa dalam periode itu, 2012—2014, keuangan negara terkuras untuk belanja migas sehingga pembanginan infrastruktur dibengkalaikan, mengakibatkan kehidupan rakyat secara umum tambah susah.
Di balik penderitaan rakyat itu, rupanya ada jaringan mafia yang pesta pora dengan uang pembelian minyak mentah dan BBM. Proses hukum tersebut diharapkan bisa disegerakan karena selain rakyat sudah tak sabar ingin tahu siapa saja jaringan mafia migas yang masih dirahasiakan itu, juga agar aparat hukum cepat mencekal orang-orangnya supaya tidak keburu kabur ke luar negeri.
Jadi jangan sampai ada kongkalikong, secara hukum diproses tapi orang-orangnya diberi kesempatan untuk kabur lebih dahulu. ***
Menurut Dirut Pertamina Dwi Sutjipto, kebocoran informasi rahasia dan intervensi pihak eksternal ini memengaruhi pengembangan bisnis, mitra secara tidak langsung, dan proses negosiasi oleh Petral. Juru bicara Pertamina, Wianda Pusponegoro, juga mengonfirmasi adanya penguasaan kontrak oleh jaringan tertentu itu menambah panjang rantai suplai sehingga harga beli minyak kurang kompetitif.
Demikianlah cerita miris yang mengoyak rasa keadilan rakyat tentang Petral, anak perusahaan Pertamina di Singapura. Sesuai rekomendasi tim antimafia migas yang dipimpin Faisal Basri, Petral yang fungsinya melakukan pembelian minyak di luar negeri untuk Pertamina itu telah dibubarkan.
Ternyata, selain keberadaan dan kerjanya tidak efisien, hasil audit itu menunjukkan Petral juga menjadi sarang penyimpangan. Jelas merupakan keharusan bagi pemerintah, dalam hal ini kementerian ESDM, untuk menindaklanjuti temuan audit forensik itu ke proses hukum. Betapa dalam periode itu, 2012—2014, keuangan negara terkuras untuk belanja migas sehingga pembanginan infrastruktur dibengkalaikan, mengakibatkan kehidupan rakyat secara umum tambah susah.
Di balik penderitaan rakyat itu, rupanya ada jaringan mafia yang pesta pora dengan uang pembelian minyak mentah dan BBM. Proses hukum tersebut diharapkan bisa disegerakan karena selain rakyat sudah tak sabar ingin tahu siapa saja jaringan mafia migas yang masih dirahasiakan itu, juga agar aparat hukum cepat mencekal orang-orangnya supaya tidak keburu kabur ke luar negeri.
Jadi jangan sampai ada kongkalikong, secara hukum diproses tapi orang-orangnya diberi kesempatan untuk kabur lebih dahulu. ***
0 komentar:
Posting Komentar