PERINGATAN 72 tahun kemerdekaan Republik Indonesia (RI) dirayakan dengan datangnya 75 ribu ton garam impor dari Australia di sejumlah pelabuhan negeri berpantai terpanjang di dunia ini. Garam impor asal Australia ini disambut gembira rakyat Indonesia karena selain warnanya putih dan kristalnya berkilau, rasanya juga sesuai selera universal rakyat Indonesia yang telah berkemajuan.
Atas sukses impor garam sepanjang 72 tahun Indonesia merdeka, penghargaan layak diberikan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang membawahi Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, yang telah berhasil mengeksplorasi ruang laut cukup jauh, hingga ke Australia. Lebih lagi karena Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP telah memastikan rencana masuk impor garam dalam rangka merayakan HUT RI itu pada 10 Agustus 2017.
Impor garam itu bagian dari kecenderungan rakyat Indonesia yang setelah 72 tahun merdeka makin xenolatri—menggandrungi yang serbaasing. Dari mobil dan sepeda motor yang belum satu pun merek buatan sendiri, dari jam tangan, telepon seluler, sampai peniti pun semua impor. Sejauh ini yang dibanggakan sebagai produksi dalam negeri selain panci mungkin barang sejenis cungkil gigi dan korek kuping.
Kembali ke impor garam, Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP, Brahmantya, di Jakarta, Selasa (1/8/2017), menyatakan impor garam dilakukan pemerintah menyusul lonjakan harga garam. Lonjakan harga garam itu terjadi akibat kelangkaan garam di pasar.
Saat ini, tutur Brahmantya, kebutuhan garam konsumsi mencapai 4 juta ton per tahun. Produksi oleh petani garam hanya mencapai 2,5 juta ton per tahun dan 500 ribu ton dari PT Garam. (Kompas.com, 1/8/2017)
Berarti dalam keadaan normal kekurangan yang harus ditutup dengan impor sekitar 1 juta ton garam. Perkiraan itu bisa meleset dan pasar kelangkaan garam, tutur Brahmantya, karena adanya kendala produksi garam petani. Masalah utamanya musim. Bila curah hujan tinggi, proses produksi garam bisa jadi terganggu dan tidak optimal.
Namun, garam hanyalah salah satu kebutuhan pokok rakyat yang masih harus diimpor dalam bilangan jutaan ton per tahun. Kebutuhan pokok lainnya yang diimpor adalah gandum (8,10 juta ton/tahun), kedelai (2 juta ton/tahun), gula (3,2 juta ton/tahun), plus 600 ribu ekor sapi potong/tahun dan daging beku sesuai dengan kuota impor dari pemerintah.
Jadi, soal impor kebutuhan pokok rakyat itu tradisi bagi bangsa yang xenolatri. ***
Impor garam itu bagian dari kecenderungan rakyat Indonesia yang setelah 72 tahun merdeka makin xenolatri—menggandrungi yang serbaasing. Dari mobil dan sepeda motor yang belum satu pun merek buatan sendiri, dari jam tangan, telepon seluler, sampai peniti pun semua impor. Sejauh ini yang dibanggakan sebagai produksi dalam negeri selain panci mungkin barang sejenis cungkil gigi dan korek kuping.
Kembali ke impor garam, Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP, Brahmantya, di Jakarta, Selasa (1/8/2017), menyatakan impor garam dilakukan pemerintah menyusul lonjakan harga garam. Lonjakan harga garam itu terjadi akibat kelangkaan garam di pasar.
Saat ini, tutur Brahmantya, kebutuhan garam konsumsi mencapai 4 juta ton per tahun. Produksi oleh petani garam hanya mencapai 2,5 juta ton per tahun dan 500 ribu ton dari PT Garam. (Kompas.com, 1/8/2017)
Berarti dalam keadaan normal kekurangan yang harus ditutup dengan impor sekitar 1 juta ton garam. Perkiraan itu bisa meleset dan pasar kelangkaan garam, tutur Brahmantya, karena adanya kendala produksi garam petani. Masalah utamanya musim. Bila curah hujan tinggi, proses produksi garam bisa jadi terganggu dan tidak optimal.
Namun, garam hanyalah salah satu kebutuhan pokok rakyat yang masih harus diimpor dalam bilangan jutaan ton per tahun. Kebutuhan pokok lainnya yang diimpor adalah gandum (8,10 juta ton/tahun), kedelai (2 juta ton/tahun), gula (3,2 juta ton/tahun), plus 600 ribu ekor sapi potong/tahun dan daging beku sesuai dengan kuota impor dari pemerintah.
Jadi, soal impor kebutuhan pokok rakyat itu tradisi bagi bangsa yang xenolatri. ***
0 komentar:
Posting Komentar