DALAM Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) "makar" berarti jika ditemukan syarat adanya perbuatan permulaan pelaksanaan (Pasal 87), membunuh, merampas kemerdekaan, meniadakan kemampuan presiden dan wakil presiden memerintah (Pasal 104), memisahkan diri dari wilayah negara Indonesia (Pasal 106), menggulingkan pemerintah (Pasal 107).
Pekan terakhir "makar" jadi buah bibir setelah Kapolri dan Panglima TNI menyebut adanya rencana makar. Pernyataan Kapolri terkait makar melukiskan ada gerakan menyusup demo 212 yang memprovokasi massa menduduki gedung DPR, lalu mendesak Sidang Istimewa MPR untuk mencabut amanat MPR dari Presiden Jokowi.
Jadi jenis makarnya seperti di Pasal 107, menggulingkan pemerintah. Tentu, pernyataan Kapolri didukung bukti, setidaknya seperti dimaksud Pasal 87, ada perbuatan permulaan pelaksanaan—bisa saja rekaman pertemuan kelompok suatu gerakan menjurus makar.
Selain itu, juga ada laporan masyarakat yang mengadukan penghasutan untuk menjatuhkan pemerintahan yang sah. Salah satunya laporan dari kuasa hukum Laskar Jokowi, Ridwan Hanafi, ke Polda Metro Jaya. Laporan polisi itu dilengkapi barang bukti video, foto, dan saksi-saksi teregistrasi nomor LP/5735/XI/2016/PMJ/Dirs Reskrimum 21 November 2016, dengan salah satu tokoh yang diduga pelakunya Sri Bintang Pamungkas. (Metrotvnews.com, 22/11/2016)
Demikian isu tentang makar yang menjadi buah bibir dilihat secara awam dari bunyi pasal-pasal UU-nya. Tapi, di kalangan ahli hukum bisa terjadi perbedaan pandangan atau pendapat, lazim sebagai keistimewaan ahli hukum bebas meniliai setiap fakta hukum. Sehingga, untuk sebuah kasus dengan bukti-bukti persidangan yang sama, di antara majelis hakim ada yang membuat dissenting opinion.
Begitu pula dengan isu makar terakhir, berbagai meme muncul di media sosial. Ada yang menyebut Kapolri bicara tanpa bukti. Ada yang menyebut kalau makar itu ada pembunuhan. Padahal, kalau sempat terjadi pembunuhan, berarti aparat keamanan kecolongan.
Kapolri sudah memberi isyarat supaya mencari infonya di Google. Sedang Menko Polhukam menyebut ada di medsos. Artinya, soal makar itu sebenarnya sudah bukan rahasia umum lagi. Contohnya, salah satu bukti yang melengkapi laporan polisi kasus penghasutan menggulingkan pemerintah yang sah didapat pelapor dari YouTube.
Jadi, contoh dan bukti kasus makar yang sudah terang benderang masih dikeluhkan mengada-ada. Tapi begitulah kasus hukum, beda pandangan menjadi kelaziman. ***
Jadi jenis makarnya seperti di Pasal 107, menggulingkan pemerintah. Tentu, pernyataan Kapolri didukung bukti, setidaknya seperti dimaksud Pasal 87, ada perbuatan permulaan pelaksanaan—bisa saja rekaman pertemuan kelompok suatu gerakan menjurus makar.
Selain itu, juga ada laporan masyarakat yang mengadukan penghasutan untuk menjatuhkan pemerintahan yang sah. Salah satunya laporan dari kuasa hukum Laskar Jokowi, Ridwan Hanafi, ke Polda Metro Jaya. Laporan polisi itu dilengkapi barang bukti video, foto, dan saksi-saksi teregistrasi nomor LP/5735/XI/2016/PMJ/Dirs Reskrimum 21 November 2016, dengan salah satu tokoh yang diduga pelakunya Sri Bintang Pamungkas. (Metrotvnews.com, 22/11/2016)
Demikian isu tentang makar yang menjadi buah bibir dilihat secara awam dari bunyi pasal-pasal UU-nya. Tapi, di kalangan ahli hukum bisa terjadi perbedaan pandangan atau pendapat, lazim sebagai keistimewaan ahli hukum bebas meniliai setiap fakta hukum. Sehingga, untuk sebuah kasus dengan bukti-bukti persidangan yang sama, di antara majelis hakim ada yang membuat dissenting opinion.
Begitu pula dengan isu makar terakhir, berbagai meme muncul di media sosial. Ada yang menyebut Kapolri bicara tanpa bukti. Ada yang menyebut kalau makar itu ada pembunuhan. Padahal, kalau sempat terjadi pembunuhan, berarti aparat keamanan kecolongan.
Kapolri sudah memberi isyarat supaya mencari infonya di Google. Sedang Menko Polhukam menyebut ada di medsos. Artinya, soal makar itu sebenarnya sudah bukan rahasia umum lagi. Contohnya, salah satu bukti yang melengkapi laporan polisi kasus penghasutan menggulingkan pemerintah yang sah didapat pelapor dari YouTube.
Jadi, contoh dan bukti kasus makar yang sudah terang benderang masih dikeluhkan mengada-ada. Tapi begitulah kasus hukum, beda pandangan menjadi kelaziman. ***
0 komentar:
Posting Komentar