Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Repotnya Right to be Forgotten!

HAL terbaru hasil revisi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) adalah tambahan ketentuan mengenai hak untuk dilupakan—right to be forgotten. Hak ini ditambahkan pada Pasal 26 mengatur orang yang divonis tak bersalah berhak mengajukan permintaan ke pengadilan untuk menghapus pemberitaan dirinya saat jadi tersangka.
Untuk kini, eksekusi putusan pengadilan untuk menghapus pemberitaan seseorang saat jadi tersangka di media massa tentu lewat blokir yang dilakukan Kementerian Kominfo. Blokir itu tentu dilakukan melalui kode atau kata kunci sehingga setiap kata itu masuk atau dipanggil lewat mesin pencari (search engine) keseluruhan materi yang mengandung kata tersebut tidak lolos ke penerima kiriman atau pencari materi.
Sistem blokir itu punya kelemahan. Berdasar pengalaman Azyumardi Azra yang dia ungkap di tayangan MetroTV, saat dilakukan blokir atas kata ISIS, semua materi terkait ISIS, bukan hanya yang negatif bagi pembaca kena blokir. Kajian-kajian yang penting bagi masyarakat mengenai ISIS, termasuk tulisan sang guru besar UIN Jakarta itu juga ikut terblokir. Akibatnya masyarakat buta tentang ISIS, padahal harusnya melek agar mengatasinya.
Dalam hal right ro be forgotten, salah satu kata yang masuk penyaring tentu nama orangnya. Ini jelas merugikan banyak orang yang bernama sama, segala bentuk berita dan tulisan yang mengandung namanya ikut kena blokir, padahal isinya bukan hanya penting bagi orangnya, melainkan juga bermanfaat bagi masyarakat.
Itulah bakal repotnya memenuhi permintaan itu. Juga demi bersikap etis terhadap putusan pengadilan setiap media idealnya menghapus sendiri berita dimaksud dari file medianya, akan sulit memenuhinya. Karena, materi yang harus dihapus pasti sudah mengendap jauh dalam server.
Apalagi mesin pencari—search engine, seperti Google, Yahoo, dan sejenis penghimpun data sejagat raya yang operasinya dikendalikan di luar negeri, dengan pengaman berlapis yang sukar diterobos pihak lain untuk diotak-atik kontennya. Setidaknya, perlu prosedur berantai.
Sebagai hal baru, sebaiknya tentu dilihat dulu pelaksanaannya, andai bisa dilaksanakan. Namun, suatu putusan pengadilan tak bersalah dan bebas dari semua tuntutan secara eksplisit dan langsung telah merehabilitasi sekaligus mengeliminasi stigma tersangka.
Sedangkan status tersangka yang pernah disandangnya justru menjadi ukiran perjalanan sejarah hidupnya. Sejarah itu tak bisa diingkari sekalipun file beritanya dihapus. ***

0 komentar: