BULOG—Badan Urusan Logistik—mendapat tugas dari pemerintah untuk mengimpor jagung sebanyak 2,4 juta ton guna memenuhi kebutuhan nasional sepanjang 2016. Bulog ditetapkan sebagai importir tunggal untuk jagung lewat Peraturan Menteri Perdagangan. Volume impor diatur 200 ribu ton per bulan.
Keputusan pemerintah untuk mengimpor jagung sebanyak 2,4 juta ton itu ditetapkan dalam rapat kabinet di Kementerian Koordinator Perekonomian pertengahan Desember lalu.
Plt Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Karyanto Suprih menjelaskan penunjukan Bulog sebagai importir tunggal ini bertujuan agar harga jagung tetap menguntungkan para petani, tapi tidak membebani para peternak unggas yang membutuhkan jagung untuk pakan ternak.
Agar impor tidak berlebihan dan terkontrol, Bulog sebagai representasi negara harus mengendalikannya. "Prinsipnya jangan sampai mengganggu petani jagung, tapi juga jangan mengganggu peternak. Kalau memang tidak ada stok, ya impor," tegas Karyanto. (detik-finance, 18/1)
Keputusan pemerintah menetapkan kuota impor jagung dan membuka informasinya kepada publik itu hal penting karena tahun lalu impor jagung sempat dilarang dengan alasan sudah swasembada, padahal di belakang itu ternyata masih ada impor jagung berjuta ton.
Artinya, dengan begitu pemerintah tidak lagi memperbodoh rakyat seolah kita sudah swasembada jagung, sedang sebenarnya kekurangan untuk konsumsi kita masih sekian juta ton lagi. Meskipun demikian, disayangkan pemerintah menetapkan importir tunggal sehingga terjadi monopoli, yang kurang tepat dengan sistem ekonomi Indonesia yang semestinya memberi kesempatan berusaha kepada setiap warga negaranya.
Dengan monopoli oleh badan milik negara atau pemerintah itu, selain membuat masyarakat hanya sebagai penonton, juga menjadikan sistem ekonomi menjurus ke etatisme—segalanya ditangani dan diurus sendiri oleh negara atau pemerintah. Langkah ini membawa negara ke sistem sosialis yang bertentangan dengan Pancasila. Soal ketakutan kalau memberi kesempatan kepada swasta impornya akan berlebihan sehingga harga jagung akan jatuh dan merugikan petani, kendali izin dan besarnya kuota impor dan harga jelas berada di tangan pemerintah.
Jadi, alasan itu terlalu mengada-ada. Untuk itu, jelas perlu dipertimbangkan kembali agar memberi Bulog kuota secukupnya buat pengendalian harga, sedang sisa kuota impor diberikan kepada masyarakat agar bisa ikut menikmati gerak perekonomian nasional. ***
Agar impor tidak berlebihan dan terkontrol, Bulog sebagai representasi negara harus mengendalikannya. "Prinsipnya jangan sampai mengganggu petani jagung, tapi juga jangan mengganggu peternak. Kalau memang tidak ada stok, ya impor," tegas Karyanto. (detik-finance, 18/1)
Keputusan pemerintah menetapkan kuota impor jagung dan membuka informasinya kepada publik itu hal penting karena tahun lalu impor jagung sempat dilarang dengan alasan sudah swasembada, padahal di belakang itu ternyata masih ada impor jagung berjuta ton.
Artinya, dengan begitu pemerintah tidak lagi memperbodoh rakyat seolah kita sudah swasembada jagung, sedang sebenarnya kekurangan untuk konsumsi kita masih sekian juta ton lagi. Meskipun demikian, disayangkan pemerintah menetapkan importir tunggal sehingga terjadi monopoli, yang kurang tepat dengan sistem ekonomi Indonesia yang semestinya memberi kesempatan berusaha kepada setiap warga negaranya.
Dengan monopoli oleh badan milik negara atau pemerintah itu, selain membuat masyarakat hanya sebagai penonton, juga menjadikan sistem ekonomi menjurus ke etatisme—segalanya ditangani dan diurus sendiri oleh negara atau pemerintah. Langkah ini membawa negara ke sistem sosialis yang bertentangan dengan Pancasila. Soal ketakutan kalau memberi kesempatan kepada swasta impornya akan berlebihan sehingga harga jagung akan jatuh dan merugikan petani, kendali izin dan besarnya kuota impor dan harga jelas berada di tangan pemerintah.
Jadi, alasan itu terlalu mengada-ada. Untuk itu, jelas perlu dipertimbangkan kembali agar memberi Bulog kuota secukupnya buat pengendalian harga, sedang sisa kuota impor diberikan kepada masyarakat agar bisa ikut menikmati gerak perekonomian nasional. ***
0 komentar:
Posting Komentar