LEMBAGA Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI menyelenggarakan jajak pendapat pada 22—24 Oktober 2016 di 12 provinsi. Hasilnya, 46,2% dari 437 responden menyatakan nilai-nilai kepahlawanan pada elite politik—profesi tokoh politik/anggota DPR—masih lemah.
Demikian pula penjiwaan nilai kepahlawanan dalam masyarakat, oleh 50,6% responden juga dinyatakan masih lemah. Selain itu, 50,1% responden menilai nilai-nilai kepahlawanan dalam profesi aparat penegak hukum masih rendah. (Portal Lemhannas RI, 4/11/2016)
Lemah dan rendah, itulah kecenderungan umum penghayatan dan pengamalan nilai-nilai kepahlawanan dalam masyarakat, terutama di kalangan elite politik dan aparat penegak hukum yang semestinya merupakan teladan bagi masyarakat.
Keteladanan jajaran strategis tersebut dalam kepahlawanan, dengan spirit patriotisme dan nasionalismenya, penting bagi kehidupan bernegara bangsa, terutama terkait generasi milenial (kelahiran 1981—1994) yang kini mendominasi generasi muda dunia dengan karakter universalnya. Salah satu ciri utama karakter universal itu borderless, terbawa kebiasaan berselancar di internet yang tidak kenal batas-batas negara.
Tanpa keteladanan aktualisasi patriotisme dan nasionalisme yang kuat dari kelompok strategis, generasi milenial yang sehari-hari menjelajah jagat raya bisa terhanyut oleh budaya universal yang cenderung hedonis, membalut tubuh dan fasilitas hidupnya dengan serbamerek terkenal kelas dunia (branded society). Lebih celaka lagi, kalau kelompok startegis yang mereka jadikan teladan justru telah lebih dahulu berpola hidup hedonis, sebagai penyebab luntur dan melemahnya kepahlawanan kelompok teladan tersebut.
Gejala itu tertangkap dalam jajak pendapat Lemhannas tersebut, yakni 52,2% responden menyatakan bentuk penjajahan baru masa kini adalah dalam bidang ekonomi lewat sistem perdagangan bebas, yang ditopang oleh pola hidup konsumerisme. Itu menyangkut pola hidup kelas menengah Indonesia yang menurut Bank Dunia, dari 0% pada 1999, menjadi 130 juta jiwa pada 2011, selanjutnya bertambah 7 juta jiwa per tahun. (JPNN, 24/4/2015)
Hasil jajak pendapat itu, menurut Lemhannas, menyiratkan perlu hadirnya peran negara yang lebih intensif dalam menanamkan nilai-nilai kepahlawanan pada segenap elemen bangsa dengan metode sesuai dengan zaman. Ironisnya, usaha negara paling menonjol justru mendatangkan penanaman modal asing yang memperkuat penjajahan ekonomi dengan membangun pabrik barang-barang memenuhi pasar branded society. ***
Lemah dan rendah, itulah kecenderungan umum penghayatan dan pengamalan nilai-nilai kepahlawanan dalam masyarakat, terutama di kalangan elite politik dan aparat penegak hukum yang semestinya merupakan teladan bagi masyarakat.
Keteladanan jajaran strategis tersebut dalam kepahlawanan, dengan spirit patriotisme dan nasionalismenya, penting bagi kehidupan bernegara bangsa, terutama terkait generasi milenial (kelahiran 1981—1994) yang kini mendominasi generasi muda dunia dengan karakter universalnya. Salah satu ciri utama karakter universal itu borderless, terbawa kebiasaan berselancar di internet yang tidak kenal batas-batas negara.
Tanpa keteladanan aktualisasi patriotisme dan nasionalisme yang kuat dari kelompok strategis, generasi milenial yang sehari-hari menjelajah jagat raya bisa terhanyut oleh budaya universal yang cenderung hedonis, membalut tubuh dan fasilitas hidupnya dengan serbamerek terkenal kelas dunia (branded society). Lebih celaka lagi, kalau kelompok startegis yang mereka jadikan teladan justru telah lebih dahulu berpola hidup hedonis, sebagai penyebab luntur dan melemahnya kepahlawanan kelompok teladan tersebut.
Gejala itu tertangkap dalam jajak pendapat Lemhannas tersebut, yakni 52,2% responden menyatakan bentuk penjajahan baru masa kini adalah dalam bidang ekonomi lewat sistem perdagangan bebas, yang ditopang oleh pola hidup konsumerisme. Itu menyangkut pola hidup kelas menengah Indonesia yang menurut Bank Dunia, dari 0% pada 1999, menjadi 130 juta jiwa pada 2011, selanjutnya bertambah 7 juta jiwa per tahun. (JPNN, 24/4/2015)
Hasil jajak pendapat itu, menurut Lemhannas, menyiratkan perlu hadirnya peran negara yang lebih intensif dalam menanamkan nilai-nilai kepahlawanan pada segenap elemen bangsa dengan metode sesuai dengan zaman. Ironisnya, usaha negara paling menonjol justru mendatangkan penanaman modal asing yang memperkuat penjajahan ekonomi dengan membangun pabrik barang-barang memenuhi pasar branded society. ***
0 komentar:
Posting Komentar