Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Masyarakat Rabun Ayam, Mental Lele!


"BUYA Syafii Ma'arif, dalam Simposium Nasional Demokrat menyatakan masyarakat kita sekarang cenderung rabun ayam, cuma bisa melihat yang dekat, hanya berorientasi jangka pendek, tak bisa melihat jauh atau jangka panjang!" ujar Umar. "Dalam gejala itu elitenya bermental lele pula, suka keruh karena bisa makan banyak!"

"Ditarik ke berbagai kasus, termasuk di Lampung, ungkapan Buya itu cukup kena!" sambut Amir. "Ada saja hal-hal yang kalau dijalankan sesuai prosedur semestinya akan berjalan baik-baik saja, tapi dipilih jalan yang menimbulkan kekeruhan! Setelah keruh, si biang kisruh menuduh pers yang salah! Berbagai dalih dihunjamkan untuk itu!"


"Tujuan membuat kekeruhan agar bisa makan banyak itu, dalam versi Buya Syafii Ma'arif disebut pragmatis, tunamoral!" timpal Umar. "Para elite bangsa tenggelam dalam kultur pragmatisme, demi memburu kepentingan jangka pendek! Politik uang yang kini merajalela adalah fakta keras mengenai praktek pragmatisme tunamoral itu! Jika demokrasi Indonesia tidak diselamatkan dari gempuran pragmatisme semacam itu, Buya cemas masa depan bangsa ini akan tetap kelabu tanpa martabat! Jumlah penduduk besar di tangan pemimpin yang tidak bertanggung jawab tidak mustahil akan terseret menjadi paria yang hina di muka bumi!"

"Penegasan Buya itu merupakan realitas yang mungkin akan berlanjut jika solusi yang benar-benar bisa dipraktekkan tak segera hadir!" tegas Amir. "Seharusnya hukum menghentikan gejala itu, tapi terbukti hukum punya keterbatasan! Dari banyak kasus sejenis yang ditangani hukum, hasilnya kurang memuaskan dalam arti, tak telak dalam penjeraannya!"

"Menurut Buya, kuncinya pada pemimpin yang sering kata dan lakunya pecah kongsi!" jelas Umar. "Dalam kerja rumus-merumus bangsa ini sangat piawai seperti terbaca dalam Pancasila dan UUD 1945. Rumusan itu pendek, padat dan padu! Tapi dalam pelaksanaannya sering tidak tersambung dengan rumusan yang bagus itu! Praktek politik autoritarian (1959-1998) jelas-jelas bertentangan dengan seluruh napas Pancasila dan UUD 1945. Yang ajaib, praktek semacam itu dikatakan dinaungi Pancasila dan UUD 1945! Kekuatan politik domestik demi pragmatisme dengan mudah menyesuaikan diri dengan perilaku menyimpang dari konstitusi negara! Ini telah berlaku berkali-kali di era pascaproklamasi!"

"Sekarang, pecah kongsinya antara kata dan laku itu, dikatakan jujur dan adil (jurdil) lakunya politik uang!" tukas Amir. "Pragmatisme seperti itu yang disebut Buya tunamoral!"

0 komentar: