KAUM buruh malah melancarkan aksi mogok nasional 24—27 November 2015, memprotes penetapan upah yang mengacu formula baru Peraturan Pemerintah (PP) No. 78/2015.
Menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, mogok nasional menolak PP Pengupahan itu karena melanggar konstitusi UUD 1945 yang menyatakan setiap orang berhak hidup layak melalui instrumen kebutuhan hidup layak (KHL). PP itu menghilangkan hak berunding oleh serikat buruh sehingga melanggar konvensi ILO maupun UU No. 13/2003 dan UU No. 21/2000. (Kompas.com, 22/11)
Mengantisipasi aksi buruh yang terus berlangsung, Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri mengindikasikan ada penyesatan informasi di kalangan buruh yang bertujuan agar buruh mudah digerakkan turun ke jalan menolak PP Pengupahan. Seperti peran serikat pekerja dihilangkan dalam pengupahan. Itu merupakan informasi tidak benar.
Karena, tukas Hanif, dalam PP Pengupahan keberadaan serikat pekerja justru semakin penting perannya dalam merundingkan upah layak pekerja di atas satu tahun melalui penerapan struktur dan skala upah di perusahaan. (Kompas.com, 19/11)
Mengenai peran serikat pekerja ini tampak ada yang tidak nyambung antara tuntutan KSPI dan Menteri Hanif. Maksud KSPI, dengan sistem formula peran serikat pekerja dihilangkan dalam pengupahan pada tingkat tripartit, penetapan upah melalui kesepakatan tiga pihak (serikat buruh, wakil pengusaha, dan pemerintah) sejak survei KHL. Sedangkan bicara Menteri Hanif terkait peran serikat pekerja pada tingkat bipartit, serikat pekerja dengan manajemen dalam perusahaan.
Sedih melihat pekerjaan sia-sia puluhan ribu buruh demo meninggalkan pekerjaan di pabrik hanya akibat salah pengertian yang sepele itu. Si menteri ngotot beretorika, si serikat buruh tak peduli betapa besar kerugian masyarakat bangsa akibat proses produksi terhenti oleh aksi mogok nasional.
Kenapa si menteri tidak blusukan (mengikuti cara Jokowi menyelesaikan masalah) ke markas serikat pekerja menemui si presiden KSPI untuk mencocokkan maksud pembicaraan keduanya. Kalau keduanya terus berpolemik dari takhta kebesarannya, masalah tak selesai, malah bisa semakin jauh selisih pahamnya.
Lain hal kalau masalah sebenarmya bukan kesepahaman tentang aturan terkait kesejahteraan buruh dan kepastian berusaha. Tetapi, ada motif-motif politis terselubung yang memanipulasi gerakan buruh dengan penyesatan informasi. Kalau itu masalahnya, selisih pahamnya takkan pernah selesai. ***
Mengantisipasi aksi buruh yang terus berlangsung, Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri mengindikasikan ada penyesatan informasi di kalangan buruh yang bertujuan agar buruh mudah digerakkan turun ke jalan menolak PP Pengupahan. Seperti peran serikat pekerja dihilangkan dalam pengupahan. Itu merupakan informasi tidak benar.
Karena, tukas Hanif, dalam PP Pengupahan keberadaan serikat pekerja justru semakin penting perannya dalam merundingkan upah layak pekerja di atas satu tahun melalui penerapan struktur dan skala upah di perusahaan. (Kompas.com, 19/11)
Mengenai peran serikat pekerja ini tampak ada yang tidak nyambung antara tuntutan KSPI dan Menteri Hanif. Maksud KSPI, dengan sistem formula peran serikat pekerja dihilangkan dalam pengupahan pada tingkat tripartit, penetapan upah melalui kesepakatan tiga pihak (serikat buruh, wakil pengusaha, dan pemerintah) sejak survei KHL. Sedangkan bicara Menteri Hanif terkait peran serikat pekerja pada tingkat bipartit, serikat pekerja dengan manajemen dalam perusahaan.
Sedih melihat pekerjaan sia-sia puluhan ribu buruh demo meninggalkan pekerjaan di pabrik hanya akibat salah pengertian yang sepele itu. Si menteri ngotot beretorika, si serikat buruh tak peduli betapa besar kerugian masyarakat bangsa akibat proses produksi terhenti oleh aksi mogok nasional.
Kenapa si menteri tidak blusukan (mengikuti cara Jokowi menyelesaikan masalah) ke markas serikat pekerja menemui si presiden KSPI untuk mencocokkan maksud pembicaraan keduanya. Kalau keduanya terus berpolemik dari takhta kebesarannya, masalah tak selesai, malah bisa semakin jauh selisih pahamnya.
Lain hal kalau masalah sebenarmya bukan kesepahaman tentang aturan terkait kesejahteraan buruh dan kepastian berusaha. Tetapi, ada motif-motif politis terselubung yang memanipulasi gerakan buruh dengan penyesatan informasi. Kalau itu masalahnya, selisih pahamnya takkan pernah selesai. ***
0 komentar:
Posting Komentar