PADA ulang tahun ke-43 Lampung Post, 10 Agustus 2017, dari sekian banyak karangan bunga ucapan selamat, terdapat satu karangan bunga berukuran besar dari bank komersial Tiongkok. Bank tersebut secara resmi belum buka cabang atau kantor pembantu di Bandar Lampung. Lampung Post juga (setahu saya) belum punya rekening di bank tersebut.
Bukan misterius, melainkan merupakan kehormatan bagi Lampung Post menerima ucapan selamat dari bank besar Tiongkok tersebut. Kita ucapkan terima kasih atas keramahan dan kemurahan hati pimpinan bank tersebut atas ucapan selamatnya.
Sebaliknya kita ucapkan selamat datang di Indonesia, lebih khusus lagi di Tanah Lado, Lampung. Kami yakin, bank tersebut hadir di Lampung dalam rangka mendukung pembangunan daerah ini, khususnya pembangunan infrastruktur yang memang tengah dahsyat dilakukan dengan membangun jalan tol (dan rel kereta api) trans-Sumatera, Bakauheni—Banda Aceh.
Kehadiran perusahaan-perusahaan besar Tiongkok di kawasan ASEAN untuk mendanai pembangunan infrastruktur, membangun jalan, jalur kereta api, pelabuhan, dan lain-lain mungkin bertepatan dengan kebutuhan. Bank Pembangunan Asia (ADB), menurut Bloomberg, Jumat (18/8/2017), mengestimasikan bahwa negara-negara berkembang di seluruh Asia harus menginvestasikan 26 triliun dolar AS guna membangun seluruh infrastruktur, mulai dari jaringan transportasi sampai sistem air bersih hingga 2030. (Kompas.com, 18/8/2017)
Tujuannya adalah menjaga momentum pertumbuhan, mengurangi kemiskinan, dan menangkis perubahan iklim. Pada kondisi inilah peluang Tiongkok masuk.
Pada 2016, menurut Weiwen Ng, ekonom ANZ Banking Group di Singapura, Tiongkok menyumbang 14% dari total investasi di Thailand. Di Vietnam dan Indonesia masing-masing 8%. Kemudian di Malaysia 6% dari total investasi asing di sana.
Bagi Tiongkok, kesempatan menguasai infrastruktur di Asia Tenggara amat signifikan. Beberapa dari 10 negara ASEAN termasuk pertumbuhan ekonomi paling pesat di dunia, seperti Vietnam dan Filipina, rerata pertumbuhan ekonomi lebih dari 6%.
Dengan populasi ASEAN 620 juta orang dan nilai ekonomi 2,6 triliun dolar AS, potensi investasi di kawasan ini amat menggiurkan. Pada 2020, menurut prediksi forum ekonomi dunia, ASEAN bertengger pada posisi kelima ekonomi terbesar di dunia.
Meski demikian, Weiwen Ng mengingatkan ada peningkatan konsentrasi risiko ketika ASEAN sudah sangat terekspos pada Tiongkok melalui perdagangan dan gelombang pariwisata. ***
Sebaliknya kita ucapkan selamat datang di Indonesia, lebih khusus lagi di Tanah Lado, Lampung. Kami yakin, bank tersebut hadir di Lampung dalam rangka mendukung pembangunan daerah ini, khususnya pembangunan infrastruktur yang memang tengah dahsyat dilakukan dengan membangun jalan tol (dan rel kereta api) trans-Sumatera, Bakauheni—Banda Aceh.
Kehadiran perusahaan-perusahaan besar Tiongkok di kawasan ASEAN untuk mendanai pembangunan infrastruktur, membangun jalan, jalur kereta api, pelabuhan, dan lain-lain mungkin bertepatan dengan kebutuhan. Bank Pembangunan Asia (ADB), menurut Bloomberg, Jumat (18/8/2017), mengestimasikan bahwa negara-negara berkembang di seluruh Asia harus menginvestasikan 26 triliun dolar AS guna membangun seluruh infrastruktur, mulai dari jaringan transportasi sampai sistem air bersih hingga 2030. (Kompas.com, 18/8/2017)
Tujuannya adalah menjaga momentum pertumbuhan, mengurangi kemiskinan, dan menangkis perubahan iklim. Pada kondisi inilah peluang Tiongkok masuk.
Pada 2016, menurut Weiwen Ng, ekonom ANZ Banking Group di Singapura, Tiongkok menyumbang 14% dari total investasi di Thailand. Di Vietnam dan Indonesia masing-masing 8%. Kemudian di Malaysia 6% dari total investasi asing di sana.
Bagi Tiongkok, kesempatan menguasai infrastruktur di Asia Tenggara amat signifikan. Beberapa dari 10 negara ASEAN termasuk pertumbuhan ekonomi paling pesat di dunia, seperti Vietnam dan Filipina, rerata pertumbuhan ekonomi lebih dari 6%.
Dengan populasi ASEAN 620 juta orang dan nilai ekonomi 2,6 triliun dolar AS, potensi investasi di kawasan ini amat menggiurkan. Pada 2020, menurut prediksi forum ekonomi dunia, ASEAN bertengger pada posisi kelima ekonomi terbesar di dunia.
Meski demikian, Weiwen Ng mengingatkan ada peningkatan konsentrasi risiko ketika ASEAN sudah sangat terekspos pada Tiongkok melalui perdagangan dan gelombang pariwisata. ***
0 komentar:
Posting Komentar