Artikel Halaman 8, Lampung Post Kamis 23-04-2020
Siap Emergency Exit dari Depresi Global!
H. Bambang Eka Wijaya
PEREKONOMIAN global sepertl sebuah kapal, muatannya negara-negara sedunia. Sehingga, ketika terjadi depresi pada ekonomi global, semua negara terimbas.
Celakanya, setiap negara harus siap dengan emergency exit untuk keluar dari pusaran depresi tersebut. Karena, penyelamatan diri dari situasi bencana itu tak bisa menumpang sekoci negara lain. Atau berharap bantuan negara lain. Semua prioritas pada keselamatan negaranya sendiri.
Aba-aba untuk menyiapkan emergency exit itu datang dari Koordinator Komite Stabilitas Sintem Keuangan (KSSK) Sri Mulyani. Ia menyatakan, "Ini shock besar! Dan kita semua harus menghadapinya!"
Ia mengungkap ekonomi Tiongkok terkontraksi tumbuh negatif --6,8% pada kuartal I 2020. Dan akibat virus korona perekonomian dunia secara keseluruhan akan mengalami kontrakasi yang sangat dalam tahun ini. (CNBC-Indonesia, 18/4)
Bahkan AS saja porak poranda dibantai ganasnya korona. Penduduk kota New York yang makmur dan modis itu, antre panjang untuk mendapatkan pembagian jatah makanan di dapur umum.
Apalagi di Eropa yang mayoritas luluh lantak dihantam korona. Terkesan betapa buruknya depresi global akibat korona. Banyak prediksi, bisa jauh lebih parah dari depresi 1930-an.
Lantas seperti apa emergency exit Indonesia? Ada politikus mengunggulkan Omnibus Law yang bisa menarik penanam modal asing sebagai emergency exit seusai krisis korona. Maka itu mereka paksakan hingga tanpa mempedulikan rakyatnya sedang terkapar dihantam korona, lebih dari 500 orang tewas.
Tapi mungkinkah di tengah depresi ekonomi global itu akan berduyun modal asing ke negeri kita? Logikanya justru terbalik. Modal itu sekoci dalam emergency exit menyelamatkan negaranya. Negara para pemilik modal itu sendiri. Perlu waktu lama bagi mereka untuk kembali berburu rente ke negara berkembang yang berisiko tinggi.
Pada saat normal saja, porsi investasi langsung (foreign direct investment/FDI) ke Indonesia tak pernah lebih 7% dari Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB). Padahal, Singapura (50%), Vietnam (29%), Malaysia (18%), dan Filipina (11%).
Saat Vietnam dapat pindahan 15 industri dari Tiongkok, tak satu pun ke Indonesia.
Tak disadari elite kita, penyebab investasi asing langsung rendah karena semangat anti-modal asing di akar rumput kita itu cukup bergelora. Maka itu, banyak modal asing lebih memilih bermain di pasar modal dan obligasi.
Dengan Omnibus Law yang menyakiti hati rakyat, semangat itu bisa tambah berkobar. ***
0 komentar:
Posting Komentar