SUBSIDI listrik 18,8 juta kepala keluarga (KK) pelanggan 900 volt ampere (va) dicabut mulai Januari 2017 karena tergolong warga mampu.
Jumlah pelanggan 900 va 22,9 juta KK, tapi berdasar data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), 4,1 juta pelanggan termasuk rumah tangga miskin atau rumah tangga mampu tapi listriknya untuk kegiatan usaha kecil-menengah (UKM) atau kegiatan sosial.
Pencabutan subsidi itu bertahap, disesuaikan setiap tiga bulan. Tahap pertama pelanggan 900 va pemakai di atas 60 kwh semula membayar tarif Rp495/kwh, berubah menjadi Rp692/kwh. Tarif ini sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM No. 28 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Subsidi Listrik Tepat Sasaran. (Sindonews.com, 15/11/2016)
"Dari hasil kebijakan itu, kami hitung lebih dari Rp20 triliun yang bisa kita hemat di 2017," ujar Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman. Kementerian ESDM berjanji akan mengalokasikan dana itu untuk pembangunan infrastruktur kelistrikan di desa-desa yang belum teraliri listrik. (Kompas.com, 4/12/2016)
Dari jumlah kepala keluarga, di Indonesia masih 6,8 juta—6,9 juta lagi yang belum teraliri listrik, ujar Jarman. Bila mengacu data Dirjen Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kementerian Dalam Negeri, total jumlah KK di Indonesia mencapai 63,8 juta, jumlah KK yang belum teraliri listrik mencapai 10,8%.
Dengan pengalihan subsidi itu, berarti pembangunan infrastruktur listrik desa-desa yang belum teraliri listrik itu di luar program membangun pembangkit 35 ribu mw sampai 2019. Namun, dengan dana pengalihan subsidi Rp20 triliun per tahun, untuk membangun infrastruktur listrik 10,8% rumah tangga nasional, agaknya tak selesai 2019.
Masalah pelistrikan desa-desa terisolasi itu karena kurangnya dorongan partisipasi investasi swasta. Malah di zaman pelayanan listrik dimonopoli PLN, listrik milik koperasi rakyat di Metro diakuisisi PLN. Ini menoreh trauma pada masyarakat hingga enggan berpartisisasi pada pengadaan listrik. Sedang PLN tak mampu segera memenuhinya.
Trauma itu membuat pengusaha ragu untuk investasi infrastruktur listrik di daerah. Tanpa kecuali, pemerintah menawarkan keleluasaan.
Selain itu, kemiskinan menyulut kekhawatiran masyarakat tak mampu membayar listrik hasil investasi besar itu. Menurut Ketua Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia Ali Herman Ibrahim, keengganan pengusaha juga karena tiadanya insentif dari pemerintah.
Apa mau sok mengelola investasi itu sebagai ajang bisnis? Bisnis apa di daerah terisolasi? ***
Pencabutan subsidi itu bertahap, disesuaikan setiap tiga bulan. Tahap pertama pelanggan 900 va pemakai di atas 60 kwh semula membayar tarif Rp495/kwh, berubah menjadi Rp692/kwh. Tarif ini sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM No. 28 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Subsidi Listrik Tepat Sasaran. (Sindonews.com, 15/11/2016)
"Dari hasil kebijakan itu, kami hitung lebih dari Rp20 triliun yang bisa kita hemat di 2017," ujar Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman. Kementerian ESDM berjanji akan mengalokasikan dana itu untuk pembangunan infrastruktur kelistrikan di desa-desa yang belum teraliri listrik. (Kompas.com, 4/12/2016)
Dari jumlah kepala keluarga, di Indonesia masih 6,8 juta—6,9 juta lagi yang belum teraliri listrik, ujar Jarman. Bila mengacu data Dirjen Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kementerian Dalam Negeri, total jumlah KK di Indonesia mencapai 63,8 juta, jumlah KK yang belum teraliri listrik mencapai 10,8%.
Dengan pengalihan subsidi itu, berarti pembangunan infrastruktur listrik desa-desa yang belum teraliri listrik itu di luar program membangun pembangkit 35 ribu mw sampai 2019. Namun, dengan dana pengalihan subsidi Rp20 triliun per tahun, untuk membangun infrastruktur listrik 10,8% rumah tangga nasional, agaknya tak selesai 2019.
Masalah pelistrikan desa-desa terisolasi itu karena kurangnya dorongan partisipasi investasi swasta. Malah di zaman pelayanan listrik dimonopoli PLN, listrik milik koperasi rakyat di Metro diakuisisi PLN. Ini menoreh trauma pada masyarakat hingga enggan berpartisisasi pada pengadaan listrik. Sedang PLN tak mampu segera memenuhinya.
Trauma itu membuat pengusaha ragu untuk investasi infrastruktur listrik di daerah. Tanpa kecuali, pemerintah menawarkan keleluasaan.
Selain itu, kemiskinan menyulut kekhawatiran masyarakat tak mampu membayar listrik hasil investasi besar itu. Menurut Ketua Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia Ali Herman Ibrahim, keengganan pengusaha juga karena tiadanya insentif dari pemerintah.
Apa mau sok mengelola investasi itu sebagai ajang bisnis? Bisnis apa di daerah terisolasi? ***
0 komentar:
Posting Komentar