Artikel Halaman 8, Lampung Post Rabu 15-04-2020
Corona, Anomali Kebijakan Menhub!
H. Bambang Eka Wijaya
PERATURAN Menteri Perhubungan (Menhub) Nomor 18/2020 yang membolehkan ojek online (Ojol) mengangkut penumpang di wilayah PSBB jadi anomali dalam menangkal penyebaran Covid-19, bertentangan dengan ketentuan Memkes dan Gubernur DKI.
Dalam Permenhub yang ditandatangani Menhub ad interim Luhut Panjaitan itu, semula pada Pasal 11 huruf (c) disebutkan sepeda motor berbasis aplikasi dibatasi hanya untuk pengangkutan barang. Artinya Ojol tidak boleh membawa penumpang.
Namun pada Pasal yang sama huruf (d) disebutkan sepeda motor berbasis aplikasi dengan tujuan tertentu tetap dapat mengangkut penumpang, asalkan memenuhi sejumlah syarat.
Bunyinya; "Dalam hal tertentu, untuk tujuan melayani kepentingan masyarakat dan untuk kepentingan pribadi, sepeda moror dapat mengangkut penumpang dengan ketentuan harus memenuhi protokol kesehatan".
Syaratnya, pertama aktivitas lain yang diperbolehkan selama PSBB.
Kedua, melakukan penyemprotan disinfektan pada kenderaan dan perlengkapan sebelum dan setelah selesai digunakan.
Ketiga, menggunakan masker dan sarung tangan. Keempat, pengendara tidak sedang mengalami suhu badan di atas normal atau sakit.
Permenhub itu bertentangan dengan Permenkes Nomor 9/2020, dasar Pergub DKI Nomor 33/2020 tentang Pelaksanaan PSBB yang dengan tegas menyebut "Angkutan roda dua berbasis aplikasi dibatasi penggunaannya hanya untuk pengangkutan barang".
Permenhub yang sama juga memberi izin bagi angkutan mudik dengan syarat, angkutan darat, laut dan udara hanya memuat 50% dari kapasitas penumpang dengan tetap menaati ketentuan social distancing.
"Antartempat duduk dibatasi jarak satu meter dan kapasitas penumpang yang bisa diperbolehkan menaiki penumpang umum maksimal sebesar 50% dari jumlah kapasitas kursi yang ada pada kendaraan," demikian bunyi petunjuk teknis pengendalian mudik 2020 dalam Permenhub tersebut dikutip detik.com (12/4/).
Itu jelas bertentangan dengan seruan untuk tidak mudik dari banyak pejabat negara. Kontroversi aturan berbagai lembaga pemerintah itu mencerminkan kurangnya koordinasi. Dan belum terwujudnya satu bahasa dalam melawan Covid-19.
Seruan perang rakyat semesta melawan Covid-19 cenderung cuma retorika kosong. Belum terwujud satu bahasa dan satu hati pada segenap elemen bangsa. Bahkan DPR yang mendapat ribuan protes online dari buruh agar menghentikan pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang menyakiti hati buruh, agar semua bisa fokus memerangi Covid-19, DPR tak peduli. ***
0 komentar:
Posting Komentar