PERTUMBUHAN ekonomi kuartal III 2016 mengalami penurunan menjadi 5,02% dari pertumbuhan kuartal II 2016 sebesar 5,19%. Penurunan laju pertumbuhan itu terjadi akibat konsumsi pemerintah mencatat pertumbuhan negatif 2,97%.
"Konsumsi pemerintah pada seluruh realisasi belanja pegawai, belanja barang, dan belanja bantuan sosial, termasuk ekspor dan impor, masih terkontraksi lebih dalam," ujar Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto di Jakarta, Senin. (Kompas.com, 7/11/2016)
Penopang terpenting pertumbuhan ekonomi di kuartal III 2016 berdasarkan pengeluaran adalah konsumsi rumah tangga yang menyumbang 2,70%, disusul investasi swasta menyumbang 1,30%, dan lain-lainnya menyumbang 1,02%.
"Konsumsi rumah tangga tumbuh signifikan karena kelompok makanan minuman, restoran, pendidikan, kesehatan, transportasi, dan komunikasi," ujar Suhariyanto.
Pertumbuhan negatif konsumsi pemerintah itu signifikan akibatnya terhadap pelambatan pertumbuhan karena seluruh sektor industri sebenarnya tumbuh positif, tetapi tak mampu mengatasi pertumbuhan negatif tersebut.
Perinciannya, pada kuartal III 2016 industri pengolahan tumbuh 0,96%, industri konstruksi 0,55%, industri perdagangan 0,49%, industri informasi dan komunikasi 0,42%, dan industri lainnya 2,60%.
"Bahkan, industri pertambangan dan penggalian yang sudah sejak beberapa tahun mengalami pertumbuhan negatif sekarang sudah positif seiring peningkatan produksi bijih besi, seperti emas dan tembaga," ujar Suhariyanto. Dengan pertumbuhan kuartal III 2016 sebesar 5,02%, total pertumbuhan ekonomi sepanjang 2016 hingga kuartal III menjadi 5,04%.
Pertumbuhan 2016 hingga kuartal III 5,04% itu memberi beban ekstra yang harus dikejar hingga akhir tahun demi memenuhi target pertumbuhan APBNP 2016 sebesar 5,2%. Untuk mencapai target itu, tentu yang harus digenjot konsumsi pemerintah.
Untuk meningkatkan segala bentuk belanja pemerintah di akhir tahun, dahulu terkenal sebagai keahlian khusus jajaran birokrasi kita. Selain belanja pegawai dan barang, belanja terkait seminar, lokakarya, dan sejenisnya dari kantor-kantor pemerintah, selalu menjadi masa panen bagi hotel dan restoran di akhir tahun. Itu sampai menteri aparatur negara (yang sudah dicopot) melarang kegiatan birokrat di hotel.
Tapi, peningkatan kapasitas birokrat untuk belanja sekarang tak mudah. Ketakutan birokrat tersandung hukum saat membelanjakan uang negara, terbukti belum tuntas teratasi. Itulah penyebab konsumsi pemerintah masih lamban. ***
Penopang terpenting pertumbuhan ekonomi di kuartal III 2016 berdasarkan pengeluaran adalah konsumsi rumah tangga yang menyumbang 2,70%, disusul investasi swasta menyumbang 1,30%, dan lain-lainnya menyumbang 1,02%.
"Konsumsi rumah tangga tumbuh signifikan karena kelompok makanan minuman, restoran, pendidikan, kesehatan, transportasi, dan komunikasi," ujar Suhariyanto.
Pertumbuhan negatif konsumsi pemerintah itu signifikan akibatnya terhadap pelambatan pertumbuhan karena seluruh sektor industri sebenarnya tumbuh positif, tetapi tak mampu mengatasi pertumbuhan negatif tersebut.
Perinciannya, pada kuartal III 2016 industri pengolahan tumbuh 0,96%, industri konstruksi 0,55%, industri perdagangan 0,49%, industri informasi dan komunikasi 0,42%, dan industri lainnya 2,60%.
"Bahkan, industri pertambangan dan penggalian yang sudah sejak beberapa tahun mengalami pertumbuhan negatif sekarang sudah positif seiring peningkatan produksi bijih besi, seperti emas dan tembaga," ujar Suhariyanto. Dengan pertumbuhan kuartal III 2016 sebesar 5,02%, total pertumbuhan ekonomi sepanjang 2016 hingga kuartal III menjadi 5,04%.
Pertumbuhan 2016 hingga kuartal III 5,04% itu memberi beban ekstra yang harus dikejar hingga akhir tahun demi memenuhi target pertumbuhan APBNP 2016 sebesar 5,2%. Untuk mencapai target itu, tentu yang harus digenjot konsumsi pemerintah.
Untuk meningkatkan segala bentuk belanja pemerintah di akhir tahun, dahulu terkenal sebagai keahlian khusus jajaran birokrasi kita. Selain belanja pegawai dan barang, belanja terkait seminar, lokakarya, dan sejenisnya dari kantor-kantor pemerintah, selalu menjadi masa panen bagi hotel dan restoran di akhir tahun. Itu sampai menteri aparatur negara (yang sudah dicopot) melarang kegiatan birokrat di hotel.
Tapi, peningkatan kapasitas birokrat untuk belanja sekarang tak mudah. Ketakutan birokrat tersandung hukum saat membelanjakan uang negara, terbukti belum tuntas teratasi. Itulah penyebab konsumsi pemerintah masih lamban. ***
0 komentar:
Posting Komentar