DALAM Konferensi Sawit di Bali pekan ini dilaporkan hasil pungutan dari ekspor CPO 50 dolar AS per ton dalam empat bulan mulai Juli 2015 sebesar Rp4 triliun. Pungutan itu bisa dipastikan oleh eksportir dibebankan ke produsen sehingga harga tandan buah segar (TBS) sawit petani di Lampung jatuh sampai Rp350 per kg.
Pungutan 50 dolar AS per ton dari ekspor CPO itu nyaris 10% dari harga CPO yang kini di bawah 600 dolar AS per ton. Sebagai pemikul beban pungutan itu, nasib mayoritas dari 4,5 juta petani sawit negeri kita mengulangi nasib malang petani cengkih ketika cengkih dikenai pungutan sejenis oleh BPPC. Petani cengkih sengsara.
Kehidupan petani sawit yang menderita akibat harga TBS tak cukup untuk biaya panen dan transpor ke pabrik, kontras dengan laporan sukses pungutan itu oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP Sawit) di konferensi sawit.
Kepala BPDP Sawit Bayu Krisnamurti melaporkan di Bali, dalam empat bulan saja dana dari pungutan ekspor CPO atau CPO Fund mencapai Rp4 triliun. Rencananya, dana Rp500 miliar dipakai untuk subsidi 223 ribu kiloliter biofuel. Anggaran subsidi yang ditagih sudah mencapai Rp285 miliar. (Kompas.com, 26/11)
CPO Fund dimasukkan ke satu rekening yang ditetapkan Menteri Keuangan. Selain untuk subsidi biofuel, dana tersebut bisa digunakan untuk replanting (penanaman kembali) kelapa sawit, dan peningkatan sumber daya manusia serta membiayai riset-riset di sektor sawit. Konsep penguasa untuk pungutan itu memang indah, seindah konsep pungutan BPPC yang mencekik petani. Dengan itu pula mayoritas dari 4,5 juta petani sawit negeri ini dirundung tiga masalah yang kian mencekik nasib mereka.
Pertama, terus merosotnya harga CPO, dari di atas 1.000 dolar AS per ton pada 2010 dengan harga TBS di atas Rp 1.000 per kg, kini menjadi di bawah 600 dolar AS per ton dengan harga TBS yang sekaligus tertekan oleh dua masalah berikutnya hingga kandas di Rp350 per kg.
Kedua, lima raksasa sawit nasional yang menampung 85% CPO dan TBS nasional termasuk dari 4,5 juta petani sawit, membuat perjanjian The Indonesian Palm Oil Pledge (IPOP) dengan Uni Eropa dan AS untuk memproduksi minyak sawit berkualitas tinggi dan ramah lingkungan, membuat produksi petani dan perusahaan sawit kecil tak ada yang membeli.
Ketiga, kalaupun produksi ditampung untuk ekspor di luar Eropa dan AS, oleh penguasa dihadang lagi dengan pungutan ekspor 50 dolar AS per ton. Sempurnalah kebijakan penguasa mencekik petani sawit! ***
Kehidupan petani sawit yang menderita akibat harga TBS tak cukup untuk biaya panen dan transpor ke pabrik, kontras dengan laporan sukses pungutan itu oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP Sawit) di konferensi sawit.
Kepala BPDP Sawit Bayu Krisnamurti melaporkan di Bali, dalam empat bulan saja dana dari pungutan ekspor CPO atau CPO Fund mencapai Rp4 triliun. Rencananya, dana Rp500 miliar dipakai untuk subsidi 223 ribu kiloliter biofuel. Anggaran subsidi yang ditagih sudah mencapai Rp285 miliar. (Kompas.com, 26/11)
CPO Fund dimasukkan ke satu rekening yang ditetapkan Menteri Keuangan. Selain untuk subsidi biofuel, dana tersebut bisa digunakan untuk replanting (penanaman kembali) kelapa sawit, dan peningkatan sumber daya manusia serta membiayai riset-riset di sektor sawit. Konsep penguasa untuk pungutan itu memang indah, seindah konsep pungutan BPPC yang mencekik petani. Dengan itu pula mayoritas dari 4,5 juta petani sawit negeri ini dirundung tiga masalah yang kian mencekik nasib mereka.
Pertama, terus merosotnya harga CPO, dari di atas 1.000 dolar AS per ton pada 2010 dengan harga TBS di atas Rp 1.000 per kg, kini menjadi di bawah 600 dolar AS per ton dengan harga TBS yang sekaligus tertekan oleh dua masalah berikutnya hingga kandas di Rp350 per kg.
Kedua, lima raksasa sawit nasional yang menampung 85% CPO dan TBS nasional termasuk dari 4,5 juta petani sawit, membuat perjanjian The Indonesian Palm Oil Pledge (IPOP) dengan Uni Eropa dan AS untuk memproduksi minyak sawit berkualitas tinggi dan ramah lingkungan, membuat produksi petani dan perusahaan sawit kecil tak ada yang membeli.
Ketiga, kalaupun produksi ditampung untuk ekspor di luar Eropa dan AS, oleh penguasa dihadang lagi dengan pungutan ekspor 50 dolar AS per ton. Sempurnalah kebijakan penguasa mencekik petani sawit! ***
0 komentar:
Posting Komentar