BANK Indonesia (BI) pekan lalu menurunkan suku bunga acuan BI 7-day repo rate dari 4,75% menjadi 4,50%. Di sisi lain, suku bunga kredit perbankan di Indonesia tetap bertahan di kisaran 12% bahkan sejak suku bunga acuan BI masih 7,50% tahun lalu.
Suku bunga kredit yang masih mencerminkan risiko ekonomi tetap tinggi itu menjadi anomali bagi kebijakan BI yang sudah mencerminkan situasi dan kondisi ekonomi berkembang ke arah yang makin ideal. Apalagi, kalau dilihat dari kenyataan suku bunga kredit bank di Indonesia tertinggi di ASEAN, sedang suku bunga acuannya di posisi ideal.
Posisi suku bunga acuan itu ideal bisa dilihat dari perbandingan suku bunga acuan di id.tradingeconomic.com (24/8/2017), suku bunga acuan BI 4,50% itu di bawah Myanmar (10%), Vietnam (6,25%), Brunei (5,50%), dan dekat dengan Laos (4,25%), Malaysia (3,00%), Filipina (3,00%), Kamboja (1,55%), Thailand (1,50%), dan Singapura (0,99%).
Posisi ideal suku bunga acuan itu jadi amat kontras jika dihadapkan pada bunga kredit di Indonesia yang berada di kisaran 12%, dibanding dengan Malaysia (4,25%), Singapura (5,00%), Thailand (6,00%), dan Filipina (5,00%).
Dengan perbedaan bunga kredit yang demikian jauh antara Indonesia yang lebih dua kali lipat dari bunga kredit negara ASEAN lainnya, Indonesia akan selalu kewalahan bersaing. Hal inilah yang layak dikaji secara saksama untuk bisa meringankan beban dunia usaha.
Betapa, sekalipun kita bangga dengan pertumbuhan ekonomi 5,01% di posisi kedua di G-20 setelah Tiongkok 6,8%, di ASEAN sebetulnya tiga negara pertumbuhannya lebih baik: Filipina dan Vietnam rata-rata di atas 6,00%, sedangkan Malaysia 5,80%.
Lucunya, dengan keputusan BI menurunkan suku bunga acuan, pimpinan bank besar langsung menyatakan segera menurunkan bunga deposito. Jadi, hak publik yang duluan dipangkasnya menambah keuntungan bank, bukan bunga kredit untuk meringankan dunia usaha.
Padahal, bunga deposito sudah amat rapat dengan suku bunga acuan, yakni untuk deposito Rp100 juta sampai Rp500 juta tenor 12 bulan, Bank Mandiri 4,75%, BTN 5,25%, BNI 6,25%, dan BCA 5,00% (bungadeposito.com, 24/8/2017). Jadi, selisih sekitar 7,00% bunga deposito dengan bunga kredit itu yang hendak diperjauh lagi untuk memperbesar keuntungan bank, sehingga dunia usaha yang diperas bakal jadi lebih babak belur lagi.
Semestinya, penurunan suku bunga acuan menarik turun suku bunga kredit, sehingga dunia usaha mendapat advantage dari kebijakan brilian BI itu. ***
Posisi suku bunga acuan itu ideal bisa dilihat dari perbandingan suku bunga acuan di id.tradingeconomic.com (24/8/2017), suku bunga acuan BI 4,50% itu di bawah Myanmar (10%), Vietnam (6,25%), Brunei (5,50%), dan dekat dengan Laos (4,25%), Malaysia (3,00%), Filipina (3,00%), Kamboja (1,55%), Thailand (1,50%), dan Singapura (0,99%).
Posisi ideal suku bunga acuan itu jadi amat kontras jika dihadapkan pada bunga kredit di Indonesia yang berada di kisaran 12%, dibanding dengan Malaysia (4,25%), Singapura (5,00%), Thailand (6,00%), dan Filipina (5,00%).
Dengan perbedaan bunga kredit yang demikian jauh antara Indonesia yang lebih dua kali lipat dari bunga kredit negara ASEAN lainnya, Indonesia akan selalu kewalahan bersaing. Hal inilah yang layak dikaji secara saksama untuk bisa meringankan beban dunia usaha.
Betapa, sekalipun kita bangga dengan pertumbuhan ekonomi 5,01% di posisi kedua di G-20 setelah Tiongkok 6,8%, di ASEAN sebetulnya tiga negara pertumbuhannya lebih baik: Filipina dan Vietnam rata-rata di atas 6,00%, sedangkan Malaysia 5,80%.
Lucunya, dengan keputusan BI menurunkan suku bunga acuan, pimpinan bank besar langsung menyatakan segera menurunkan bunga deposito. Jadi, hak publik yang duluan dipangkasnya menambah keuntungan bank, bukan bunga kredit untuk meringankan dunia usaha.
Padahal, bunga deposito sudah amat rapat dengan suku bunga acuan, yakni untuk deposito Rp100 juta sampai Rp500 juta tenor 12 bulan, Bank Mandiri 4,75%, BTN 5,25%, BNI 6,25%, dan BCA 5,00% (bungadeposito.com, 24/8/2017). Jadi, selisih sekitar 7,00% bunga deposito dengan bunga kredit itu yang hendak diperjauh lagi untuk memperbesar keuntungan bank, sehingga dunia usaha yang diperas bakal jadi lebih babak belur lagi.
Semestinya, penurunan suku bunga acuan menarik turun suku bunga kredit, sehingga dunia usaha mendapat advantage dari kebijakan brilian BI itu. ***
0 komentar:
Posting Komentar