KAMPANYE Doland Trump yang rasis, antimigran, dan Islam, mencemaskan dunia kalau ia memenangi Pemilihan Presiden (Pilpres) AS, Selasa (8/11/2016) atau Rabu (9/11/2016) WIB. Presiden AS Barack Obama sendiri di depan publik Miami, Florida, Jumat (4/11/2016), menyebut Trump, "Dia tidak memenuhi syarat menjadi presiden."
Saat ucapannya itu ditertawakan massa kampanye pendukung Hillary Clinton, Obama menukas, "Kalian tertawa. Saya tidak bergurau, dia tidak layak untuk menjadi Panglima Tertinggi." (Kompas.com, 4/11/2016)
Posisi sebagai Panglima Tertinggi superpower militer dan ekonomi dunia itu yang dicemaskan kalau sampai jatuh ke tangan Donald Trump yang temperamental dan rasis. Peraih Hadiah Nobel Perdamaian Jose Ramos Horta mengatakan Donald Trump akan memprovokasi instabilitas dan gangguan dunia jika ia menjadi presiden AS.
Kepada ABC News (25/10/2016), Ramos Horta mengatakan ia meminta para pemenang Hadiah Nobel Perdamaian lainnya untuk menandatangani surat terbuka yang mendesak masyarakat AS untuk tidak memberikan suaranya kepada Trump.
"Bersama rekan-rekan saya, inilah yang berusaha kami sampaikan, untuk mengingatkan opini publik AS bahwa dunia yang tidak mampu kita tinggal di dalamnya, tidak mampu (membiarkan) ekstremisme yang datang dari Gedung Putih itu sendiri," tegas Horta. (Kompas.com, 25/10/2016)
Meski berbagai jajak pendapat selama masa kampanye dan debat kandidat capres selalu diungguli Hillary, peluang Trump justru terbuka pekan terakhir menjelang pemungutan suara oleh langkah Direktur Biro Investigasi Federal (FBI) James Comey yang membuka kembali kasus e-mail Hillary sewaktu menjabat menteri luar negeri (2009—2013).
Comey (28/10/2016) mengumumkan pengkajian kembali kasus tersebut via surat kepada parlemen AS. Hillary dituding menempatkan AS dalam bahaya dengan menggunakan server e-mail pribadi saat menjadi menlu.
Warga AS yang sensitif terhadap kenyamanan hidupnya hingga terpikat kebijakan rasis antimigran Trump, diperkuat dengan ancaman keamanan yang mungkin dibuat oleh kebocoran e-mail pribadi Hillary. Semakin keras Trump kampanye rasis yang antimigran dan Islam, dengan kian banyak alasan yang didapat untuk itu, tambah kuat mayoritas kulit putih AS yang cenderung masih rasis mendukungnya.
Perubahan arah angin terlihat pada jajak pendapat terbaru ABC (2/11/2016), Donald Trump mengungguli Hillary Clinton untuk kali pertama sejak Mei 2016. Sebelumnya Hillary selalu unggul 4 poin, terakhir justru Trump yang unggul 1 poin. Dunia pun tambah cemas. ***
Posisi sebagai Panglima Tertinggi superpower militer dan ekonomi dunia itu yang dicemaskan kalau sampai jatuh ke tangan Donald Trump yang temperamental dan rasis. Peraih Hadiah Nobel Perdamaian Jose Ramos Horta mengatakan Donald Trump akan memprovokasi instabilitas dan gangguan dunia jika ia menjadi presiden AS.
Kepada ABC News (25/10/2016), Ramos Horta mengatakan ia meminta para pemenang Hadiah Nobel Perdamaian lainnya untuk menandatangani surat terbuka yang mendesak masyarakat AS untuk tidak memberikan suaranya kepada Trump.
"Bersama rekan-rekan saya, inilah yang berusaha kami sampaikan, untuk mengingatkan opini publik AS bahwa dunia yang tidak mampu kita tinggal di dalamnya, tidak mampu (membiarkan) ekstremisme yang datang dari Gedung Putih itu sendiri," tegas Horta. (Kompas.com, 25/10/2016)
Meski berbagai jajak pendapat selama masa kampanye dan debat kandidat capres selalu diungguli Hillary, peluang Trump justru terbuka pekan terakhir menjelang pemungutan suara oleh langkah Direktur Biro Investigasi Federal (FBI) James Comey yang membuka kembali kasus e-mail Hillary sewaktu menjabat menteri luar negeri (2009—2013).
Comey (28/10/2016) mengumumkan pengkajian kembali kasus tersebut via surat kepada parlemen AS. Hillary dituding menempatkan AS dalam bahaya dengan menggunakan server e-mail pribadi saat menjadi menlu.
Warga AS yang sensitif terhadap kenyamanan hidupnya hingga terpikat kebijakan rasis antimigran Trump, diperkuat dengan ancaman keamanan yang mungkin dibuat oleh kebocoran e-mail pribadi Hillary. Semakin keras Trump kampanye rasis yang antimigran dan Islam, dengan kian banyak alasan yang didapat untuk itu, tambah kuat mayoritas kulit putih AS yang cenderung masih rasis mendukungnya.
Perubahan arah angin terlihat pada jajak pendapat terbaru ABC (2/11/2016), Donald Trump mengungguli Hillary Clinton untuk kali pertama sejak Mei 2016. Sebelumnya Hillary selalu unggul 4 poin, terakhir justru Trump yang unggul 1 poin. Dunia pun tambah cemas. ***
0 komentar:
Posting Komentar