MKD—Mahkamah Kehormatan Dewan—masih dalam ujian di mata rakyat, bisanya apa? Itu setelah MKD memvonis cuma pelanggaran etik ringan atas Ketua DPR Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon yang dalam perjalanan dinas jabatan resminya ke Amerika Serikat menghadiri kampanye calon presiden Partai Republik Donald Trump.
Bagi rakyat, tindakan Ketua dan Wakil Ketua DPR dalam pelaksanaan tugas jabatannya itu benar-benar merendahkan kedudukannya yang merupakan representasi kehormatan rakyat. Merendahkan kedudukannya karena nyata mencederai netralitas rakyat, bangsa, dan negara Republik Indonesia dalam pemilihan presiden Negeri Paman Sam.
Apalagi kalau disimak dari informasi lainnya, pertemuan Ketua dan Wakil Ketua DPR dengan Trump difasilitasi seorang pengusaha terkait investasi Trump di Bogor, betapa rendah kehormatan DPR diposisikan hanya sebagai kurir bisnis seseorang.
Meski demikian, rakyat cuma bisa mengelus dada, rupanya bisanya MKD masih segitu. Lain hal tentunya pers, tak mudah menyerah dengan bisanya MKD itu. Pers berusaha agar MKD bisa lebih berbobot. Caranya dengan mengefektifkan fungsi kontrol pers ke arah MKD, salah satunya lewat investigative reporting, mendalami kasus yang ditangani MKD. Dengan pendalaman kasus lewat investigative reporting itu, pers berusaha membuat masyarakat well inform mengenai suatu kasus.
Terkait laporan Menteri ESDM Sudirman Said ke MKD tentang pencatutan nama Presiden Jokowi dan Wapres JK oleh Ketua DPR Setya Novanto untuk meminta saham Freeport, pada hari Sudirman melapor (Senin, 16/11) itu juga sudah banyak wartawan yang berhasil mendapatkan transkrip pembicaraan Setya yang diadukan mencatut itu.
Detik-news, misalnya, telah menyiarkan transkrip tersebut dengan catatan waktu: 2015/11/16 21:40:42. Dari mana dan bagaimana cara detik-news mendapatkan transkrip itu, jadi keistimewaan investigasinya. Melalui transkrip itu masyarakat jadi tahu betapa serius pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden. Dan dokumen sejenis, telah pula diuji (diverifikasi) keasliannya pada Sudirman di acara Mata Najwa Metro TV malam itu. Dengan masalahnya sudah diketahui perinci oleh masyarakat, diharapkan putusan MKD bisa lebih sesuai dengan aspirasi rakyat.
Tapi aneh, bukannya fokus ke pengaduan yang diterima agar putusannya lebih berbobot, ada oknum MKD yang mengalihkan persoalan ke bocornya transkrip ke pers, dan akan melaporkan ke Bareskrim Polri. Apakah bisanya MKD cuma lapor ke polisi? ***
Meski demikian, rakyat cuma bisa mengelus dada, rupanya bisanya MKD masih segitu. Lain hal tentunya pers, tak mudah menyerah dengan bisanya MKD itu. Pers berusaha agar MKD bisa lebih berbobot. Caranya dengan mengefektifkan fungsi kontrol pers ke arah MKD, salah satunya lewat investigative reporting, mendalami kasus yang ditangani MKD. Dengan pendalaman kasus lewat investigative reporting itu, pers berusaha membuat masyarakat well inform mengenai suatu kasus.
Terkait laporan Menteri ESDM Sudirman Said ke MKD tentang pencatutan nama Presiden Jokowi dan Wapres JK oleh Ketua DPR Setya Novanto untuk meminta saham Freeport, pada hari Sudirman melapor (Senin, 16/11) itu juga sudah banyak wartawan yang berhasil mendapatkan transkrip pembicaraan Setya yang diadukan mencatut itu.
Detik-news, misalnya, telah menyiarkan transkrip tersebut dengan catatan waktu: 2015/11/16 21:40:42. Dari mana dan bagaimana cara detik-news mendapatkan transkrip itu, jadi keistimewaan investigasinya. Melalui transkrip itu masyarakat jadi tahu betapa serius pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden. Dan dokumen sejenis, telah pula diuji (diverifikasi) keasliannya pada Sudirman di acara Mata Najwa Metro TV malam itu. Dengan masalahnya sudah diketahui perinci oleh masyarakat, diharapkan putusan MKD bisa lebih sesuai dengan aspirasi rakyat.
Tapi aneh, bukannya fokus ke pengaduan yang diterima agar putusannya lebih berbobot, ada oknum MKD yang mengalihkan persoalan ke bocornya transkrip ke pers, dan akan melaporkan ke Bareskrim Polri. Apakah bisanya MKD cuma lapor ke polisi? ***
0 komentar:
Posting Komentar