TERJADI kejutan luar biasa. Saham PTBA di Bursa Efek Indonesia (BEI) Senin (5/12/2016) melonjak hingga 9,6% dalam satu hari, menjadi Rp13.475. Harga saham PTBA itu terangkat oleh harga batu bara yang ditambangnya pada hari itu tembus 100 dolar AS per ton untuk acuan Desember. Tepatnya, 101,69 dolar AS per ton. (MetroTV, 5/12/2016)
Harga batu bara itu melonjak dari kisaran 50 dolar AS per ton pada awal 2016, merambat naik ke 70 dolar AS per ton pada September. Lonjakan ini dipicu terutama oleh penutupan tambang-tambang batu bara di Tiongkok, yang tujuannya mengerek naik harga batu bara, membantu industri batu bara dalam negeri mereka.
Sekaligus, menahan cadangan batu bara negerinya di alam. Produksi batu bara Tiongkok sebelumnya mencapai 3,6 miliar ton per tahun, sudah terpangkas 4,2% atau 151 juta ton.
Deputi Ditektur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menyatakan permintaan batu bara pada akhir tahun ini meningkat karena untuk antisipasi memasuki musim dingin, terutama di Jepang, Korea, dan Tiongkok. Kepada detik-finance (5/12/2016) Hendra memperkirakan kenaikan harga ini tidak akan bertahan lama.
Meroketnya harga batu bara membuat biaya produksi listrik di Tiongkok juga naik. Kalau biaya produksi listrik mahal, tentu akan menurunkan daya saing industri. Karena itu, tukasnya, Pemerintah Tiongkok kemungkinan tidak melanjutkan kebijakan pemangkasan produksi batu bara untuk mengefisienkan biaya produksi listrik pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang memerlukan batu bara sebagai bahan bakar.
"Besar kemungkinan Pemerintah Tiongkok akan meninjau kembali kebijakan tersebut karena PLTU di sana kesulitan dengan harga batu bara yang tinggi. Karena itu, ada potensi harga komoditas akan terkoreksi," ujar Hendra.
Meski terkoreksi, harganya mungkin tak anjlok sampai seperti di awal tahun. Karena Tiongkok sebagai produsen batu bara terbesar dunia, juga rugi kalau harga komoditasnya terlalu rendah. Peluang tersebut membantu Indonesia mendapatkan harga batu bara lebih baik, salah satu komoditas andalan yang selama ini harganya terpuruk bersama beberapa komoditas ekspor nonmigas lainnya.
Naiknya harga batu bara ke kisaran 100 dolar AS per ton menyusul membaiknya harga crude palm oil (CPO) atau minyak sawit ke atas 700 dolar AS per ton, bisa menjadi stimulus pertumbuhan ekonomi nasional. Jika kenaikan harga itu disusul oleh karet dan kopi ke tingkat yang lebih ideal, perekonomian rakyat juga bisa lega. ***
Sekaligus, menahan cadangan batu bara negerinya di alam. Produksi batu bara Tiongkok sebelumnya mencapai 3,6 miliar ton per tahun, sudah terpangkas 4,2% atau 151 juta ton.
Deputi Ditektur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menyatakan permintaan batu bara pada akhir tahun ini meningkat karena untuk antisipasi memasuki musim dingin, terutama di Jepang, Korea, dan Tiongkok. Kepada detik-finance (5/12/2016) Hendra memperkirakan kenaikan harga ini tidak akan bertahan lama.
Meroketnya harga batu bara membuat biaya produksi listrik di Tiongkok juga naik. Kalau biaya produksi listrik mahal, tentu akan menurunkan daya saing industri. Karena itu, tukasnya, Pemerintah Tiongkok kemungkinan tidak melanjutkan kebijakan pemangkasan produksi batu bara untuk mengefisienkan biaya produksi listrik pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang memerlukan batu bara sebagai bahan bakar.
"Besar kemungkinan Pemerintah Tiongkok akan meninjau kembali kebijakan tersebut karena PLTU di sana kesulitan dengan harga batu bara yang tinggi. Karena itu, ada potensi harga komoditas akan terkoreksi," ujar Hendra.
Meski terkoreksi, harganya mungkin tak anjlok sampai seperti di awal tahun. Karena Tiongkok sebagai produsen batu bara terbesar dunia, juga rugi kalau harga komoditasnya terlalu rendah. Peluang tersebut membantu Indonesia mendapatkan harga batu bara lebih baik, salah satu komoditas andalan yang selama ini harganya terpuruk bersama beberapa komoditas ekspor nonmigas lainnya.
Naiknya harga batu bara ke kisaran 100 dolar AS per ton menyusul membaiknya harga crude palm oil (CPO) atau minyak sawit ke atas 700 dolar AS per ton, bisa menjadi stimulus pertumbuhan ekonomi nasional. Jika kenaikan harga itu disusul oleh karet dan kopi ke tingkat yang lebih ideal, perekonomian rakyat juga bisa lega. ***
0 komentar:
Posting Komentar