Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

GBHN, Presiden Didikte Politikus!

PDIP lewat rakernas awal 2016 berwacana kembali ke sistem Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Dengan itu, sistem rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) lima tahunan yang disusun berdasar visi-misi Presiden terpilih tidak dipakai lagi. 

Sistem GBHN dipakai Orde Lama dan Orde Baru, disusun oleh MPR yang merupakan wujud kedaulatan rakyat dan kekuasaan tertinggi negara sesuai UUD 1945 (sebelum amendemen). Presiden juga dipilih oleh MPR sebagai mandataris MPR, bertanggung jawab kepada MPR. Setelah diamendemen, kekuasaan superlatif MPR itu dikoreksi jadi setingkat lembaga tinggi negara lainnya (Presiden, DPR). Di sisi lain, dengan bukan lagi sebagai mandataris MPR, Presiden menjadi kekuatan mandiri untuk melaksanakan sistem presidensial optimal, menyusun RPJMN sesuai visi-misinya saat kampanye. 

Oleh karena itu, jika tanpa posisi MPR sebagai kekuasaan tertinggi negara, penyusunan dan penetapan GBHN oleh MPR untuk dijalankan oleh Presiden, secara praktis Presiden hanya wajib manut, nurut, didikte politikus. Sekaligus, yang efektif sistem presidensial minimalis, sejak kampanye tidak membuat visi dan misi, malah debat capres pun cuma menafsirkan GBHN, bukan uraian gagasan orisinalnya memajukan negara. Dalam kajian, model perencanaan jangka panjang, seperti GBHN, digolongkan model sosialis. 

Di model ini, segalanya dalam kehidupan bernegara-bangsa ditentukan oleh sekelompok kecil elite berkuasa, sedangkan rakyat hanya wajib mengikutinya. Kalaupun kata partisipasi populer, maksudnya rakyat hanya ikut mengerjakan apa pun yang ditetapkan elite berkuasa, tidak ikut dalam perencanaannya. 

Beda sistem RPJMN lima tahunan, rencana berjangka relatif pendek itu dikenal sebagai model piecemeal engineering, rekayasa makanan camilan, yang ditetapkan secara demokratis langsung oleh rakyat lewat musyawarah dari tingkat paling rendah (rembuk kampung/desa), jadi benar-benar sesuai masalah nyata kehidupan rakyat. Karena mayoritas usulan proyek dari rembuk desa yang naik ke kecamatan hingga pusat itu relatif kecil-kecil, disebut makanan kecil (piecemeal). 

Ukuran keberhasilan model ini pada peningkatan kesejahteraan rakyat yang diukur dengan indeks gini (ketimpangan) yang 2015 justru memburuk, indeks pembangunan manusia (IPM) kini di peringkat 108 global, serta kemiskinan dan pengangguran yang 2015 juga memburuk. Kembalinya ke GBHN bisa dijadikan pertanda kemenangan politikus atas rakyat dan Presiden dalam perencanaan pembangunan. ***

0 komentar: